Pegiat Konservasi Dunia Apresiasi Konservasi Bekantan di Kalsel
Kegiatan konservasi bekantan di Kalimantan Selatan baru-baru ini diapresiasi pegiat konservasi dari berbagai negara. Upaya pelestarian primata endemik Kalimantan yang sudah terancam punah itu terlihat membuahkan hasil.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pegiat konservasi dunia dari sejumlah negara mengapresiasi upaya konservasi bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan. Kegiatan konservasi primata endemik Kalimantan yang sudah terancam punah itu menunjukkan keberhasilan dengan penambahan populasi yang cukup signifikan.
Sehari menjelang Hari Hak Asasi Hewan Sedunia yang diperingati setiap 15 Oktober, tiga induk bekantan melahirkan tiga bayi bekantan di Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak, Kecamatan Anjir Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Dengan tambahan tiga individu baru itu, populasi bekantan di sana menjadi 27 individu dari sebelumnya hanya 14 individu pada 2016.
Pendiri sekaligus Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Amalia Rezeki, di Banjarmasin, Senin (19/10/2020), mengatakan, kelahiran tiga bayi bekantan baru-baru ini disambut gembira oleh masyarakat peduli lingkungan, peneliti satwa liar, serta pegiat konservasi dari berbagai negara yang pernah datang ke Kalsel.
Saya sangat menghargai kerja Anda dan tim Anda. Kalian sejatinya adalah duta alam dan pemulihan habitat bekantan. (Hannu Klemola)
Salah satu orang yang menyampaikan apresiasi itu adalah Profesor Tim Roberts dari The University of Newcastle, Australia. Menurut Roberts, SBI telah berhasil menjaga dan merawat habitat bekantan di Sungai Barito sehingga populasinya terus meningkat. ”Kabar yang sungguh luar biasa. Bekantan bisa berkembang biak di Pulau Curiak,” kata Roberts, yang pernah berkunjung ke Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak, dua tahun lalu.
Andy Laister dari Hongaria, sukarelawan konservasi bekantan di SBI enam tahun lalu, juga merespons positif setelah membaca berita kelahiran tiga bayi bekantan di Pulau Curiak. ”Sungguh berita bagus. Proyek yang Anda mulai beberapa tahun lalu akhirnya sukses. Anda dan semua anggota tim sudah melakukan pekerjaan bagus,” kata Laister kepada Amel, panggilan akrab Amalia Rezeki.
Menurut Amel, Cristina Armengol dari Spanyol yang bekerja di Primate Conservation Netherlands serta pernah membantu pengelolaan primata di tempat rehabilitasi bekantan SBI juga sangat gembira mendengar berita kelahiran bayi bekantan baru-baru ini.
Pemulihan habitat
”Saya sangat menghargai kerja Anda dan tim Anda. Kalian sejatinya adalah duta alam dan pemulihan habitat bekantan,” kata Profesor Hannu Klemola dari Finnish Association for Nature Conservation, Finlandia. Apresiasi juga disampaikan Fabiola Felix dari Antwerpen, Belgia dan David Arthur Breckenridge dari Kanada yang pernah jadi sukarelawan konservasi bekantan SBI.
Amel merasa sangat terharu atas perhatian dan apresiasi masyarakat dari berbagai belahan dunia terhadap keberhasilan upaya pelestarian bekantan di Stasiun Riset Bekantan, Pulau Curiak. ”Ini adalah hasil kerja keras dari semua pihak, terutama pemangku kepentingan yang peduli terhadap bekantan di negeri ini,” katanya.
Menurut peraih penghargaan internasional dari ASEAN Youth Eco-Champion 2019 itu, bekantan kini bukan hanya milik Kalsel atau Indonesia, melainkan sudah menjadi milik dunia dan merupakan salah satu primata khas yang unik dan eksotik. ”Keberadaannya di alam mulai terancam punah. Untuk itu, harus kita lindungi,” ujar Amel.
Lembaga konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) telah menetapkan bekantan dalam kategori spesies terancam punah atau masuk daftar merah IUCN.
Konvensi perdagangan internasional untuk spesies hewan dan tumbuhan liar yang terancam punah (CITES) juga memasukkan bekantan dalam daftar spesies primata yang sudah terancam punah sehingga perdagangannya harus diatur dengan sangat ketat.
Pemerintah Indonesia menetapkan bekantan sebagai satwa dilindungi undang-undang sejak 1931 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Perlindungan Binatang Liar, Lembaran Negara Nomor 226 Tahun 1931. Selanjutnya pada 1990, bekantan ditetapkan sebagai maskot provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut anggota DPRD Provinsi Kalsel yang juga Ketua Forum Konservasi Flora dan Fauna Kalsel, Zulfa Asma Vikra, perhatian dunia terhadap keberhasilan konservasi bekantan di Kalsel sangatlah positif. ”Keberhasilan ini harus menumbuhkan semangat untuk terus menjaga dan merawat alam demi keberlangsungan peradaban manusia yang selaras dengan lingkungan,” katanya.