Misi Makassar Memulihkan Ekonomi di Episentrum Pandemi
Empat calon yang akan berlaga pada pilkada serentak bulan Desember mendatang di Makassar menjadikan pemulihan ekonomi dan kesehatan sebagai program unggulan. Fokusnya adalah ekonomi kerakyatan dan menekan ketimpangan.
Setidaknya selama lebih dari 15 tahun terakhir, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, selalu mencatat pertumbuhan ekonomi 7-8 persen, di atas rata-rata pertumbuhan nasional. Bahkan, pertumbuhannya pernah 10 persen dan melampaui China. Namun, pandemi tujuh bulan terakhir memukul kota terbesar di kawasan timur Indonesia ini. Pemimpin hasil Pilkada 2020 nanti harus memikul misi pemulihan tersebut.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar, jika tahun lalu pertumbuhan ekonomi kota ini mencapai 8,79 persen, pada triwulan pertama 2020 ekonomi tumbuh 6,2 persen. Angka ini terus turun dan pada triwulan ketiga menjadi 2,8 persen. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun ini ditetapkan 8,2-8,4 persen.
Sejumlah sektor, seperti perdagangan, konstruksi, industri pengolahan, transportasi, dan jasa yang selama ini punya andil besar dalam pertumbuhan ekonomi Makassar, merosot. Kesenjangan pun kian menganga.
Sebagai ibu kota Provinsi Sulsel, Makassar selama ini turut memberi andil dalam pertumbuhan ekonomi Sulsel, yakni lebih dari 30 persen per tahun. Hingga tahun lalu, produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita Kota Makassar mencapai Rp 116,87 juta. Tentu saja kondisi ini turut berpengaruh pada Sulsel.
Pandemi Covid-19 sejak Maret lalu berdampak cukup besar bagi Makassar. Kota ini bahkan menjadi episentrum dan menjadi kota dengan angka Covid-19 terbesar di luar Jawa. Sebanyak 60-70 persen kasus Covid-19 di Sulsel ada di Makassar. Dengan kata lain, memulihkan ekonomi Makassar berarti memulihkan lebih dari 30 persen ekonomi Sulsel. Begitu pun menekan angka Covid-19, berarti menyelesaikan sekitar 60-70 persen pandemi di Sulsel.
Persoalan ekonomi pula, termasuk pandemi, yang ditangkap empat pasangan calon wali kota-wakil wali kota Makassar yang akan berlaga pada pilkada serentak bulan Desember mendatang. Empat pasangan calon yang telah ditetapkan KPU pada Rabu (23/9/2020) bukanlah orang-orang baru dalam belantika politik Makassar.
Berdasarkan nomor urut, empat pasangan ini adalah M Ramdhan Pomanto-Fatmawati Rusdi, Munafri Arifuddin-Abdul Rahman Bando, Syamsu Rizal-Fadli Ananda, dan Irman Yasin Limpo-Zunnun Nurdin Halid.
Baca juga: Empat Pasangan Resmi Berlaga di Pilkada Makassar
M Ramdan Pomanto adalah Wali Kota Makassar periode 2014-2019. Ramdhan adalah arsitek yang juga berkiprah di dunia bisnis sebelum menjabat wali kota. Pasangannya, Fatmawati Rusdi, adalah pengusaha kapal kargo sebelum menjadi anggota DPR periode 2014-2019.
Sementara Munafri Arifuddin juga pebisnis. Menantu pengusaha nasional Aksa Mahmud ini sudah lama berkiprah di perusahaan milik mertuanya. Pasangannya, Abdul Rahman Bando, adalah birokrat yang terakhir menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar.
Syamsu Rizal adalah wakil wali kota yang mendampingi Ramdhan pada 2014-2019. Adapun pasangannya, Fadli Ananda, adalah dokter yang mengelola sejumlah rumah sakit.
Sementara Irman Yasin Limpo adalah adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Irman adalah birokrat tulen yang sudah menduduki sejumlah jabatan penting, di antaranya Kepala BKPM Sulsel dan Dinas Pendidikan Sulsel. Pasangannya, Zunnun Nurdin Halid, adalah anak politisi Partai Golkar Nurdin Halid yang juga berkiprah di dunia bisnis.
”Saya pernah memimpin Makassar. Sebagian program yang pernah saya jalankan akan saya lanjutkan. Saya tahu saat ini kondisi sedang sulit. Makassar mengalami pelemahan secara ekonomi dan kesehatan. Kita butuh berada di zona hijau untuk bisa melakukan aktivitas ekonomi dan pembangunan dengan lebih leluasa. Bahkan, saat ada vaksin pun, masih butuh waktu meyakinkan masyarakat,” kata Ramdhan, Selasa (13/10).
Pelibatan tokoh masyarakat untuk menjadi jembatan pemerintah dianggap perlu dalam penanganan pandemi. Untuk sektor ekonomi, Ramdhan mengatakan, penguatan ekonomi kerakyatan mutlak untuk memperkuat fondasi ekonomi.
Caranya dengan memberikan dukungan penuh pada pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga di ruang-ruang seperti lorong (gang permukiman). Kemudahan perizinan, modal, hingga pelatihan dan menciptakan pasar menjadi kunci. Hal sederhana, seperti berbagai program pembangunan atau acara pemerintah, akan melibatkan UMKM. Tujuannya agar uang beredar di masyarakat lebih banyak dan menekan ketimpangan.
Hal yang sama juga menjadi program unggulan pasangan Munafri-Rahman. Pasangan ini melihat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di satu sisi menjadi persoalan mendesak ditangani. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang hampir sama tinggi dengan pertumbuhan jumlah pengangguran.
”Untuk ekonomi, kami akan melakukan intervensi ke sektor riil. Komunitas UMKM berbasis mikro harus didorong, bahkan sampai tingkat RW. Di sini pemerintah harus melakukan sentuhan, mulai dari manajemen, pelatihan, hingga modal. Pelibatan perusda (perusahaan daerah) dan BPR (bank perkreditan rakyat) akan dilakukan,” kata Fadli Noor, juru bicara Tim Pemenangan Munafri-Rahman, Rabu (14/10).
Fadli mengatakan, rencana pemulihan juga akan meliputi penghapusan iuran sampah; relaksasi pajak daerah, termasuk PBB, pajak makan minum di hotel, kafe dan restoran; serta penyesuaian berbagai retribusi usaha. Harapannya dapat menurunkan harga jual sesuai dengan daya beli warga sehingga perputaran ekonomi dapat terus berjalan.
Adapun Syamsu Rizal melihat kesenjangan ekonomi adalah persoalan yang cukup mendesak ditangani agar tidak menimbulkan konflik sosial yang bisa berujung instabilitas. Pemerintah harus menerapkan kebijakan afirmatif dengan tidak membiarkan orang kaya bersaing bebas dengan orang tak mampu. Begitu pun orang cerdas tidak boleh bersaing bebas dengan masyarakat yang akses pendidikannya terbatas.
”Pemerintah mesti melayani masyarakat menengah ke bawah dan UMKM dengan berbagai perlakuan khusus. Sebaliknya, mendorong menengah ke atas dengan berbagai insentif harus proporsional. Salah satu skema adalah orangtua angkat bagi masyarakat miskin dan yatim piatu. Semua pejabat pemerintah, pebisnis, dan pemegang akses ekonomi mesti mengambil orang miskin dan anak yatim sebagai anak angkat,” kata Syamsu, Kamis (15/10).
Sementara tim Irman Yasin Limpo menjanjikan kewenangan lebih besar pada pejabat tingkat rukun tetangga (RT), mulai dari pengurusan KTP, kartu keluarga, hingga sejumlah perizinan. Bahkan, pengembangan UMKM, di antaranya pengajuan pinjaman modal, bisa dilakukan di tingkat RT.
”Untuk ekonomi, akan fokus pada pemanfaatan dana hibah untuk pengembangan UMKM. Nantinya, setiap RT akan ada anggaran yang besarnya antara Rp 15 juta-150 juta yang akan digunakan untuk kepentingan pengembangan UMKM. Tentu saja besarannya akan bergantung pada kebutuhan dan kondisi setiap wilayah. Ada pula subsidi BPJS untuk kelas tiga,” kata juru bicara Tim Pemenangan Irman-Zunnun, Muaffik Nurimansyah, Jumat (16/10).
Baca juga: Percepat Belanja Pembangunan di Sulsel
Pengamat ekonomi Universitas Hasanuddin sekaligus Rektor STIM Nitro Marzuki DEA mengatakan, siapa pun yang nantinya terpilih memimpin Makassar memang harus menjadikan pembenahan ekonomi sebagai hal utama di samping memulihkan sektor kesehatan akibat pandemi.
”Ada beberapa hal mendasar yang menjadi persoalan ekonomi di Makassar. Misalnya, alokasi sumber daya manusia yang tidak seimbang. Ada kelompok-kelompok orang menguasai aspek ekonomi yang potensial. Pemerintah juga harus terlibat dalam membuat sumber daya manusia lebih produktif. Lalu, ada pula persoalam distribusi produk dan jasa yang tidak seimbang,” kata Marzuki.
Penguasaan lahan sektor ekonomi oleh kelompok tertentu saja sudah saatnya diubah dengan pelibatan masyarakat, dalam hal ini UMKM. Hal ini akan memperkokoh dasar ekonomi dan menekan ketimpangan. Hingga 2019, rasio gini Makassar sekitar 0,39 (kategori ketimpangan sedang).
”Sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan ekonomi dengan memperhatikan aspek ideologis. Artinya, mempertimbangkan skala prioritas dan sifatnya berkelanjutan dan berbasis kerakyatan. Selama ini, pertimbangannya lebih praktis, bukan pragmatis. Ideologis itu mestinya pragmatis juga,” katanya.
Marzuki juga mengkritik belum adanya PDRB berbasis kecamatan. Ini membuat PDRB menjadi tidak jelas siapa yang menikmati. Padahal, dengan PDRB berbasis kecamatan, akan mudah memetakan setiap potensi, peluang, dan permasalahan di setiap kecamatan. Ini akan memudahkan pemerintah menentukan kebijakan ekonomi yang bisa menyentuh setiap masyarakat.
Dengan empat pasangan yang berlatar belakang birokrat dan pebisnis, masyarakat tentu berharap siapa pun yang terpilih akan membuat masyarakat dan kota ini lebih berdaya, mandiri, dan berdaulat secara ekonomi.