Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB mengeluarkan prosedur standar operasi (SOP) resepsi pernikahan untuk mencegah munculnya kluster pernikahan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Gugus Tugas Covid-19 Nusa Tenggara Barat membuat prosedur standar operasi kegiatan resepsi pernikahan untuk mencegah munculnya kluster baru Covid-19. Hingga saat ini penularan Covid-19 di NTB belum dapat dikendalikan.
Hingga Minggu (18/10/2020) sore, total pasien kasus Covid-19 di NTB mencapai 3.699 orang. Dari jumlah itu, 3.007 orang dinyatakan sembuh, 209 orang meninggal, dan 483 orang masih positif. Adapun angka kasus positif masih 10,9 persen, jauh di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Nurhandini Eka Dewi mengatakan, saat ini marak kegiatan yang mengumpulkan orang banyak, mulai dari kampanye sampai pernikahan. Terkait kampanye, sudah ada aturan jelas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membatasi maksimal 50 orang untuk rapat terbatas dan maksimal 100 orang untuk kampanye rapat umum.
Pasangan calon dan penyelenggara serta pihak terkait lain yang akan mengikuti pilkada serentak di tujuh kabupaten dan kota NTB juga sudah mendeklarasikan komitmen menerapkan protokol kesehatan pada seluruh tahapan. Mereka siap menerima sanksi jika melanggar.
Adapun terkait resepsi pernikahan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NTB telah mengeluarkan prosedur standar operasi (SOP) untuk kegiatan itu. ”Kami berharap resepsi tetap indah, tetap sakral, tetapi juga aman. Dalam arti, tidak sampai menimbulkan kluster baru atau kluster pernikahan,” kata Eka.
SOP yang dimaksud sebenarnya sama dengan protokol kesehatan yang selama ini terus didorong sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 di NTB. SOP yang pertama adalah membatasi jumlah tamu yang diundang. Kedua, melaksanakan protokol kesehatan mulai dari memakai masker hingga mengecek suhu tubuh setiap orang yang datang. ”Orang yang terindikasi suhu tubuh di atas normal tidak diperkenankan masuk,” kata Eka.
Protokol kesehatan lainnya adalah mencuci tangan sebelum masuk ruangan acara resepsi. ”Keempat, jaga jarak. Terkait itu, kami meminta WO (wedding organizer) dan keluarga mengatur kursi yang digunakan tamu berjarak satu meter dengan yang lain,” kata Eka.
Menurut Eka, untuk pengaturan jarak, pihaknya menyarankan agar keluarga memilih lokasi yang cukup luas jika ingin mengundang keluarga lebih banyak. ”Dengan begitu, pengaturan jarak bisa dilakukan dan keamanan resepsi tetap terjaga,” kata Eka.
Di Lombok, upacara adat juga menjadi salah satu rangkaian atau bagian dari prosesi pernikahan. Oleh karena itu, menurut Eka, upacara adat juga dilakukan dengan meminimalkan jumlah peserta. ”Adat tetap terjaga, keamanan juga demikian,” katanya.
Oleh karena itu, Eka berharap agar semua pihak terkait acara resepsi perkawinan, mulai dari pasangan mempelai, keluarga, tamu, hingga organisasi penyelenggara pernikahan (wedding organizer), mematuhi SOP Gugus Tugas Covid-19 NTB. ”Banyak hal yang harus direlakan di tengah pandemi. Namun, itu harus dilakukan karena semua mempunyai risiko penularan Covid-19,” kata Eka.
Lalu Satria Permadi Arif dari CV Sera Utama, penyedia fasilitas kebutuhan WO di Mataram, mengatakan pihaknya telah menerapkan protokol kesehatan sejak tamu belum masuk ruangan dan di dalam ruangan, seperti penggunaan masker, pemeriksaan suhu tubuh, cuci tangan, dan pengaturan isi ruangan.
”Jumlah yang masuk ruangan juga dibatasi, misalnya 20 orang setiap 30 menit. Begitu di dalam, jarak duduk diatur, yakni 1,5 meter sampai 2 meter,” kata Satria.
Penerapan protokol kesehatan bahkan menjadi kesepakatan awal dengan pemilik acara.
Tidak hanya ketika acara berlangsung, penerapan protokol dilakukan jauh sebelum acara. Penerapan protokol kesehatan bahkan menjadi kesepakatan awal dengan pemilik acara.
”Setiap rapat selalu membahas itu. Termasuk saat mengirim undangan, kami tetap koordinasi. Ada perjanjian juga, keluarga siap untuk tidak memasukkan orang ke dalam gedung kalau sudah berisi 30 orang,” kata Satria.
Protokol kesehatan harus dipatuhi, tidak hanya karena bisa menimbulkan kluster baru, tetapi juga bisa menghentikan mata pencarian mereka. ”Sejak pandemi, usaha WO sangat terdampak. Apalagi sempat tidak boleh ada kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Sekarang, kalau tidak patuh protokol dan ada yang kena Covid-19, bisa dilarang lagi,” kata Satria.
Terkait penyelenggaraan acara, Pemerintah Provinsi NTB juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Perda itu mengatur salah satunya tentang denda pelanggar protokol kesehatan.
Kepala Bidang Penegakan Perda Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB I Made Gania mengatakan, denda itu tidak hanya bagi perorangan (masyarakat umum dan aparatur sipil negara), tetapi juga penyelenggara acara seperti pernikahan. Denda untuk penyelenggara acara mencapai Rp 400.000.
”Kan, lumayan dendanya. Jadi, harus tetap patuhi protokol kesehatan. Tetapi, tidak cuma denda, harus patuh demi keselamatan kami juga,” kata Satria.