Bawaslu Sidoarjo Telusuri Dugaan Politik Uang hingga Kampanye di Tempat Pendidikan
Bawaslu Sidoarjo telusuri dugaan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon dan timnya. Pelanggaran itu, antara lain, politik uang, pengabaian protokol kesehatan, dan kampanye di lembaga pendidikan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menelusuri dugaan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon dan timnya. Pelanggaran itu di antaranya politik uang, pengabaian protokol kesehatan, dan kampanye di lembaga pendidikan.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Sidoarjo Agung Nugraha mengatakan, untuk menelusuri dugaan pelanggaran tersebut, pihaknya telah memanggil sejumlah pihak, seperti penyelenggara acara, peserta kegiatan, dan pengawas di tingkat kecamatan. Selain itu, pasangan calon (paslon) juga ditanyai tentang berbagai hal terkait permasalahan tersebut.
”Ada dua paslon peserta Pilkada Sidoarjo yang diperiksa, yakni nomor urut dua, pasangan Ahmad Muhdlor-Subandi, dan pasangan nomor urut tiga, Kelana Aprilianto-Dwi Astutik,” ujar Agung, Sabtu (17/10/2020).
Ahmad Muhdlor diperiksa Bawaslu dengan 15 pertanyaan. Semua pertanyaan itu terkait dugaan terjadinya politik uang pada sebuah acara yang dihadirinya. Acara itu berlangsung di rumah warga di Kecamatan Candi. Berdasarkan rekaman video yang beredar luas di masyarakat, penyelenggara atau tuan rumah membagi-bagikan uang kepada tamu yang datang, termasuk Muhdlor. Uang yang dibagikan itu pecahan Rp 50.000.
Agung mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan ini masih tahap awal dalam upaya mengumpulkan bahan dan keterangan. Setelah itu, Bawaslu akan membahas informasi yang terkumpul untuk ditetapkan apakah ada indikasi pelanggaran atau tidak.
Apabila ditemukan indikasi pelanggaran yang terkait dengan undang-undang pemilu, Bawaslu akan menindaklanjuti dengan meneruskan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Namun, apabila indikasi pelanggarannya mengarah pada protokol kesehatan, perkara akan diteruskan kepada Satgas Covid-19 Sidoarjo untuk diproses sebagai tindak pidana ringan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jatim Nomor 2 Tahun 2020.
Menanggapi tuduhan tersebut, Muhdlor yang datang ke Kantor Bawaslu Sidoarjo didampingi calon wakil bupati Subandi membantah secara tegas. Menurut dia, acara itu bukan kampanye, melainkan ”srakalan” atau kegiatan pembacaan shalawat Nabi Muhammad SAW yang digelar oleh warga. Dia datang karena diundang oleh pemilik rumah.
Ini merupakan tradisi masyarakat lokal, seperti di Madura dan Makassar. Orang yang menggelar hajatan, seperti pernikahan dan khitanan, bersedekah dengan cara memberikan uang kepada tamu yang datang. Sedekah pada acara srakalan dipercaya akan memberikan berkah atau rezeki berlimpah bagi tuan rumah. ”Jadi, tidak ada pelanggaran apa pun. Saya tidak membagikan uang. Semua informasi yang beredar itu hoaks atau fitnah untuk mendegradasi nama baik paslon nomor dua,” kata Muhdlor.
Sementara itu, paslon Kelana Aprilianto-Dwi Astutik diundang Bawaslu Sidoarjo terkait dengan dua persoalan yang mengemuka di masyarakat. Pertama, persoalan dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada kegiatan kampanye di Kecamatan Prambon. Sedangkan persoalan kedua terkait dugaan kampanye di tempat pendidikan.
Namun, paslon Kelana Aprilianto-Dwi Astutik yang dijadwalkan datang pukul 13.00 itu berhalangan hadir. Alasannya, undangan baru diterima oleh paslon. Selain itu, ada agenda kegiatan yang telah dijadwalkan pada waktu bersamaan. Mereka mendelegasikan undangan pemeriksaan itu kepada tim kampanye atau liaison officer (LO).
LO paslon nomor urut tiga, Mudzir, mengaku tidak tahu mengenai persoalan yang ditangani oleh Bawaslu Sidoarjo. Pihaknya hanya diminta datang untuk mewakili Dwi Astutik karena yang bersangkutan tidak bisa hadir. Sesuai kesepakatan dengan Bawaslu, paslon yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan PAN ini dijadwalkan ulang pemeriksaannya.
Sebelumnya, Bawaslu Sidoarjo memeriksa paslon nomor satu Bambang Haryo–Taufiqulbar, Rabu (14/10/2020). Bambang dipanggil terkait laporan Lembaga Independen Pemantau Pemilu Sidoarjo (LIPPS) ke Bawaslu, Selasa (13/10/2020). LIPPS menduga ada indikasi pelanggaran saat paslon tersebut kampanye di Pasar Selasa, Kecamatan Wonoayu, dan di sebuah garasi bus milik swasta di Kecamatan Wonoayu.
Namun, menurut Bambang, kedatangannya ke Pasar Selasa Wonoayu untuk kegiatan kampanye berupa pembagian masker. Dia juga menyapa para pedagang di sana untuk mendengarkan keluhan mereka. Di ujung pasar, dia bertemu seorang pengamen. Pengamen itu memintanya berjoget.
”Saat itulah, tiba-tiba masyarakat yang tengah berada di pasar ikut berjoget dan bergerombol,” kata Bambang Haryo.
Sementara itu, terkait kejadian di garasi bus Pratama, acaranya adalah pengambilan video untuk bahan kampanye paslon ini. Kegiatan itu melibatkan sebuah kelompok musik yang sudah enam bulan ini sepi pekerjaan karena dampak pandemi Covid-19. Tidak ada penonton.
”Saya hanya mau menghidupkan kesenian agar tak redup karena pandemi. Seluruh kegiatan itu tetap menerapkan protokol kesehatan,” ucap Bambang.