Persentase Kematian Tinggi, NTB Fokus Tangani Pasien sejak Dini
Persentase kematian pasien Covid-19 di NTB menempati posisi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Dukungan masyarakat untuk deteksi sejak awal sangat dibutuhkan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Tidak hanya terus bertambah, persentase kematian pasien positif Covid-19 di Nusa Tenggara Barat juga termasuk tinggi, bahkan menempati posisi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Kerja sama masyarakat, terutama dalam upaya deteksi dan penanganan pasien sejak dini, sangat diharapkan.
Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Kamis (15/10/2020) sore, total pasien Covid-19 di NTB mencapai 3.608 orang. Dari jumlah itu, 208 orang meninggal.
Pasien meninggal terbanyak berasal dari Kota Mataram, yaitu 87 orang, Lombok Barat 49 orang, dan Lombok Timur 22 orang. Selain itu, 15 orang berasal dari Lombok Tengah, 11 orang dari Sumbawa, 8 orang dari Dompu, 5 orang dari Lombok Utara, 4 orang dari Kabupaten Bima, 4 orang dari Kota Bima, dan 3 orang dari Sumbawa Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB Nurhandini Eka Dewi mengatakan, saat ini, persentase angka kematian pasien positif Covid-19 di NTB mencapai 5,8 persen. Itu menempatkan NTB di posisi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur dengan 7,3 persen kematian.
Menurut Eka, dari 208 orang yang meninggal, 75 persen di antaranya adalah pasien lanjut usia. Dari semua warga lansia yang meninggal, 70 persen adalah penderita komorbid atau penyakit penyerta.
Melihat itu, Eka mengajak masyarakat NTB untuk mengubah pola pikir atau mindset tentang penanganan Covid-19. ”Selama ini, rata-rata pasien yang meninggal datang terlambat. Dalam keadaan yang parah sehingga sulit bagi tenaga medis untuk menyelamatkan mereka,” kata Eka.
Di sisi lain, angka kesembuhan pasien Covid-19 di NTB juga tinggi, yakni 2.953 atau 81,8 persen. ”Artinya, kalau lebih awal kita temukan kasus-kasus Covid-19 yang masih dalam keadaan yang stabil, 81,8 persen berpeluang sembuh,” kata Eka.
Oleh karena itu, menurut Eka, apabila terdapat gejala awal, seperti demam, sakit tenggorokan, dan batuk, warga diminta segera berobat supaya tidak terlambat. Apabila datang berobat lebih awal, peluang kesembuhan akan lebih besar.
Menurut Eka, selama ini alasan keluarga terlambat membawa kerabat mereka yang memiliki gejala awal karena takut tertular di sarana kesehatan. ”Padahal, kalau dilihat, justru angka yang tertular di luar sarana kesehatan lebih besar daripada di sarana kesehatan. Empat kali lipat,” kata Eka.
Terkait hal itu, Eka mengajak masyarakat untuk mengubah pola pikir dari yang selama ini longgar untuk bepergian, tetapi kalau sakit justru takut ke sarana kesehatan dengan alasan takut tertular.
Selain terkait penanganan di awal, Eka juga mengingatkan pentingnya kontrol terhadap saudara atau orangtua dengan komorbid. ”Jika memiliki keluarga atau orangtua dengan komorbid, hindarkan mereka dari perjalanan atau keluar rumah untuk kegiatan yang tidak perlu. Itu karena berisiko berkontak dengan orang tanpa gejala (OTG),” kata Eka.
Perhatian masyarakat terhadap hal itu penting karena saat ini hampir 80 persen penularan Covid-19 di NTB melalui OTG. Apalagi, di semua kabupaten/kota, transmisi lokal masih berlangsung.
”Screening” warga lansia
Selain melibatkan keluarga, kata Eka, Pemerintah Provinsi NTB juga mendorong penapisan (screening) terhadap warga lansia dengan komorbid di sarana kesehatan.
”Para warga lansia biasanya teratur memeriksakan diri ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit. Jadi, kami sudah memiliki program, saat berobat, warga lansia diperiksa laiknya yang kami lakukan terhadap ibu hamil yang akan melahirkan (tes cepat),” kata Eka.
Jika dalam pemeriksaan itu hasilnya reaktif, akan langsung dilakukan tes usap. Jika hasil tes usapnya positif, warga lansia atau orang dengan komorbid itu langsung dirawat di rumah sakit rujukan atau rumah sakit darurat.
”Jangan pikirkan soal berapa lama isolasinya. Akan tetapi, pikirkan deteksi lebih awal karena punya prospek kesembuhan hingga 81,8 persen,” kata Eka. Upaya-upaya itu akan terus dilakukan guna menekan angka kematian pasien Covid-19 di NTB.
Di sisi lain, operasi yustisi untuk menegakkan protokol kesehatan juga masih dilakukan. Hanya saja, berdasarkan pantauan Kompas, sudah jauh lebih longgar daripada sebelumnya.
Menurut Eka, longgarnya operasi yustisi karena pada saat yang sama fokus aparat berpindah ke aksi demonstrasi menolak pengesahan RUU Cipta Kerja yang masih terus berlangsung di NTB.
Meski demikian, menurut Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi, masyarakat tetap diimbau untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan, yakni menggunakan masker, jaga jarak, rajin cuci tangan, dan menghindari kerumunan.
”Hanya dengan cara sederhana itulah mata rantai penularan Covid-19 dapat kita cegah bersama. Syaratnya adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan kolektif,” kata Gita.