Peredaran Uang Palsu di Pantura Barat Jateng Makin Marak Saat Pandemi
Di masa pandemi, peredaran uang palsu di wilayah pantura barat Jawa Tengah meningkat. Jumlah kasus sepanjang 2020 paling tinggi dalam tiga tahun terakhir.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Menurunnya perekonomian masyarakat selama pandemi Covid-19 diduga turut memicu peningkatan peredaran uang palsu di wilayah pesisir pantai utara bagian barat Jawa Tengah. Peredaran uang palsu sepanjang Januari-Oktober 2020 merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal mencatat, jumlah uang palsu yang beredar di tujuh kabupaten/kota di wilayah pantura barat sepanjang 2018 sekitar 4.000 lembar. Sementara itu, sepanjang tahun 2019, jumlah uang palsu yang beredar lebih banyak, yakni 5.246 lembar.
Adapun pada Januari-Oktober 2020, jumlah uang palsu yang beredar hampir 6.000 lembar. Namun, sepanjang Januari-September 2020, jumlah uang palsu yang beredar hanya 981 lembar. ”Jumlah itu kemudian bertambah signifikan menjadi 5.954 pada awal Oktober,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal M Taufik Amrozy di Brebes, Jawa Tengah, Kamis (15/10/2020).
Taufik menduga, penurunan kondisi perekonomian masyarakat selama pandemi turut memicu peningkatan peredaran uang palsu di pantura barat. Menurut Taufik, dalam kondisi terdesak oleh kebutuhan ekonomi, niat jahat pelaku untuk mencetak dan mengedarkan uang palsu muncul.
”Masyarakat harus lebih berhati-hati dan teliti pada saat menerima uang. Harus dicek betul bahwa uang yang diterima itu asli. Kondisi seperti sekarang ini banyak dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk mengedarkan uang palsu,” ucapnya.
Kasus peredaran uang palsu paling baru dan terbesar tahun ini diungkap jajaran Polres Brebes, Jumat (2/10/2020), di Desa Songgom Lor, Kecamatan Songgom. Dalam kasus tersebut, polisi menangkap tiga tersangka dengan barang bukti berupa 4.973 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000.
Menurut Taufik, lembaran kertas menyerupai uang yang disita Polres Brebes itu diketahui palsu berdasarkan tiga indikator. Tiga indikator itu, antara lain, tanda air dalam uang tersebut tidak bependar, tekstur kertasnya licin, serta tidak ditemukan tanda-tanda khusus yang hanya bisa dilihat menggunakan kaca pembesar.
Kepala Polres Brebes Ajun Komisaris Besar Gatot Yulianto menuturkan, tiga orang yang merupakan bagian dari jaringan peredaran uang palsu itu tertangkap saat sedang menunggu seseorang di sebuah minimarket di Desa Songgom Lor. Polisi yang sedang berpatroli merasa curiga dengan gerak-gerik tiga tersangka tersebut. Setelah dicek, di dalam kendaraan tersangka ada kardus berisi ribuan lembar uang palsu.
”Berdasarkan pengakuan para tersangka, pemesannya ini orang Semarang, tetapi janjian ketemuan di Brebes. Uang palsu itu akan diedarkan di wilayah Brebes,” kata Gatot.
Gatot menambahkan, pihaknya masih mengejar pelaku yang memerintahkan tiga tersangka tersebut untuk mengantarkan uang. Polisi juga akan mendalami kasus ini untuk membongkar jaringan peredaran uang palsu tersebut.
Salah satu tersangka, Riharjo, mengatakan, dirinya hanya mendapatkan perintah dari seseorang untuk mengantarkan paket uang palsu tersebut. Riharjo mengaku, dirinya tidak mendapat perintah untuk mengedarkan uang.
Riharjo mengaku, ia dan dua rekannya baru sekali ini beraksi di daerah Brebes. Mereka terpaksa melakukan hal itu karena membutuhkan uang untuk biaya hidup sehari-hari. ”Setahu saya, uang palsu itu dipasok dari Solo kepada orang yang memerintahkan kami untuk mengantar uang. Kalau bisa mengantar satu kardus uang tersebut, kami akan diberi imbalan sebesar Rp 12,5 juta,” katanya.
Akibat perbuatannya tersebut, Riharjo dan dua rekannya dijerat dengan Pasal 36 Ayat (3) juncto Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman hukuman bagi ketiga pelaku adalah 15 tahun penjara.