Puluhan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Sidoarjo kembali turun ke jalan menyampaikan aspirasinya, Kamis (15/10/2020). Mereka menolak RUU Cipta Kerja yang disetujui DPR untuk disahkan Presiden Joko Widodo.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Puluhan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Sidoarjo kembali turun ke jalan menyampaikan aspirasinya, Kamis (15/10/2020). Mereka menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk disahkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai undang-undang.
Unjuk rasa kali ini dilakukan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sidoarjo. Peserta unjuk rasa berasal dari enam kampus, yakni Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Maarif Hasyim Latif Sidoarjo, Universitas Sunan Giri Surabaya (Unsuri), Institut Agama Islam Al Khoziny, STAI An Najah Indonesia Mandiri Sidoarjo, dan Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo.
Rombongan mahasiswa yang berunjuk rasa itu datang dengan berjalan kaki dari alun-alun menuju gedung wakil rakyat yang berlokasi di Jalan Sultan Agung, Sidoarjo. Mereka membawa sejumlah poster dan pengeras suara untuk berorasi di depan gedung DPRD.
Koordinator lapangan aksi unjuk rasa Haedar Wahyu mengatakan unjuk rasa kali dilakukan secara damai. Selain orasi tentang aspirasi penolakan RUU Cipta Kerja, aksi juga diisi dengan istigasah atau doa bersama. Doa dipanjatkan untuk menyelamatkan bangsa dari pandemi Covid-19 dan musibah lain sebagai dampak disetujuinya RUU Cipta Kerja oleh para wakil rakyat.
Ketua PMII Sidoarjo Burhanul Muchlasoni mengatakan, mahasiswa secara tegas menolak RUU Cipta Kerja dan meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Alasan penolakan, RUU tersebut menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan investor.
”RUU Cipta Kerja tidak mencerminkan keberpihakan pemerintah kepada kepentingan masyarakat, terutama kaum pekerja atau buruh. Hak-hak para pekerja direduksi sehingga berpotensi menurunkan kesejahteraan mereka. Padahal, dalam situasi pandemi seperti ini, pekerja mengalami kesulitan ekonomi,” ujar Burhanul.
Mahasiswa mengajak para wakil rakyat di DPRD Sidoarjo berkomitmen bersama-sama menolak RUU Cipta Kerja karena tidak berasaskan ideologi Pancasila, terutama sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sebaliknya, RUU Cipta Kerja lebih mementingkan kepentingan korporasi dan oligarki, terutama terkait dengan persoalan ketenagakerjaan, lingkungan, sumber daya alam, dan pendidikan.
Para mahasiswa meminta DPRD Sidoarjo segera menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat dan DPR agar bisa ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang diharapkan adalah pembatalan RUU Cipta Kerja demi kemaslahatan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan.
Rombongan pengunjuk rasa ini ditemui Ketua DPRD Sidoarjo Usman dan Ketua Komisi D Damroni Chudori. Mereka diajak duduk bersama di teras gedung DPRD dengan menjaga jarak aman dari sebaran Covid-19. Puluhan anggota Polresta Sidoarjo berjaga selama aksi berlangsung.
Usman mengatakan, unjuk rasa terkait RUU Cipta Kerja ini merupakan gelombang ketiga yang diterima DPRD Sidoarjo. Dua unjuk rasa sebelumnya disampaikan oleh kelompok pekerja dan kelompok mahasiswa. Aspirasinya sama, yakni menolak RUU Cipta Kerja karena dinilai mencederai kepentingan rakyat.
”Terkait aspirasi pekerja dan mahasiswa tersebut, DPRD Sidoarjo tengah menyiapkan surat untuk disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI. Menurut rencana, surat akan dibawa ke Jakarta pekan depan,” ucap Usman.
Isi surat itu tidak lain menceritakan keinginan masyarakat untuk menolak RUU Cipta Kerja. Menurut Usman, pihak legislatif dalam membuat kebijakan senantiasa menampung aspirasi masyarakat dan setelah kebijakan tersebut selesai dibuat, pihaknya menyosialisasikan ke masyarakat sebelum diberlakukan. Tidak ada keinginan dari legislatif untuk membuat kebijakan yang merugikan masyarakat.
Terkait aspirasi pekerja dan mahasiswa tersebut, DPRD Sidoarjo tengah menyiapkan surat untuk disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI. Menurut rencana, surat akan dibawa ke Jakarta pekan depan.
RUU Cipta Kerja mendapat penolakan dari banyak pihak sejak proses penyusunannya hingga RUU itu dikirimkan ke Presiden Joko Widodo. Substansi RUU Cipta Kerja mengalami sejumlah perubahan dalam rentang 5-12 Oktober 2020 setelah RUU itu disetujui dalam Rapat Paripurna DPR. Dalam sepekan, substansi draf berubah-ubah lewat tiga versi draf RUU Cipta Kerja.
Versi pertama setebal 905 halaman, versi kedua setebal 1.035 halaman, dan versi ketiga setebal 812 halaman. RUU ini pun ditengarai sudah cacat formil sejak proses pembuatan draf yang minim partisipasi publik hingga proses pengesahan yang diduga mengacu pada ”kertas kosong” karena tidak adanya kepastian draf resmi, sampai sepekan setelah RUU disetujui untuk disahkan (Kompas.id, 15/10/2020).