Buang Stigma, Galang Kerja Sama bagi Pasien Korona
Stigma negatif memberikan beban ganda bagi pasien Covid-19. Selain berjuang melawan penyakit, mereka juga menerima tekanan psikis. Komunitas warga di Jawa Barat membuang stigma itu dengan menggalang solidaritas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Stigma negatif memberikan beban ganda bagi pasien Covid-19. Tidak hanya berjuang melawan penyakit, mereka juga menerima tekanan psikis. Sejumlah komunitas warga di Jawa Barat membuang stigma itu. Warga menggalang solidaritas untuk bersama-sama bertahan dari serangan virus korona.
Kepanikan menyergap warga Perumahan Cipageran Asri, Kota Cimahi, awal April lalu. Kabar seorang warga, M (45), terinfeksi virus korona jenis baru, SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, menyebar dengan cepat.
Warga sempat bingung karena kejadian ini merupakan pengalaman pertama bagi mereka. Ada warga yang ingin pindah rumah. Beberapa orang lainnya mengusulkan agar M segera dibawa ke rumah sakit.
Sempat ada keresahan warga karena khawatir virus korona akan menyebar. Namun, situasinya masih bisa ditenangkan. (Yuli Setya Indartono)
”Sempat ada keresahan warga karena khawatir virus korona akan menyebar. Namun, situasinya masih bisa ditenangkan,” ujar Yuli Setya Indartono, tokoh masyarakat setempat, Minggu (11/10/2020).
Tak ingin kepanikan berlarut, Yuli bersama sejumlah tokoh masyarakat lainnya berdiskusi membahas masalah itu. Terlebih dahulu mereka memastikan informasi M terpapar Covid-19 bukan kabar bohong.
Setelah mendapatkan konfirmasi dari puskesmas setempat, dilakukan dialog untuk mencari solusi. Selain M, istri, anak, adik, dan ibu mertuanya juga terkonfirmasi positif.
Mereka juga mendapatkan saran dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi tentang penyebaran Covid-19 dan metode perawatan pasien. Tidak semua pasien positif Covid-19 harus dirawat di rumah sakit. Apalagi jika pasien tidak bergejala sakit.
M dan keluarganya menjalani isolasi mandiri di rumah. Warga berinisiatif menyediakan makanan untuk mereka. Dengan begitu, M tidak perlu keluar rumah sehingga meminimalkan potensi penularan Covid-19.
Yuli menuturkan, warga membantu secara sukarela. Mereka urunan untuk menyediakan bahan makanan. Setelah dimasak, makanan diantar ke rumah M setiap hari.
Kepedulian warga itu tetap mematuhi protokol kesehatan. Tidak ada kontak fisik antara warga dengan M dan keluarganya. Warga yang mengantar makanan wajib menggunakan masker dan sarung tangan.
Bantuan warga menyuplai makanan setiap hari membuat M dan keluarganya bisa fokus pada proses penyembuhan. Akhir April, istri, anak, adik, dan mertuanya sembuh. Sementara M baru dinyatakan negatif Covid-19 pada pertengahan Mei 2020 setelah diisolasi selama tiga pekan di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jabar.
”Setelah sembuh, M dan keluarganya diterima dengan baik. Tidak ada gejolak di masyarakat. Mereka juga menyampaikan terima kasih kepada warga,” ujarnya.
Menembus batas
Kepedulian terhadap keluarga M juga mempererat kerukunan warga. Kerukunan itu menembus batas perbedaan. M merupakan umat Kristen yang tinggal di lingkungan mayoritas Muslim.
”Warga membantu tanpa memandang perbedaan agama. Sudah semestinya bersama-sama menolong pasien Covid-19 yang sedang berjuang untuk sembuh,” ujarnya.
Solidaritas juga datang dari warga RT 001 RW 003 Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Awal Juni lalu, seorang warga di RT itu terkonfirmasi positif Covid-19.
Warga memang tidak urunan menyediakan makanan bagi pasien Covid-19 dan keluarganya. Sebab, bantuan makanan disediakan pemerintah desa setempat melalui dana dari pemerintah kabupaten dan provinsi.
Akan tetapi, sejumlah warga bertugas membagikan makanan ke setiap rumah. Tujuannya agar warga tidak keluar rumah sehingga mengurangi potensi penularan Covid-19.
Setiap hari, petugas juga mengukur suhu tubuh semua warga dan melaporkan kondisi kesehatannya ke puskesmas. Dengan begitu, ketika ditemukan warga dengan gejala Covid-19, dapat segera diperiksa.
Kepedulian warga itu merupakan bentuk penerapan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) di kawasan tersebut. Dengan pembatasan itu, virus korona tidak menular ke warga lainnya.
”PSBM diterapkan demi memutus penyebaran Covid-19. Jadi, akses dan aktivitas warga dibatasi sementara waktu,” ujar Kepala Desa Tanimulya Lili Suhaeli Bakhtiar.
Untuk mendeteksi penyebaran virus korona, 225 warga mengikuti tes usap dan hasilnya negatif Covid-19. Akan tetapi, warga tetap diminta mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Menurut Lili, pasien Covid-19 membutuhkan dukungan dari warga di sekitarnya, bukannya dikucilkan karena akan membuat pasien semakin tertekan.
Dalam sejumlah kesempatan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta warga tidak memberikan stigma negatif kepada pasien Covid-19. ”Saya berharap warga tidak paranoid dan tidak memberi stigma yang aneh-aneh,” ujarnya.
Meski pandemi belum tahu kapan berakhir, pelajaran dari masyarakat di Jabar ini menunjukkan solidaritas dan kerja sama warga merupakan senjata ampuh melawan wabah.