141 Lubang Tambang Emas Liar di Taman Nasional Ditutup
141 lubang tambang emas ilegal di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang masuk wilayah Bolaang Mongondow ditutup. Pengurus taman nasional berupaya menciptakan sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat sekitar.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sebanyak 141 lubang tambang emas ilegal di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang masuk wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, ditutup dengan ditimbun lumpur. Pengelola taman nasional masih terus berupaya menciptakan sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat sekitar kawasan agar berhenti menambang secara ilegal.
Lubang-lubang penambangan emas tanpa izin (PETI) yang ditutup itu berada di area Desa Tanoyan Selatan, Kecamatan Lolayan dan Desa Ikuna, Kecamatan Dumoga Tenggara. Lubang-lubang tambang itu tersebar di lahan seluas 1,15 hektar. Tim operasi gabungan menutupnya dengan lumpur menggunakan alat berat.
Dihubungi dari Manado, Sulawesi Utara, Kamis (15/10/2020), Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) Supriyanto mengatakan, setidaknya 150-200 batang pohon nantu dan tanaman kayu lain ditanam di wilayah tambang. Jalan akses untuk alat berat juga ditutup dengan ditanami pohon. ”Ini berlangsung sekitar seminggu,” katanya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari penangkapan terhadap dua terdakwa pelaku PETI pada Februari 2020 dengan alat bukti sebuah ekskavator. Supriyanto mengatakan, salah satu terdakwa telah dipidana penjara tiga tahun dengan denda Rp 1,5 miliar, sedangkan yang lainnya dibebaskan.
Penutupan lubang tambang dengan lumpur pun diharapkan menjadi metode yang dapat terus berlanjut. ”Kami lakukan bersama Balai Gakkum LHK (Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Tantangannya, tidak semua area dapat dimasuki alat berat. Kami akan coba menggunakan selang pemadam kebakaran,” kata Supriyanto.
Direktur Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani menambahkan, pihaknya tidak berhenti menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan PETI. ”Kami akan mengembangkan hasil operasi ini sampai bisa mendapatkan dalangnya. Kejahatan terhadap lingkungan tidak dapat dibiarkan,” katanya.
Sepanjang 2020, pencegahan dan penghentian PETI telah dilaksanakan di 14 titik.
Bupati Bolaang Mongondow Yasti Soepredjo Mokoagow menyatakan dukungan bagi penutupan lubang PETI. Sebab, daerah yang dipimpinnya itu rutin terimbas bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor, hampir setiap tahun. Ia juga mengkhawatirkan pencemaran lingkungan akibat bahan pengolah emas seperti merkuri dan sianida.
Meski demikian, Supriyanto mengakui, penambangan ilegal masih sangat sulit diatasi. Sepanjang 2020, pencegahan dan penghentian PETI telah dilaksanakan di 14 titik. Namun, potensi emas yang besar menyebabkan penutupan satu titik tambang hanya akan disusul pembukaan lokasi PETI di tempat lain.
Hingga pertengahan 2019 tercatat ada 455,5 hektar dari hutan lindung seluas 282.000 hektar di TNBNW yang telah diubah menjadi lokasi PETI. Di Bolaang Mongondow, tambang ilegal paling banyak ditemukan di wilayah Dumoga Raya. Beberapa desa, seperti Doloduo dan Toraut, merupakan yang paling rawan PETI.
Pada saat yang sama, Balai TNBNW hanya memiliki 38 polisi hutan yang dibantu 34 warga sebagai Masyarakat Mitra Polhut. Karena itu, Balai TNBNW berusaha mengajak masyarakat untuk memaksimalkan nilai ekonomi yang ditawarkan kawasan taman nasional tanpa harus merusaknya, yaitu melalui pemulihan ekosistem kolaboratif.
Ini dilakukan dengan mengajak masyarakat menanam beberapa jenis pohon di dalam kawasan untuk mendapatkan hasil hutan bukan kayu, seperti pala, aren, dan kemiri. ”Kami menambah sarana dan prasarana produksi gula aren bagi masyarakat yang sudah bisa mengolah. Kemiri juga dimaksimalkan karena nilainya bisa sampai Rp 60 juta per tahun,” kata Supriyanto.
Pengurus Balai TNBNW juga membentuk komunitas pencinta alam (KPA) di wilayah yang punya potensi wisata. Di Desa Toraut Utara, Dumoga Barat, misalnya, telah dibentuk KPA Tarsius untuk mengembangkan wisata arung jeram (river tubing) dan bumi perkemahan.
Paling baru, masyarakat dilatih memanfaatkan tongkol jagung sebagai media menumbuhkan jamur yang bisa dikonsumsi. Nilai jamur diperkirakan mencapai Rp 40.000 per kilogram. Di samping itu, dibentuk pula komunitas Perempuan Inspiratif Mitra Polisi Hutan yang kini masih beranggotakan 15 orang. Mereka diajak memanfaatkan dedaunan dari kawasan untuk membuat batik cetak (ecoprint) serta cenderamata lainnya.
”Kami juga latih mereka untuk menyosialisasikan program-program kami. Jadi, kegiatan masyarakat di sekitar kawasan bisa terus berlangsung tanpa harus melanggar hukum,” ujar Supriyanto.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono mengatakan, sumber daya alam negara akan habis jika dieksploitasi secara ilegal oleh segelintir oknum. Karena itu, Sustyo berharap pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat sekitar kawasan bisa berdampak maksimal bagi pelestarian alam.
”Kami harap masyarakat yang kami latih bisa menjadi pelopor dan role model (teladan) dalam mengubah perilaku para penambang ilegal, serta menginspirasi munculnya mata pencarian baru,” katanya.