Putusan Belum Selesai, Vonis Bupati Solok Selatan Nonaktif Ditunda
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang menunda pembacaan putusan kasus dugaan korupsi Bupati Solok Selatan nonaktif Muzni Zakaria pekan depan karena berkas putusan belum selesai.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang menunda pembacaan putusan kasus dugaan korupsi Bupati Solok Selatan nonaktif Muzni Zakaria, pekan depan, karena berkas putusan belum selesai. Sebelumnya, Muzni dituntut enam tahun penjara oleh jaksa atas dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Solok Selatan, Sumatera Barat.
Ketua majelis hakim Yoserizal, dalam sidang pembacaan putusan di Padang, Sumbar, Rabu (14/10/2020), mengatakan, berkas putusan kasus dugaan korupsi Muzni belum selesai karena pihaknya ada kegiatan dalam dua pekan ini. Yoserizal meminta sidang ditunda satu pekan untuk menyelesaikan berkas putusan.
”Kami meminta waktu satu minggu ini. Putusan insya Allah akan kami bacakan tanggal 21 Oktober 2020,” kata Yoserizal dalam sidang, Rabu siang.
Sidang dihadiri langsung oleh terdakwa Muzni Zakaria. Sementara jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dan penasihat hukum terdakwa mengikuti sidang melalui video konferensi. Dalam sidang, hadir pula mantan Sekretaris Daerah Solok Selatan Yulian Efi.
Di luar sidang, Yoserizal menjelaskan, alasan berkas putusan belum selesai bermacam-macam, bisa jadi musyawarah antarhakim belum cocok ataupun konsepnya belum selesai. Namun, Yoserizal menegaskan tidak ada masalah apa-apa dalam penundaan pembacaan putusan ini.
Yoserizal mengaku, majelis hakim sibuk dalam dua minggu ini karena banyak kegiatan, salah satunya kegiatan surveilans yang hendak dilakukan oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. ”Kami mau disurveilans oleh Dirjen Badilum. Jadi, terbagi perhatian kami ke sana,” ujar Yoserizal yang juga Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
Muzni diduga telah menerima suap dari Muhammad Yamin Kahar, pemilik Grup Dempo, terkait proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Solok Selatan tahun anggaran 2018. Dalam tuntutan, jaksa penuntut umum KPK menyebut, Muzni menerima uang ataupun barang senilai Rp 3,375 miliar dari Muhammad Yamin Kahar.
Jaksa penuntut umum KPK menuntut majelis hakim menghukum Muzni dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, Rabu (16/9/2020), jaksa penuntut umum KPK menuntut majelis hakim menghukum Muzni dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan. Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.
Jaksa menyebut Muzni melanggar Pasal 12 Huruf (b) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
”(Menuntut majelis hakim untuk) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp 250 juta subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan,” kata Rikhi Benindo Maghaz, didampingi Rio Frandy dan Januar Dwi Nugroho, jaksa penuntut umum KPK, dalam tuntutan, Rabu (16/9/2020).
Menurut jaksa, hal-hal yang memberatkan Muzni adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, terdakwa tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya, serta kedua proyek tersebut belum selesai dan belum dapat dilanjutkan. Adapun hal-hal yang meringankan terdakwa, yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa bersikap sopan selama dalam persidangan.
Selain enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan, jaksa juga menuntut majelis hakim memberikan pidana tambahan kepada Muzni untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 3,375 miliar.