Pascabentrok, Warga Dua Nagari di Tanah Datar Sepakat Berdamai
Warga Nagari Sumpur dan Nahari Padang Laweh Malalo di Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar, Sumatera Barat, sepakat berdamai. Sebelumnya sempat muncul konflik di antara kedua belah pihak akibat sengketa tanah.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Warga Nagari Sumpur dan Nagari Padang Laweh Malalo di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, akhirnya sepakat berdamai. Konflik sempat memanas di antara warga dua nagari bertetangga itu karena ada pemasangan plang kepemilikan aset di tanah yang sedang disengketakan di pengadilan.
Camat Batipuh Selatan Herru Rachman, Senin (13/10/2020), mengatakan, proses mediasi di kantor Kepolisian Resor Padang Panjang berlangsung hingga Senin malam. Mediasi diikuti semua tokoh masyarakat kedua nagari, wali nagari, ninik mamak (tokoh adat), dan pemuda. ”Kedua nagari sepakat untuk berdamai,” kata Herru, Senin malam.
Sebelumnya, Senin (12/10/2020), masyarakat dua nagari itu dilaporkan bentrok akibat konflik tapal batas. Sebanyak sebelas sepeda motor dibakar dan satu rumah dirusak oleh massa. Adapun pada 5 Desember 2019, bentrok terkait tapal batas juga terjadi antara warga Nagari Sumpur dan Nagari Bungo Tanjung di sekitar lokasi tersebut. Saat itu, sejumlah warga sempat dilarikan ke rumah sakit karena luka-luka.
Herru menjelaskan, konflik ini bukan bentrokan di antara dua nagari terkait tapal batas nagari sebagaimana tersiar di media sosial. Menurut dia, konflik berlangsung antara masyarakat Nagari Padang Laweh Malalo dan seorang investor yang merupakan perantau di Nagari Sumpur.
Menurut Herru, konflik bermula dari pemasangan plang berisi tulisan informasi akan dibangun obyek wisata dan pagar kawat di tanah seluas 60 hektar di sekitar perbatasan dua nagari, Senin siang. Plang juga mencantumkan nomor surat yang diklaim sebagai izin gubernur. Padahal, lokasi itu masih dalam status sengketa di antara dua nagari dan prosesnya masih berlangsung di Pengadilan Negeri Padang Panjang.
Masyarakat Nagari Padang Laweh Malalo yang mengetahui pemasangan plang itu marah karena lokasi tersebut masih dalam status sengketa. Pada Senin siang, ratusan masyarakat Nagari Padang Laweh Malalo berbondong-bondong ke lokasi tersebut untuk mencabut plang. Kondisi tidak terkendali sehingga terjadi pembakaran sepeda motor dan perusakan bangunan di sekitar lokasi.
”Dalam situasi kacau dan panas itu, terjadi perusakan di perbatasan tersebut. Namun, tidak sampai ada bentrok fisik di antara masyarakat dua nagari seperti kejadian 5 Desember 2019,” ujar Herru.
Untuk sementara, kedua belah pihak diminta tidak melakukan pembangunan apa pun di lahan sengketa tersebut.
Herru menambahkan, untuk sementara, kedua belah pihak diminta tidak melakukan pembangunan apa pun di lahan sengketa tersebut. Adapun gugatan secara perdata oleh Nagari Padang Laweh Malalo terhadap tanah di perbatasan yang sertifikatnya diterbitkan warga melalui permohonan di Nagari Sumpur itu masih terus berjalan di pengadilan.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, Selasa (13/10/2020), membenarkan terjadi konflik di antara kedua belah pihak itu. Polisi sejak Senin sudah berupaya memediasi kedua belah pihak yang bertikai. ”Suasana sudah mereda,” kata Satake.
Satake membenarkan ada sebelas sepeda motor dibakar dan satu rumah dirusak warga di Nagari Sumpur. Walakin, tidak ada korban jiwa dan luka-luka akibat kejadian itu. Polda Sumbar mengirimkan satu peleton anggota Brigade Mobil untuk mengamankan lokasi.
Menurut Satake, sengketa tapal batas nagari itu sebenarnya masih dalam persidangan di Pengadilan Negeri Padang Panjang. Oleh sebab itu, obyek sengketa masih bersifat status quo. Namun, salah satu pihak memasang plang kepemilikan di obyek sengketa sehingga konflik memanas.
”Kedua belah pihak kami minta menahan diri sampai hasil keputusan kasus perdatanya keluar. Jangan sampai terjadi permasalahan kembali,” kata Satake.