Bengkel Kehidupan Bekal Menata Masa Depan
Pandemi membawa mimpi buruk bagi semua orang tanpa kecuali. Namun, kolaborasi bisa jadi kunci untuk tetap bertahan meskipun jalannya tak mudah ditapaki.
Pandemi Covid-19 menjadi mimpi buruk bagi Asep Buhori (43). Maret lalu, mantan petugas satpam pabrik pakan burung di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, itu mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Lewat bengkel mungil di desanya, bersama rekan senasib seperti dirinya, Asep berjuang menata masa depan kehidupannya.
Tangan kekar Asep menyambar tang yang digantungkan di dinding Bengkel Pertamax Otopreneur di Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang, Bandung Barat, Jumat (2/10/2020) siang. Dengan sekali tarikan, ia mencabut tutup tempat oli sepeda motor konsumennya.
Satu liter oli dituangkan untuk melumasi mesin kendaraan tersebut. ”Kemarin motor ini mogok. Setelah dicek, ternyata olinya kering. Mungkin sudah lama enggak diganti,” ujarnya.
Siang itu, cuma satu sepeda motor yang mampir ke bengkelnya. Namun, itu sudah cukup menghadirkan senyum di wajahnya.
Bapak dua anak itu berharap, bengkel tersebut kembali memutar roda perekonomian keluarga yang seret selama pandemi. Sejak di-PHK enam bulan lalu, ia tidak lagi mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan.
Berbagai pekerjaan, mulai dari tukang parkir sampai pengemudi ojek, dijalani untuk menyambung hidup. Penghasilannya tak menentu. Namun, ia menyadari, banting tulang di saat sulit jauh lebih baik ketimbang meratapi nasib.
Saat menjadi pekerja pabrik, Asep menerima upah Rp 2,8 juta per bulan. Penghasilan itu digunakan untuk menghidupi keluarganya.
Baca juga : Bukan Gatot Kaca Mencari Energi untuk Negeri
Akan tetapi, sejak Maret, tidak ada lagi penghasilan tetap. Perekonomian keluarganya mulai goyang. Setengah tahun berlalu, belum ada tanda-tanda ia akan dipekerjakan kembali.
Situasi sulit memaksanya memeras otak. Bersama warga korban PHK lainnya, ia sering berdiskusi untuk membuka usaha. Mereka sepakat merintis bengkel karena punya pengalaman dalam mengoperasikan mesin.
Melalui Ketua RW 008 Desa Kertajaya, Maman Hermana (51), Asep bersama sejumlah warga mengajukan proposal untuk mendapatkan bantuan program pemberdayaan masyarakat dari PT Pertamina.
”Kami sangat mengharapkan dukungan pemberdayaan seperti ini karena terkendala modal untuk memulai usaha,” ujar Asep, yang dipercaya menjadi kepala mekanik di bengkel itu.
Selain dana puluhan juta rupiah untuk merenovasi bangunan menjadi bengkel, Asep dan kawan-kawan juga mendapatkan bantuan onderdil sepeda motor, pelumas, dan pelatihan selama dua minggu.
Pada bulan pertama bekerja di bengkel itu, Asep tak mau muluk-muluk. Ia tidak langsung menargetkan penghasilan setara dengan bekerja di pabrik. ”Fokus saat ini promosi ke warga sekitar, perkantoran, dan komunitas sepeda motor. Kalau pelanggan sudah banyak, penghasilan akan meningkat,” ujarnya.
Asep tidak berjuang sendiri. Lima warga Kertajaya lainnya juga ikut merintis bengkel itu, salah satunya Dede Rohana (50). Perekonomian keluarga Dede mulai limbung sejak Oktober 2019. Perusahaan biskuit tempatnya bekerja di Kota Cimahi, Jabar, dilanda krisis. Upahnya pun dipangkas 30 persen. Ia hanya digaji Rp 1,89 juta dari sebelumnya Rp 2,7 juta per bulan.
Empat bulan berselang, kondisi perusahaan semakin parah. Ia di-PHK sehingga tidak lagi mendapatkan penghasilan rutin setiap bulan.
Di perusahaan itu, Dede bekerja sebagai operator mesin. Oleh karena itu, ia tidak ragu saat mendapat kesempatan merintis usaha bengkel. ”Anak saya tiga. Dua sudah berkeluarga, satu masih SMA. Jadi, harus tetap bekerja kerena masih ada tanggungan,” ujarnya.
Dede optimistis, bengkel berukuran 5 meter x 3,5 meter itu punya masa depan cerah. Menurut dia, jasa memperbaiki sepeda motor akan tetap diminati saat pandemi. ”Keperluan memperbaiki motor tidak bisa ditunda karena selalu digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Jadi, jasa bengkel akan tetap laku,” ujarnya.
Selain itu, lokasi bengkel di Jalan Panaris dinilai strategis karena hanya berjarak 350 meter dari Stasiun Padalarang dan 650 meter dari Jalan Raya Padalarang. Jalan itu juga jalur menuju Kantor Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.
Bengkel panggilan
Dede bersama rekan-rekannya sedang merancang brosur sebagai media promosi bengkel tersebut. Brosur itu direncanakan akan dibagikan ke setiap pengurus RW di desa tersebut.
Mereka juga menjajaki kerja sama dengan komunitas sepeda motor. Harapannya, perawatan atau servis rutin kendaraan anggota komunitas bisa dilakukan di bengkel itu.
Bapak tiga anak itu menyadari, kesibukan sering membuat pemilik sepeda motor tidak punya waktu ke bengkel. Apalagi di masa pandemi, warga membatasi diri beraktivitas di luar rumah. ”Kami berencana menerapkan sistem bengkel panggilan. Jadi, konsumen tinggal telepon dan mekanik akan datang ke rumah,” ujarnya.
Akan tetapi, dibutuhkan tambahan 3-5 mekanik lagi. Oleh sebab itu, mereka membuka kesempatan kepada warga lainnya untuk ikut memajukan bengkel tersebut. ”Ayo, sama-sama belajar di bengkel ini. Setelah punya kemampuan, juga bisa membuka cabang (bengkel) dan mempekerjakan orang lain,” ucapnya.
Senior Supervisor Receiving Storage and Distribution Fuel Pertamina Terminal Bandung Group Firman Nugroho berharap, bengkel itu menjadi sarana bagi warga untuk tetap produktif di tengah pandemi Covid-19.
”Ini merupakan program pemberdayaan masyarakat. Semoga bengkel ini bisa berkembang dan menjadi pilihan pertama warga untuk memperbaiki dan servis sepeda motor,” ujarnya.
Unit Manager Communication Relations & CSR Pertamina Marketing Operation Region III Eko Kristiawan menjelaskan, pihaknya merangkul enam orang di Kertajaya untuk diberdayakan di bengkel itu. Mereka merupakan tulang punggung keluarga yang terkena PHK karena pandemi Covid-19.
”Kami memahami saat ini kondisi sedang sulit. Diharapkan dengan kegiatan ini, beban masyarakat bisa sedikit terbantu,” ujarnya.
Bengkel Pertamax Otopreneur di Kertajaya merupakan yang ketiga di Bandung Raya. Dua bengkel sebelumnya digagas tahun lalu di Kota Bandung dengan memberdayakan anak-anak putus sekolah.
Ini merupakan program pemberdayaan masyarakat. Semoga bengkel ini bisa berkembang dan menjadi pilihan pertama warga untuk memperbaiki dan servis sepeda motor.
Anton Hilman (30), mekanik di Bengkel Pertamax Otopreneur Cinambo, Kota Bandung, mengatakan, sejumlah anak putus sekolah sempat menimba ilmu perbengkelan di tempat itu. Namun, mereka sudah keluar dalam tiga bulan pertama sejak bengkel diresmikan September tahun lalu.
Saat ini, tinggal Anton dan rekannya, Irwan (29), yang bertahan. ”Beberapa melanjutkan bekerja di bengkel lain. Ada juga yang beralih ke pekerjaan lain,” ujarnya, Kamis (9/10/2020) siang.
Menurut Anton, merintis usaha bengkel mesti sabar dan konsisten. Sebab, buah manisnya tidak datang secara instan. Baginya, bengkel berukuran 3 meter x 5 meter itu menjadi pintu rezeki baru yang harus dimanfaatkan dengan kerja keras.
Sebab, ia sempat merasakan pahitnya tak punya penghasilan tetap. Setelah di-PHK dari bengkel resmi pabrikan sepeda motor pada 2016, ia tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Berbekal pengalaman menjadi mekanik, Anton menerima jasa perbaikan sepeda motor di rumahnya. Namun, pelanggannya terbatas. Hanya beberapa teman dekat dan tetangga.
Dalam sehari, belum tentu ada pelanggan datang. Penghasilannya tak sampai Rp 1 juta per bulan. Padahal, saat bekerja di bengkel resmi, ia digaji Rp 2,3 juta per bulan.
Bapak tiga anak itu berencana membuka bengkel sendiri. Namun, ia tak mempunyai dana untuk menyewa tempat, membeli peralatan dan suku cadang.
Merintis usaha bengkel mesti sabar dan konsisten. Sebab, buah manisnya tidak datang secara instan.
Kegundahannya terjawab ketika mendapat bantuan Pertamina untuk membuka Bengkel Pertamax Otopreneur di Cinambo. Tak hanya menerima bantuan uang sewa tempat, Anton juga diberi peralatan, beberapa onderdil dan oli, serta pelatihan.
Berkat kegigihannya, bengkel itu berkembang. Berkisar 40-50 sepeda motor mampir ke bengkelnya setiap bulan. Jasa servisnya beragam, mulai dari memperbaiki kanvas rem hingga turun mesin.
Pendapatannya dari bengkel itu sekitar Rp 3 juta per bulan. Itu hanya pembayaran jasa, belum termasuk keuntungan menjual suku cadang.
”Keuntungannya dibelanjakan lagi membeli suku cadang. Jadi, ini seperti investasi jika suatu waktu keuangan menipis,” ujarnya. Anton juga mengikuti saran pihak Pertamina untuk menabung Rp 50.000 per hari.
Hal ini terbukti ampuh ketika pandemi melanda Maret 2020. Dalam tiga bulan, Maret-Juni, penghasilannya anjlok menjadi Rp 1 juta per bulan. Ia memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan menggunakan tabungan tersebut.
”Stok suku cadang juga masih tersedia. Jadi, enggak terlalu pusing memikirkan uang untuk belanja barang,” ujar lulusan SMKN 6 Bandung itu.
Di masa sulit seperti sekarang, bengkel-bengkel mungil itu menyimpan harapan besar bagi warga korban PHK yang tetap gigih berusaha. Merintis jalan baru untuk bangkit menghapus mimpi buruk akibat pandemi.
Baca juga : ”Sang Pemburu” yang Terus Diburu