Keterlibatan Anak dalam Aksi Tolak RUU Cipta Kerja di Magelang Masih Terjadi
Keterlibatan anak dalam aksi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, masih terjadi. Sebagian dari mereka mengaku hanya diajak pihak tertentu untuk ikut dalam aksi itu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Keterlibatan anak dalam aksi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, masih terjadi. Sebagian dari mereka mengaku hanya diajak pihak tertentu untuk ikut dalam aksi itu.
Hal ini terlihat dalam dua kali aksi di sekitar Mal Artos di Kabupaten Magelang, Jumat (9/10/2020), dan Gedung DPRD Kota Magelang, Jawa Tengah, Selasa (13/10/2020). Anak-anak itu masih berstatus pelajar SMP dan SMA/SMK.
”Pada Jumat, mereka mengaku digerakkan tagar#STMBergerak di media sosial. Sedangkan demo hari ini mengakunya diundang hadir,” ujar Kepala Kepolisian Resor Magelang Kota Ajun Komisaris Besar Nugroho Ari Setyawan, Selasa.
Pada Selasa, 85 siswa SMK dihalau saat akan bergabung dengan mahasiswa di depan Gedung DPRD. Sedangkan lebih dari 20 siswa lainnya ditangkap saat melempar mercon di Jalan Ikhlas, Kota Magelang. Sebagian anak diduga mengonsumsi minuman keras.
Sebelumnya, pada Jumat, polisi menangkap 149 pelajar SMP dan SMA. Sekalipun sudah dilepas dan pulang ke rumah masing-masing, semuanya akan kembali diperiksa terkait kerusuhan dan perusakan aset serta fasilitas Pemerintah Kota Magelang. Sebanyak 112 anak di antaranya diduga terlibat dalam perusakan.
”Kami perlu memperdalam penyelidikan, meminta keterangan kembali, untuk mengetahui dan memperjelas peran masing-masing. Siapa yang menjadi pelaku perusakan dan siapa inisiatornya,” ujarnya. Saat ditangkap, anak-anak itu membawa botol kaca, batu, dan senjata tajam seperti parang hingga pedang.
Kepala Kepolisian Daerah Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi mengatakan sangat menghargai kebebasan setiap orang untuk bersuara dan mengeluarkan pendapat masing-masing. Namun, polisi pun akan memiliki beragam reaksi bergantung pada bentuk demo yang digelar.
”Jika demo berlangsung tertib, polisi pun akan melayani dengan santun dan humanis. Namun, jika pelaksanaan demo melanggar aturan, polisi tidak segan bertindak tegas,” ujarnya.
Bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jateng dan pemerintah daerah setempat, Ahmad mengatakan, pihaknya terus intens memantau pelaksanaan demo yang berlangsung di sejumlah wilayah di Jateng.
Terkait dengan aksi kerusuhan, Polda Jateng masih memperdalam penyidikan terhadap empat mahasiswa. Mereka menjadi pelaku kerusuhan pada demo menolak RUU Cipta Kerja di Semarang, Rabu (7/10/2020).
”Saat ini, kami masih berupaya memperdalam penyidikan untuk mengetahui apakah empat orang ini juga terlibat dan berperan dalam kerusuhan di daerah-daerah lain,” ujarnya.