Terdampak Banjir dan Longsor, Jabar Selatan Diminta Waspada
Akibat hujan deras sejak Senin (12/10/2020) dini hari, seorang warga meninggal dan ratusan rumah terdampak banjir serta longsor di Garut dan Tasikmalaya. Bencana serupa masih mengancam akibat potensi La Nina.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Bencana alam tanah longsor di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (12/10/2020), memakan korban jiwa. Hujan deras juga ikut memicu banjir bandang di Kabupaten Garut. Memasuki musim hujan, semua daerah di Jawa Barat diperkirakan kian rawan dilanda bencana alam.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, hujan deras sejak Minggu (11/10/2020) memicu tanah longsor di 12 kecamatan. Akibatnya, longsor menimbun rumah dan jalan. Seorang warga di Kecamatan Gunung Tanjung tewas akibat kejadian ini. Sejumlah ruas jalan juga tertutup tanah. Salah satunya, akses jalan Kecamatan Manonjaya-Gunung Tanjung-Salopa.
Sementara itu, tiga kecamatan di Kabupaten Garut, yaitu Pameungpeuk, Cibalong, dan Cikelet, terdampak banjir. Luapan air berasal dari Sungai Cipalebuh, Cikaso, dan Cibera.
BPBD Jabar mencatat lebih dari 800 rumah terdampak banjir di Pameungpeuk dan Cibalong dengan ketinggian banjir lebih dari 1 meter. Bahkan, sebagian Pameungpeuk terendam banjir hingga 1,5 meter.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum yang meninjau lokasi bencana di Tasikmalaya, Senin, menyatakan, bencana di Kabupaten Tasikmalaya tersebar di 35 lokasi di 12 kecamatan. ”Secara geografis, Tasikmalaya memiliki banyak daerah bertebing curam. Harapan kami, masyarakat tetap waspada,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Jabar Budi Budiman memaparkan, jalur penghubung Garut-Pameungpeuk di Cikajang, Cisompet, dan Jalan Raya Pameungpeuk terputus akibat banjir dan longsor. Tidak hanya itu, area persawahan seluas 1 hektar di Cikelet terdampak dengan potensi hasil panen yang terbawa arus hingga 1,5 ton.
”Dalam pendataan tidak ada korban jiwa. Kami tetap memantau dan berkoordinasi dengan pejabat kewilayahan terkait dan aparat desa setempat. Jumlah warga yang terdampak masih didata dan terdapat titik pengungsian di setiap kantor pemerintahan serta wilayah aman lainnya,” papar Budi.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Bogor Abdul Mutholib menjelaskan, potensi hujan yang tinggi masih terjadi sebagai akibat fenomena La Nina. Fenomena cuaca akibat dinginnya suhu di permukaan Samudra Pasifik ini berdampak pada curah hujan tinggi di Indonesia.
Hal ini diprediksi berdampak pada potensi bencana hidrometeorologis atau bencana akibat cuaca ekstrem, seperti longsor dan banjir yang semakin tinggi. ”Pada bulan Oktober, zona musim di sebagian Jabar sudah memasuki musim hujan, di antaranya Garut dan Tasikmalaya. Apalagi, fenomena La Nina ini berdampak pada peningkatan akumulasi hujan,” ujarnya.