Situs Gedog Diduga Petirtaan atau Candi pada Masa Singosari
Hari ini BPCB mengakhiri proses ekskavasi tahap dua Situs Gedog di Blitar, Jawa Timur. Kemungkinan jenis bangunan dari situs ini adalah petirtaan atau candi yang dibangun pada masa Singasari.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, Senin (12/10/2020), mengakhiri proses ekskavasi tahap dua Situs Gedog di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur. Ekskavasi tahap kali ini dimulai 5 Oktober dan berlangsung selama satu pekan.
Hasil ekskavasi menyatakan ada dua kemungkinan jenis bangunan dari situs itu. Asumsi pertama, situs tersebut merupakan bangunan petirtaan, sedangkan dugaan kedua adalah candi. Ekskavasi lanjutan tahun depan diperlukan untuk menyingkap lebih detail situs tersebut. Sebelumnya, ekskavasi tahap pertama dilakukan pada 7-11 Oktober 2019.
Ketua Tim Ekskavasi Situs Gedog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Nugroho Harjo Lukito mengatakan, dalam proses ekskavasi tahap dua ini pihaknya menemukan dasar bangunan induk yang berupa struktur batu bata. Struktur itu bisa mengarah ke petirtaan ataupun candi.
”Kami menemukan struktur yang diperkirakan candi atau petirtaan karena bagian luar belum kelihatan. Bagian luar masih melebar sehingga belum diketahui. Ini punya potensi untuk dikembangkan, dilakukan ekskavasi total tahun depan,” ujarnya.
Tim BPCB membuka dua kolam ekskavasi, masing-masing berukuran 2 meter x 21 meter (struktur bangunan induk) dan 4 meter x 6 meter (struktur pagar) dengan kedalaman 2,5 meter.
Menurut Nugroho, asumsi petiraan didasarkan pada temuan struktur bagian dalam yang berbentuk persegi panjang. Model seperti ini biasa ditemukan pada bangunan-bangunan petirtaan, sedangkan struktur bangunan candi umumnya berbentuk bujur sangkar.
Adanya cerita masyarakat (foklor) tentang tokoh Joko Tangon yang konon meninggal ditenggelamkan di sumber air besar di bawah pohon beringin yang ada di area Situs Gedog menjadi tambahan data untuk memperkuat asumsi itu.
Adapun asumsi candi didasarkan pada temuan di permukaan tanah berupa tiga buah kala yang biasanya ada di ambang pintu, sebuah yoni berukuran cukup besar, dan bagian arca (stela/sandaran). Meski posisi artefak, terbuat dari batu andesit (kala) dan basal, itu ditemukan agak jauh dari struktur bangunan induk, benda itu menjadi data pendukung.
”Artefak yang terbuat dari batu basal ini pengerjaannya relatif lebih halus. Cara pemahatannya (stela) sangat detail dan halus. Ini identik dan biasa kita lihat pada arca-arca masa Singosari. Ada dugaan pembuatan Candi Gedog diawali pada masa Singosari abad 13 M. Benda purbakala yang ada di Blitar berasal dari peninggalan masa Kediri, Singosari, sampai Majapahit,” kata Nugroho.
Pada kesempatan ini, Nugroho mengatakan bahwa Situs Gedok makin identik dengan isi tulisan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles dalam buku History of Java. Raffles bercerita tentang bangunan megah, memiliki relief indah, dan garapan halus di daerah Gedog.
Raffles juga menyebut ada yoni dan arca di bawah pohon beringin. Situs Gedog diperkirakan roboh dan material bangunan atasnya banyak yang hilang. BPCB Jawa Timur belum bisa memastikan kemana arah robohnya situs tersebut. Diperlukan penggalian lanjutan untuk mengetahuinya.
”Mengenai penyebab robohnya kami menduga ada indikasi bencana karena kita temukan material vulkanik di tempat itu. Ada juga vaktor manusia, ada bekas perusakan. Reliefnya juga berkeping-keping. Kalau hanya patah tidak begitu pecahannya,” tutur Nugroho.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar Tri Iman Prasetyono belum berhasil dihubungi. Sebelumnya, menurut Tri Iman, temuan situs ini berpotensi menambah perbendaharaan peninggalan arkeologis di Blitar Raya.
Artefak yang terbuat dari batu basal ini pengerjaannya relatif lebih halus. Ini identik dan biasa kita lihat pada arca-arca masa Singosari.
Di Kota Blitar, situs itu merupakan penemuan kedua setelah tahun 2010 ditemukan prasasti Karangtengah di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sananwetan. Prasasti tersebut merupakan semacam sertifikat tanah dan sampai sekarang isinya belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Situs Gedog ditemukan secara tidak sengaja oleh Toiran (59), salah satu warga Gedog. Ia menemukan batu berelief wajah kala saat mengolah lahan jagung miliknya pada pertengahan Agustus 2019. Temuan itu baru dilaporkan pada September ke pihak berewenang dan BPCB Jawa Timur.