Puluhan Sekolah di Pekalongan Masih Kesulitan Menerapkan Pembelajaran Daring
Setelah berjalan lebih kurang 7 bulan, pembelajaran daring belum sepenuhnya diterapkan di sejumlah sekolah di Kabupaten Pekalongan, Jateng. Puluhan sekolah di wilayah itu kesulitan belajar daring karena berbagai hal.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
KAJEN, KOMPAS — Puluhan sekolah di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah masih kesulitan dalam menerapkan proses belajar mengajar secara daring. Kendala yang dihadapi antara lain, tidak adanya gawai, terbatasnya sinyal internet, dan mahalnya kuota internet.
Sejak Maret, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan menginstruksikan sebanyak 631 SD dan sebanyak 115 SMP di wilayahnya untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh secara daring. Hal itu dilakukan untuk menekan risiko penyebaran Covid-19.
Kendati demikian, belum semua sekolah mampu menerapkan pembelajaran jarak jauh secara daring. Dari 590 sekolah yang melapor kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan, sebanyak 72 di antaranya belum menerapkan pembelajaran daring. Adapun 101 sekolah sudah menerapkan pembelajaran daring, serta 417 sekolah lainnya mengombinasikan sistem daring dan luring.
"Pembelajaran luring dilakukan dengan cara guru mendatangi satu per satu kelompok belajar di desa-desa untuk memberikan materi pelajaran atau memberikan tugas. Di beberapa sekolah juga ada siswa yang datang ke sekolah untuk mengambil tugas kemudian langsung pulang," kata Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan Siti Masruroh di Pekalongan, Senin (12/10/2020).
Masruroh mengatakan, pembelajaran luring terpaksa dilakukan karena siswa dan orang tuanya tidak memiliki gawai, orang tua siswa mengeluhkan mahalnya kuota internet, atau di daerah tinggal siswa tidak ada sinyal internet. Menurut Masruroh, setiap sekolah memiliki beberapa cara untuk menyelesaikan tiga persoalan yang menghambat pembelajaran secara daring tersebut.
"Ada sekolah yang menggandeng pihak swasta kemudian mendapat bantuan berupa gawai atau kuota internet gratis. Di sejumlah daerah yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi, guru-guru memanfaatkan radio atau handy talkie untuk menyampaikan materi pembelajaran," ujar Masruroh.
Di Kecamatan Tirto, proses pembelajaran daring juga mengalami kendala. Beberapa siswa di SMP Negeri 2 Tirto misalnya, tidak memiliki gawai untuk mengikuti pembelajaran daring. Akibatnya, siswa harus mengikuti pembelajaran daring dari sekolah.
"Setiap hari, sejumlah siswa datang ke sekolah untuk meminjam gawai milik beberapa guru. Dengan begitu, mereka tidak ketinggalan pelajaran," kata Kepala SMP Negeri 2 Tirto Khoirul Huda.
Khoirul menambahkan, sedikitnya tiga siswa rutin datang ke sekolah untuk meminjam gawai. Selama belajar, mereka diwajibkan memakai masker dan menjaga jarak. Setiap harinya, pembelajaran daring berlangsung selama empat jam, dimulai pada pukul 08.00.
"Orangtua saya tidak punya handphone. Jadi, saya ke sekolah, supaya bisa pinjam handphone guru," ucap Aldila Tribuana, siswa kelas 7C SMP Negeri 2 Tirto.
Menurut Aldila, dirinya sudah 1,5 bulan belajar daring dengan gawai pinjaman dari gurunya. Aldila berharap, bisa mendapatkan bantuan berupa gawai dan kuota internet. Sehingga, ia bisa tetap mengikuti pembelajaran daring dari rumah.
Pada 12 Maret 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Lewat surat edaran tersebut, Kemendikbud mengeluarkan 18 poin imbauan (protokol) kepada para satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Orangtua saya tidak punya handphone. Jadi, saya ke sekolah, supaya bisa pinjam handphone guru
Berselang empat hari sejak dikeluarkannya imbauan tersebut, kebijakan berubah. Sejumlah kepala daerah memutuskan untuk menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerahnya. Hingga saat ini, kebijakan tersebut mengakibatkan lebih kurang 28,6 juta siswa dari SD sampai dengan SMA/SMK di sejumlah provinsi terdampak program belajar mengajar jarak jauh (Kompas, 26/3/2020).