Polisi Tetapkan 13 Tersangka Kerusuhan di Palembang
Polisi menetapkan 13 tersangka kasus kerusuhan demonstrasi penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja di Palembang, Sumsel. Hingga Senin (12/10/2020), unjuk rasa penolakan masih terjadi, tetapi dalam suasana damai.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sepanjang unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Palembang, Sumatera Selatan, polisi telah menetapkan 13 tersangka. Mereka adalah penyusup dalam aksi mahasiswa dan buruh serta pelaku perusakan kendaraan kepolisian.
Kepala Polrestabes Palembang Komisaris Besar Anom Setyadji, Senin (12/10/2020), mengungkapkan, selama unjuk rasa penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di Palembang, pihaknya sudah menetapkan 13 tersangka. Penetapan ke-13 tersangka ini merupakan tindak lanjut dari penangkapan sekitar 500 orang yang diduga ikut memperkeruh suasana. ”Mereka menjadi tersangka untuk kasus yang berbeda,” ucap Anom.
Tujuh tersangka di antaranya diduga merupakan kelompok anarko. Mereka sengaja merangsek ke peserta aksi dan melakukan provokasi untuk membuat demonstrasi itu berakhir ricuh. Dalam penyelidikan awal, ujar Anom, kelompok ini sudah merencanakan kericuhan melalui grup di media sosial.
Untuk kasus kelompok anarko itu, pihaknya melimpahkan kasus ke Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti. Hal ini karena kerusuhan yang disebabkan oleh kelompok anarko tidak hanya terjadi di Palembang, tetapi juga di daerah lain.
Kericuhan dalam demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja di Palembang itu pecah pada Kamis (8/10/2020). Walau tidak ada korban luka dalam peristiwa tersebut, sejumlah kendaraan termasuk kendaraan milik polisi, yakni satu sepeda motor dan mobil, ringsek dirusak massa aksi.
Untuk kasus kerusakan itu, polisi menetapkan enam tersangka. ”Kami juga telah menetapkan enam tersangka yang melakukan perusakan pada peristiwa kericuhan tersebut,” lanjutnya. Kebanyakan tersangka berstatus mahasiswa, pelajar, dan penganggur.
Adapun mereka yang tidak ditetapkan sebagai tersangka sudah dikembalikan kepada keluarganya masing-masing dengan mengajak serta institusi pendidikan. Koordinasi ini dilakukan agar kericuhan yang melibatkan pelajar tidak lagi terjadi. ”Seharusnya, di masa pandemi mereka belajar secara daring di rumah, bukan ikut demonstrasi dan membuat kericuhan,” ucapnya.
Demonstrasi berlanjut
Sementara itu, sekitar 150 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Palembang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sumatera Selatan, Senin, kembali berunjuk rasa menolak pengesahan RUU Cipta Kerja. Kali ini mereka menuntut DPRD Sumsel memfasilitasi penyampaian aspirasi mereka langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Unjuk rasa berlangsung di kawasan Simpang Lima DPRD Sumsel dengan pengawalan ketat kepolisian. Mahasiswa berunjuk rasa dengan dikelilingi pembatas kawat berduri. Bahkan, selama unjuk rasa berlangsung, kawasan tersebut disterilkan untuk kendaraan. Rekayasa lalu lintas pun diterapkan.
Tuntutan yang dilontarkan mahasiswa di Sumsel tak berbeda dengan demonstrasi sebelumnya, yakni menyampaikan secara langsung penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja kepada Presiden Joko Widodo dan DPR. Mereka menilai RUU Cipta Kerja merugikan buruh dan masyarakat.
RUU Cipta Kerja merugikan buruh dan masyarakat.
Koordinator Aksi Aliansi Mahasiswa Sumsel Andi Leo menuturkan, pihaknya meminta DPRD Sumsel memfasilitasi mahasiswa untuk berangkat langsung ke Gedung DPR dan Istana Negara. Tuntutan itu juga sudah disampaikan kepada Gubernur Sumsel Herman Deru dua hari lalu. Gubernur pun memenuhi permintaan mahasiswa tersebut.
Andi menegaskan, mahasiswa akan terus mengawal proses RUU Cipta kerja. ”Kami akan kawal sampai undang-undang ini dinyatakan batal,” lanjutnya.
Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati saat menemui mahasiswa yang berunjuk rasa berjanji untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pimpinan DPR dan Presiden Joko Widodo. Penyampaian itu tertuang dalam surat pernyataan nomor 332/01610/DPRD-SS/2020 perihal Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Sumsel terhadap UU Cipta Kerja.
Dalam surat itu tertulis, DPR menampung dan meneruskan aspirasi kelompok masyarakat. Surat tersebut ditujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia di Jakarta.
Anita juga berjanji akan menfasilitasi mahasiswa bertemu langsung dengan pimpinan DPR. Hanya saja, dia tidak bisa menjanjikan kapan pertemuan itu akan terealisasi. Itu karena anggota DPR sedang menjalani masa reses. ”Kami akan berkoordinasi dengan pimpinan DPR untuk menjadwalkan pertemuan dengan mahasiswa dari Sumsel,” ucapnya.
Anita menuturkan, pemenuhan tututan mahasiswa seperti itu sudah pernah direalisasikannya saat mahasiswa menolak RUU KPK. Saat itu, beberapa perwakilan mahasiswa bertemu langsung dengan pimpinan DPR untuk mendiskusikan penolakan RUU KPK tersebut.
Memang, ungkap Anita, untuk bisa merealisasikan pertemuan secara langsung butuh waktu. Ketika mahasiswa datang ke DPR untuk membicarakan RUU KPK, butuh waktu hingga satu bulan untuk merealisasikan pertemuan tersebut. ”Kami sebagai perwakilan dari masyarakat tentu akan menyampaikan secara langsung aspirasi mereka,” ucapnya.
Anom mengatakan, sebelum mahasiswa berunjuk rasa, ada juga sekitar 70 buruh yang menyampaikan hal serupa untuk aspirasinya. ”Kedua kloter demonstrasi ini berlangsung dengan lancar dan kondisi Palembang tetap kondusif,” ujarnya.