Bantu Amankan Unjuk Rasa, 200 Personel Polda NTT Dikirim ke Jakarta
Sebanyak 200 personel Brimob Polda Nusa Tenggara Timur dikirim ke Polda Metro Jaya dikirim ke DKI Jakarta untuk membantu mengamankan gelombang unjuk rasa. Para anggota Brimob diingatkan tetap menjaga protokol kesehatan.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 200 personel Brimob Polda Nusa Tenggara Timur diperbantukan ke DKI Jakarta untuk membantu mengamankan unjuk rasa menentang Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Para personel Brimob diingatkan agar tetap menjaga protokol kesehatan, keselamatan, dan disiplin selama bertugas.
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Lotharia Latif, ketika melepas 200 personel Brimob Polda NTT di Kupang, Senin (12/10/2020), mengatakan, sebagai abdi negara, anggota Brimob bisa ditempatkan di mana saja saat dibutuhkan. Saat ini, Polda Metro Jaya membutuhkan dukungan kekuatan personel Polri untuk tugas bawah kendali operasi (BKO) mengantisipasi gelombang unjuk rasa yang belakangan terjadi.
”Tugas ini bukan sesuatu yang baru. Untuk itu, jalankan dengan baik, sesuai dengan prosedur. Tunjukkan bahwa kita memiliki disiplin, dedikasi, dan loyalitas yang baik dalam menjalankan tugas,” kata Latif.
Ia kembali mengingatkan agar personel Brimob Polda NTT menjalankan tugas sesuai dengan standar operasional dan tetap menerapkan protokol Covid-19. Pasalnya, DKI Jakarta salah satu zona merah Covid-19 dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Untuk itu, semua personel Brimob tetap menerapkan protokol kesehatan di mana pun, termasuk di wilayah Polda Metro Jaya.
Personel yang diberangkatkan sebanyak 200 orang. Oleh karena itu, setiap anggota harus kompak, mengikuti setiap pergerakan, menjaga solidaritas rekan, saling membantu, dan mengingatkan dalam menjalankan tugas. ”Tetap selalu waspada dan ingat jaga nama baik institusi Polda NTT,” pesan Lotharia.
Sementara itu, terkait gelombang unjuk rasa menentang RUU Cipta Kerja, pengajar Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang Johanes Tuba Helan mengatakan, semua pihak perlu membaca, mempelajari, dan mencerna isi RUU Cipta Kerja dengan lebih bijak. ”Jangan hanya terdorong sikap ketidakpuasan dan kebencian terhadap pemerintah kemudian memanfaatkan RUU Cipta Kerja untuk melawan pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Meski demikian, Johanes pun mengaku belum membaca sepenuhnya isi draf RUU itu. Ia telah berusaha mencari melalui media daring, tetapi tidak menemukan UU Cipta Kerja karena ada beberapa versi sehingga sulit dipercaya. Sebagai akademisi, ia berharap pemerintah memaparkan keseluruhan draf RUU itu sehingga bisa dicermati isinya.
Namun, bagi mereka yang merasa tidak puas, disarankan menggugat RUU tersebut ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji. Dia menambahkan, aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19, berpotensi menyebarkan Covid-19 kepada orang lain. Hal ini juga perlu dipahami pengunjuk rasa.
“Kita semua harus bersatu membangun NKRI ini di tengah situasi sulit saat ini. Jangan perjuangkan kepentingan pribadi dan kelompok melalui UU ini,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pemerintah, terutama aparat keamanan yang menjaga aksi demonstrasi agar bertindak lebih tegas jika para demonstran melakukan aksi anarkistis. Para pengunjuk rasa diharapkan menyampaikan pendpaat dengan bijak tanpa merusak kepentingan umum dan menghalangi aktivitas masyarakat sekitar yang ingin bekerja.