Dua buruh, yang berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja di Tanjung Pinang, dinyatakan reaktif tes cepat Covid-19, Kamis (8/10/20200), sehingga harus dikarantina. Padahal, penapisan dengan tes cepat dianggap tak valid.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dua koordinator buruh yang sedianya berunjuk rasa menolak Rancangan Undang Undang Cipta Kerja di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, sempat dinyatakan reaktif tes cepat Covid-19, Kamis (8/10/2020). Mereka sempat dikarantina sebelum akhirnya menjalani tes usap. Penapisan Covid-19 dengan tes cepat sudah lama dikritik ahli kesehatan.
Ketua Federasi Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin (LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kepri Saiful Badri, Minggu (11/10/2020), menyatakan, ia merupakan salah satu dari dua pendemo yang dinyatakan reaktif seusai menjalani tes cepat di Tanjung Pinang. Ia dan rekannya, menjalani tes cepat sesaat sebelum berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Kepri menolak RUU Cipta Kerja.
”Setelah itu kami dibawa ke RSUD Raja Ahmad Tabib, Tanjung Pinang. Namun, bukannya langsung dites PCR (swab), kami malah disuruh menginap di rumah singgah. Saya menolak dan meminta dibawa ke Batam saja,” kata Saiful.
Pada Kamis sore, dua orang itu dibawa dengan kapal khusus ke Pelabuhan Telaga Punggur, Batam, untuk selanjutnya dikarantina di RS Pulau Galang. Setelah itu, pada Jumat (9/10/2020), Saiful dan kawannya menjalani tes PCR, dan sekitar pukul 11.00, Saiful dinyatakan negatif sehingga diizinkan pulang. Adapun D, kawannya tersebut, dinyatakan positif.
Kompas mencatat, kejadian pendemo dinyatakan reaktif tes cepat Covid-19 juga terjadi di sejumlah daerah lain. Beberapa di antaranya adalah Jakarta (34 orang), Malang (20 orang), dan Makassar (30 orang). Penggunaan metode tes cepat untuk menapis orang dengan Covid-19 sudah lama dikritik oleh ahli.
Ahli epidemiologi asal Indonesia yang mengajar di University of South Australia, Beben Benyamin, mengatakan, sesuai dengan standar WHO, tes Covid-19 harus memakai PCR. Sementara tes cepat tak bisa untuk diagnosis dan penapisan. ”Tes cepat hanya untuk studi guna melihat tingkat imunitas warga yang terinfeksi,” ujarnya (Kompas, 15/6/2020).
Tes cepat Covid-19 bertujuan mendeteksi zat anti (antibodi), baik imunoglobulin M (igM) maupun imunoglobulin G (igG) yang merespons virus korona baru. Zat itu terbentuk saat seseorang terpapar SARS-CoV-2, tetapi perlu waktu beberapa hari setelah paparan baru IgM muncul diikuti IgG.
Meski demikian, Kepala Dinas Kesehatan Kepri Muhammad Bisri mengatakan, tes cepat kepada pendemo yang menolak RUU Cipta Kerja dilakukan kepada ratusan orang. Ia juga menyatakan, D, teman Saiful yang sebelumnya dinyatakan reaktif, kini dipastikan positif Covid-19. Ia masih dikarantina di RS Galang.
Pandu Riono, ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, berpendapat pemerintah semestinya menghindari membuka wacana regulasi yang kontroversial di mata rakyat jika pemerintah peduli dengan penanggulangan Covid-19. Sebab, pemerintah tentu sudah paham jika kebijakan yang mengundang banyak penolakan tetap dilanjutkan, demonstrasi bakal terjadi.
”Kalau memang serius dalam penanganan pandemi, pemerintah pasti sudah memetakan akan ada situasi kerumunan yang merespons RUU Cipta Kerja. Pemerintah juga cenderung tidak membuka ruang dialog bagi publik. Kalau situasi dibiarkan seperti sekarang, ya, memang pemerintah tidak serius dalam menangani pandemi,” kata Pandu (Kompas.id, 8/10/2020).
Peretasan
Selain sempat dikarantina selama satu hari karena hasil tes reaktif Covid-19, Saiful juga mengalami peretasan sesaat sebelum memimpin unjuk rasa di Tanjung Pinang. Menurut dia, peretas menggunakan akun Whatsaap Saiful untuk menyebarkan pesan di grup buruh. Dalam pesan itu disebutkan gerakan buruh ditunggangi kepentingan partai politik tertentu.
”Sampai sekarang akun Whatsapp saya belum bisa digunakan lagi. Menurut pihak operator, peretas sudah mengubah nomor pin Whatsapp dan kata kunci surel saya,” ujar Saiful.
Meskipun menemui banyak hambatan, Saiful mengatakan, buruh di Kepri akan terus berjuang mendesak pemerintah provinsi agar ikut menolak RUU Cipta Kerja. ”Butuh upaya jangka panjang agar suara buruh didengar, enggak cukup hanya demo satu atau dua hari,” ucapnya.