Momentum Pelibatan Warga Kota Semarang
Kota Semarang punya posisi strategis di semua sektor. Agar pengelolaan potensi lebih merata dan berkelanjutan, pembangunan mesti lebih melibatkan warga. Tantangan bagi calon tunggal pilkada jika kembali mendapat mandat.
Sebagai salah satu simpul ekonomi pantai utara dan segitiga emas Jogja-Solo-Semarang atau Joglosemar, Kota Semarang di Jawa Tengah punya posisi strategis di semua sektor. Agar pengelolaan potensi daerah lebih merata dan berkelanjutan, pembangunan mesti lebih melibatkan warga. Tantangan bagi calon tunggal Pilkada 2020 jika kembali mendapat mandat masyarakat.
Mugiyono (48) duduk santai di salah satu kursi shelter di median jalan di Kampung Nelayan Tambaklorok, pesisir utara Kota Semarang, Senin (4/10) siang. Keberadaan shelter yang dibangun seiring program Kampung Bahari itu menjadi tempat berteduh bagi warga, juga tempat bermain anak-anak. ”Dulu panas, sekarang enggak. Jalannya dulu hancur, tetapi sekarang bagus,” ujarnya.
Baca juga: Kawasan Semarang Lama Jadi Cagar Budaya Nasional
Tak lepas dari dukungan pemerintah pusat, Kampung Nelayan Tambaklorok yang sejak lama menjadi salah satu titik permukiman kumuh dan langganan banjir rob di Semarang terus dibenahi. Dinding beton penahan rob sepanjang 1,5 kilometer sudah terbangun di dermaga tempat kapal bersandar. Sebagian besar jalan pun sudah berupa cor. Ada pula Pasar Tambaklorok yang diresmikan pada 2019.
Kendati manfaat pembangunan fisik perlahan dirasakan, aspek lingkungan belum betul-betul diperhatikan. Di sejumlah titik, seperti pada bangunan rusak akibat penurunan muka tanah, sampah masih berserakan. Sebagian wilayah juga masih kerap tergenang banjir.
Meski sejumlah infrastruktur fisik telah terbangun, ancaman rob di kampung nelayan itu masih ada. Pada Juni 2020, misalnya, rob masih menggenang, terutama di sisi barat Tambaklorok. ”Kemarin sempat sampai 40 sentimeter, rumah saya juga masih kemasukan air. Kami harap sheet pile (beton) bisa segera dipasang semua, masih kurang sekitar 1 kilometer,” kata Mugiyono.
Dari berbagai program di Kota Semarang, penataan kampung nelayan Tambaklorok di Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, tersebut menjadi proyek besar yang terus berjalan bertahap. Tak hanya pembangunan fisik, warga Tambaklorok, yang beberapa kali didatangi langsung Presiden Joko Widodo, juga butuh pendampingan agar rencana Kampung Bahari terealisasi.
”Kami butuh pendampingan pelatihan dan permodalan agar ekonomi bergerak dan terangkat. Selama ini, ikan-ikan dijual begitu saja, malah diolahnya di luar Semarang,” ujar Mugiyono.
Dia berharap warga kampung Tambaklorok benar-benar diberdayakan dan disiapkan sejak sekarang. Dengan demikian, diharapkan muncul UMKM-UMKM yang akan mendukung ekosistem perikanan berkelanjutan di Tambaklorok.
Baca juga: Pemasangan Kanopi Atap Kaca di Kota Lama Semarang Menuai Reaksi
Optimalisasi dan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan juga perlu dilakukan di puluhan kampung tematik di Kota Semarang. Selama ini, ada kampung tematik yang berjalan, tetapi ada juga yang seakan mati suri, antara lain, karena belum matangnya perencanaan.
Salah satu persoalan dijumpai di RW 016 Kelurahan Tanjung Mas, Kota Semarang, yang beberapa tahun silam ditetapkan sebagai Kampung Hidroponik. Ada empat titik yang disiapkan. Sejak awal, tiga titik tak mampu meneruskan teknik penanaman hidroponik. Sementara titik lainnya hanya bertahan selama enam bulan.
”Penyebabnya ialah cuaca panas dan derajat keasaman (pH) air yang terlalu tinggi. Selain itu, sangat bergantung pada listrik karena ada pompa yang harus terus mengaliri air. Sulit diterapkan di sini,” kata Slamet Riyadi, Ketua RW 016 Kelurahan Tanjung Mas.
Slamet menilai, penetapan kampung hidroponik sebenarnya bertujuan baik, yakni agar ada penghijauan di wilayah pesisir. Namun, nyatanya tak cocok. Menurut dia, warga sebenarnya lebih cocok menerapkan penanaman bunga dalam pot. Teknik itu yang kini coba ia dorong ke kalangan warga.
Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Wido Prananing Tyas, menuturkan, dalam proyek penataan kota, masyarakat perlu benar-benar dilibatkan sejak perencanaan awal. Pelibatan itu butuh proses panjang hingga akhirnya masyarakat merasa menjadi bagian di dalamnya. Hal tersebut penting demi keberlanjutan program.
Adapun program kampung tematik perlu dieksekusi lebih optimal sehingga pemberdayaan masyarakat berjalan. Pelibatan swasta dan perguruan tinggi, yang memiliki pusat-pusat studi, bisa dilakukan, misalnya untuk pengembangan bisnis-bisnis tertentu.
”Pada akhirnya, program itu bisa ikut mendidik masyarakat. Dengan demikian, kampung tematik tak hanya sekadar slogan, tetapi generator penggerak kekuatan UMKM,” katanya.
Baca juga: Denyut Romansa ”Little Netherland”
Menurut Wido, Kota Semarang kaya akan potensi. Pemerintah pun didorong agar tidak segan berkolaborasi dengan siapa pun, termasuk wirausaha sosial (social entrepreneur) dan pemengaruh (influencer). Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci.
Bersolek
Terlepas dari sejumlah pekerjaan rumah soal pelibatan warga dalam program pembangunan, sebagai pintu gerbang Jawa Tengah, satu dekade terakhir, Kota Semarang memang terus bersolek. Tahun ke tahun, daerah seluas 373,70 kilometer persegi itu melepaskan diri dari label langganan banjir dan rob. Pembenahan pada sejumlah aspek lain juga membuat Semarang semakin banyak dilirik.
Selain dari anggaran Pemerintah Kota Semarang, dukungan APBN ataupun BUMN, juga membuat Kota Semarang lebih berkembang. Sebut saja, antara lain, terminal baru Bandara Ahmad Yani, proyek pengendalian banjir dan rob, serta revitalisasi kawasan Kota Lama.
Aksesibilitas menuju Kota Semarang pun semakin terbuka karena dilewati Tol Trans-Jawa, yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Pada pengujung 2018, Jakarta-Surabaya, melalui Semarang, resmi tersambung oleh jalan tol.
Selain fisik, pembangunan nonfisik juga dipacu. Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang periode 2016-2021, Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti Rahayu, menyasar antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Pembangunan-pembangunan sosial masyarakat itu memang menorehkan rapor biru. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jateng, pertumbuhan ekonomi Kota Semarang meningkat dari 5,89 persen (2016) menjadi 6,86 persen (2019). Sementara persentase kemiskinan menurun dari 4,85 persen (2016) menjadi 3,98 persen (2019). Adapun Indeks Pembangunan Manusia meningkat dari 81,19 (2016) menjadi 83,19 (2019).
Kendati merangkak di berbagai lini, Kota Semarang masih perlu berusaha untuk menjadi magnet kuat di sentral Pulau Jawa. Dengan dukungan infrastruktur yang telah memadai, serta kekhasan dan kesejarahan yang dimiliki, Kota Semarang punya potensi pariwisata yang hingga kini belum tergarap optimal.
Berdasarkan data BPS Jateng, tingkat hunian kamar hotel bintang di Kota Semarang turun dari 57,87 persen pada 2016 menjadi 51,40 persen pada 2019. Sementara rata-rata lama menginap di hotel turun dari 1,69 (malam) pada 2016 menjadi 1,2 pada 2019.
Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, mengakui, basis Kota Semarang adalah industri manufaktur dan jasa. Keduanya menjadi pendorong kuat ekonomi daerah.
Meski demikian, dia berpendapat, potensi pariwisata juga sangat besar. ”Ini memang butuh terobosan. Artinya, pemkot jangan business as usual (kerja biasa), seperti lewat pameran. Potensi-potensi harus diangkat, bahkan hingga internasional,” ujar Wahyu, Minggu (4/10/2020).
Dalam promosi, kata Wahyu, Kota Semarang juga perlu lebih mengoptimalkan jejaring dengan kota-kota sekitar hingga menjadi satu jalur wisata, misalnya Semarang-Dieng-Borobudur atau Semarang-Demak-Kudus. Di Semarang sendiri, kebudayaan dan kesejarahan berpotensi untuk diangkat.
Baca juga: Penataan Kota Lama Semarang Pacu Industri Kreatif
Selain memiliki kawasan Kota Lama yang dikenal sebagai ”Little Netherland”, tema Tionghoa juga berpotensi dikembangkan karena ada Sam Poo Kong dan sejumlah kelenteng kuno. Hal tersebut juga menjadi peluang besar mendatangkan wisatawan mancanegara asal China.
Wahyu mengakui, Kota Semarang sebenarnya sedang menuju ke arah sana, tetapi kemudian pandemi Covid-19 menghantam. Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, tidak akan mudah untuk langsung membalikkan keadaan seperti semula. Saat ini, kecepatan dibutuhkan.
Selain pemanfaatan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digulirkan pemerintah pusat, redistribusi bantuan sosial serta dan bantuan UMKM dapat menjadi prioritas jangka pendek. Berbagai dukungan dan bantuan itu mesti dilakukan dengan cepat.
Sementara pada industri menengah dan besar, kedisiplinan dalam protokol kesehatan menjadi yang utama. ”Telah muncul sejumlah kluster (Covid-19) baru di industri yang membuat industri itu ditutup sementara. Maka, tidak ada jalan lain selain (para pekerja) disiplin, baik di dalam maupun luar pabrik. Hanya itu caranya,” kata Wahyu.
Kesempatan petahana
Seluruh persoalan tersebut nantinya yang akan menjadi pekerjaan rumah bagi kepala daerah Kota Semarang 2021-2026. Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang merupakan wali kota dan wakil wali kota petahana, berpeluang besar melanjutkan program-program mereka. Pada Pilkada 2020 yang dilaksanakan serentak 9 Desember, pasangan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu akan melawan kolom kosong.
Dianggap membawa perubahan signifikan bagi Kota Semarang, Hendi-Ita, sapaan keduanya, menyabet dukungan penuh dari para pemilik 50 kursi DPRD. Sejumlah parpol mengakui, mereka sebenarnya memiliki kader yang siap maju, tetapi dari hasil hitung-hitungan internal, merapat pada petahana menjadi pilihan realistis. Adapun tim pemenangan Hendi-Ita menargetkan perolehan suara 90 persen.
Setelah pada 2016-2021 berfokus pada peningkatan di bidang perdagangan dan jasa, Hendrar kini berupaya meningkatkannya. Fokus Hendi di antaranya pada UMKM dan pariwisata. Namun, sebelum itu, penanganan Covid-19 akan diutamakan.
Pasca-Covid-19, program kerja paling pendek yang bisa kami ungkit yakni pada ekonomi, sosial, dan budaya. Kami ingin menggerakkan lagi UMKM. Semua perizinan akan kami dukung. Selain pengemasan agar produk lebih representatif, kami akan memperkuat identitas produk-produk khas, seperti bandeng dan lumpia, melalui hak cipta,” ujar Hendi.
Pariwisata Kota Semarang akan didongkrak setelah rontok akibat pandemi Covid-19 dengan bermacam promosi. Terlebih penataan kawasan Kota Lama masih berjalan. Setelah Little Netherland, penataan pembangunan akan dilakukan pada tiga subsistem lain, yakni Kampung Melayu, Pecinan, dan Kampung Arab.
Hendi juga membidik status sebagai kota pendidikan. Saat ini, tercatat ada 69 perguruan tinggi di Kota Semarang. Dengan demikian, akan semakin terbuka bagi warga mana pun, termasuk luar kota, untuk berkuliah di kota ini. Hal ini sekaligus akan semakin mencetak lebih banyak anak muda kompeten dan terampil, yang dapat turut terlibat dalam pembangunan kota.
Mengenai pembangunan Kampung Bahari Tambaklorok, diakui Hendi, saat ini memang belum sempurna. ”Kami sedang membuat kampung deret nelayan (untuk warga terdampak normalisasi Kanal Timur). Nantinya diharapkan UMKM-UMKM bisa mengambil ikan dari nelayan dan mengolahnya sehingga ada nilai tambah. Kami akan perbanyak pelatihan,” katanya.
Selain itu, sejumlah kampung tematik di Kota Semarang juga akan dievaluasi, terutama bagi daerah-daerah yang potensinya tak berkembang. Selanjutnya, kampung tematik diharapkan benar-benar dapat memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan.
Dengan peluang kemenangan dalam pilkada yang cukup besar, Hendi-Ita diharapkan tak sekadar melanjutkan program, tetapi juga mengevaluasi dan memperbaiki program agar semakin dirasakan masyarakat. Pelibatan warga dalam program-program pembangunan yang inovatif semoga menjadikan Kota Semarang lebih hebat.