Penertiban tambang ilegal di kawasan Taman Bumi Ciletuh-Palabuhanratu perlu disertai solusi ekonomi agar petambang mau beralih profesi. Tanpa ada solusi, mereka akan kembali menambang.
Oleh
HARRY SUSILO/IRENE SARWINDANINGRUM/KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
SUKABUMI, KOMPAS Permasalahan pertambangan emas tanpa izin dan pengolahannya di kawasan Taman Bumi atau Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, Jawa Barat, tidak cukup diatasi dengan penutupan. Desakan kebutuhan ekonomi membuat para petambang akan kembali menambang secara ilegal jika langkah penutupan itu tidak disertai penyediaan sumber penghasilan lain.
Para petambang liar atau yang disebut gurandil rata-rata hanya berpendidikan sekolah menengah. Mereka sulit mencari pekerjaan formal dan tak punya keahlian lain. Hal ini diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat mereka semakin sulit mencari pekerjaan di luar daerah.
”Pandemi begini, mau ke Jakarta juga sudah tidak bisa. Ya, bisa ke mana lagi, di sini sajalah,” kata salah seorang pekerja tambang ilegal, Imam Subekti (50), saat ditemui di lokasi tambang di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, Kamis (3/9/2020).
Imam sudah pernah beralih pekerjaan di sektor perkayuan. Namun, tempatnya bekerja itu gulung tikar karena ada pengetatan ekspor kayu. Adapun Uloh (55) kembali menjadi petambang setelah usahanya di sektor penyedia jasa tenaga kerja Indonesia tutup karena kalah bersaing.
Endo Hidayat (40) akan memilih pekerjaan lain apabila tersedia dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Awalnya, ia adalah petani kebun, tetapi tak punya modal untuk mengembangkan kebunnya. ”Saya beralih ke tambang karena sebagai petani kebun tidak punya modal, sedangkan kalau jadi petambang ada yang memberi modal. Kalau menghasilkan, lumayan. Tetapi kalau tidak menghasilkan, ya, tidak bisa bawa apa-apa,” kata Endo.
Penghasilan para pekerja tambang ilegal itu tak menentu. Mereka bisa bekerja tanpa hasil sama sekali atau memperoleh Rp 10 juta dalam sehari bekerja karena beruntung menemukan emas besar. Jika dirata-rata, penghasilan mereka berkisar Rp 3 juta-Rp 5 juta per bulan.
Tambang emas ilegal juga mendatangkan penghasilan bagi warga yang mengolah emas. Kebanyakan dari mereka adalah petani yang membutuhkan penghasilan tambahan.
”Hasil dari (mengolah emas) ini sekitar Rp 80.000 sehari. Itu buat kebutuhan sekolah anak-anak dan adik-adik. Kalau hasil sawah, buat makan saja,” kata Dedi (48), pengolah emas tradisional Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran.
Terdapat dua teknik pengolahan emas rumahan yang ditemui di kawasan Taman Bumi Ciletuh-Palabuhanratu, terutama di Kecamatan Ciemas, Simpenan, dan Waluran. Pertama, pengolahan dengan mesin gelundung yang menggunakan merkuri. Kedua, pengolahan dengan teknik rendaman di bak beton atau kubangan yang menggunakan sianida.
Pengurus Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Kabupaten Sukabumi Dede Kusdinar mengatakan, tambang rakyat selalu dianggap sporadis, merusak lingkungan, dan mengakibatkan pencemaran karena menggunakan bahan-bahan kimia, seperti sianida dan merkuri. Namun, di lain sisi, tambang rakyat menjadi sandaran ekonomi bagi banyak warga.
Berdasarkan pendataan oleh APRI Kabupaten Sukabumi, terdapat 10.000 petambang aktif yang bekerja di tambang-tambang rakyat yang tersebar di lima kecamatan di Sukabumi, yakni Ciemas, Simpenan, Waluran, Lengkong, dan Jampang Kulon. Sebagian besar berada di Ciemas, Simpenan, dan Waluran yang masuk kawasan Taman Bumi Ciletuh-Palabuhanratu.
Selain 10.000 gurandil, pertambangan emas tanpa izin juga menghidupi ribuan warga lain, seperti tukang ojek, buruh angkut, hingga para pengolah emas di kampung.
Saat ini, kata Dede, sejumlah rencana tengah dibahas untuk mengurangi dampak buruk tambang rakyat. Beberapa di antaranya adalah pelarangan peredaran merkuri secara bertahap. ”Targetnya, 2021 nanti sudah tidak ada merkuri yang beredar, sekarang tinggal sisanya saja yang diperjualbelikan di pasaran,” kata Dede.
Menurut dia, saat ini tengah dikembangkan dua bahan pengikat emas yang lebih ramah lingkungan daripada sianida dan merkuri. Kedua zat kimia ini, kata Dede, disebut-sebut tidak beracun.
Razia berulang
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat Bambang Rianto mengatakan, selama ini kewenangannya hanya pada usaha tambang yang berizin. Sementara untuk tambang-tambang emas rakyat tanpa izin, pihaknya tak mempunyai kewenangan menindak, tetapi tetap melakukan penertiban bersama aparat penegak hukum.
Biasanya Dinas ESDM Jabar berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja Jabar dan kabupaten terkait. Apabila terbukti ada pelanggaran, salah satunya aktivitas tambang tanpa izin, tindakan sementara diambil dengan memasang garis satpol PP. ”Kami pasang spanduk bahwa penambangan ini tidak boleh dilanjutkan, ditutup begitu. Selanjutnya, kami berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk tindakan lanjut,” ucap Bambang.
Ketua Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi (Papsi) Endang Sutisna mengatakan cemas terhadap tambang dan pengolahan emas ilegal yang berpotensi mencemari lingkungan di Geopark Ciletuh. Namun, dia menilai, penutupan paksa oleh aparat tidak akan mampu mengendalikan tambang emas.
Endang berharap pemerintah dapat menyediakan sumber ekonomi lain bagi masyarakat yang menjadi petambang liar. ”Saya sudah berulang kali meminta untuk adanya program agrowisata atau perkebunan rakyat di sini yang tetap mengutamakan konservasi. Tetapi, usul itu sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” ucap Endang.
Guru Besar Teknik Geologi Universitas Padjadjaran yang juga anggota tim ahli Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, Mega Fatimah Rosana, menilai, aktivitas tambang emas rakyat tradisional yang ramah lingkungan bisa menjadi daya tarik wisata tersendiri di dalam kawasan geopark.
tambang emas rakyat tradisional yang ramah lingkungan bisa menjadi daya tarik wisata tersendiri di dalam kawasan geopark.
Namun, syaratnya, lokasinya dibatasi dan dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah sehingga tidak ada pencemaran. ”Misalnya saja, turis yang datang bisa ikut mendulang emas di sungai dengan dikenai biaya tertentu. Masyarakat juga dapat penghasilan tambahan dari situ,” ujar Mega.
Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Ciletuh-Palabuhanratu Dody Somantri berharap ada ketegasan terhadap pertambangan emas tanpa izin di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Sejauh ini, yang dikhawatirkan adalah pengolahan emas yang menggunakan merkuri dan sianida.
Menurut Dody, dengan penetapan Ciletuh sebagai taman bumi global, para petambang liar diharapkan beralih pekerjaan menjadi pegiat wisata, seperti menjadi pemandu atau membuka usaha penginapan. Mereka yang jeli melihat peluang mulai merasakan dampak ekonomi dari kunjungan wisatawan di Ciletuh.