Unjuk Rasa di Lampung Berlanjut, 22 Pelajar Terjaring Razia
Demonstrasi menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Lampung berlanjut, Kamis (8/10/2020). Sebanyak 22 pelajar terjaring razia aparat kepolisian dan polisi pamong praja.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Demonstrasi menolak pengesahan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja di Lampung berlanjut, Kamis (8/10/2020). Sebanyak 22 pelajar terjaring razia aparat kepolisian dan polisi pamong praja. Mereka diduga hendak berbuat kerusuhan di sekitar lokasi demonstrasi.
Massa mulai menggelar unjuk rasa Kamis sekitar pukul 11.00. Massa yang didominasi anggota serikat buruh berkumpul di pusat kota Tugu Adipura, Bandar Lampung. Mereka menggelar orasi selama sekitar dua jam.
Saat aksi sedang berlangsung, massa dari kalangan mahasiswa datang untuk bergabung dengan aksi tersebut. Aparat keamanan juga mendeteksi kedatangan rombongan pelajar menuju Tugu Adipura dan kantor DPRD Lampung.
Untuk mengantisipasi bentrokan, serikat buruh yang berunjuk rasa juga diminta segera membubarkan diri setelah menyampaikan aspirasinya. Aparat juga menghalau massa dari kalangan pelajar untuk mengantisipasi bentrokan.
Polisi menyisir jalan-jalan protokol di sekitar Tugu Adipura dan kantor DPRD Lampung. Sejumlah pelajar yang kedapatan membawa botol, kayu, dan bensin terjaring razia. Mereka digelandang ke halaman kantor DPRD Lampung.
Hingga Kamis sore, sedikitnya 22 pelajar terjaring razia petugas. Mereka dibawa ke Polres Kota Bandar Lampung untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Selain dari Bandar Lampung, sejumlah pelajar yang terjaring razia juga berasal dari sejumlah daerah lain, antara lain, Kota Metro dan Kabupaten Tulang Bawang.
EG (17), salah seorang pelajar yang terjaring razia, mengungkapkan, ajakan untuk berkumpul di sekitar Tugu Adipura dan Kantor DPRD Lampung datang dari grup Whatsapps ”Cikiber". Menurut EG, Cikiber merupakan singkatan dari cita-cita kita bersama.
Dia mengaku tidak mendapat bayaran atas ajakan berkumpul itu. EG mengaku tertarik karena sejumlah temannya juga ikut dalam aksi di Bandar Lampung.
Gelombang demonstrasi dan razia yang dilakukan aparat kepolisian membuat sejumlah pertokoan di pusat kota Bandar Lampung tutup. Yulianti (24), pegawai minimarket di Jalan Wolter Monginsidi, mengatakan, toko ditutup untuk mengantisipasi bentrokan. Pasalnya, massa sudah mulai berkumpul di sejumlah titik di jalan protokol Kota Bandar Lampung itu.
Sementara itu, Gedung DPRD Lampung dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan TNI. Tidak tampak aktivitas perkantoran di Gedung DPRD Lampung. Sejumlah pintu hingga tempat parkir gedung itu tampak terkunci.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, aparat masih menyelidiki aksi perusakan yang terjadi saat demontrasi pada Rabu (7/10/2020).
”Ada empat obyek vital yang dirusak, di antaranya Pos (polisi) Tugu Adipura dan Pos Kedaton,” kata Pandra.
Sementara itu, tercatat sebanyak 26 mahasiswa mengalami luka saat bentrokan. Dari jumlah itu, 6 orang masih dirawat di rumah sakit, sedangkan 20 orang lainnya sudah pulang ke rumahnya. Selain itu, 11 polisi dan 1 anggota TNI juga luka-luka.
Pandra mengatakan, polisi mengamankan 24 orang yang diduga terlibat dalam kerusuhan. Namun, setelah meminta keterangan, sebanyak 19 orang sudah dikembalikan ke orangtuanya. Sementara lima orang lainnya masih harus menjalani penyelidikan karena kedapatan menyimpan kaca, besi, dan bahan bakar yang diduga digunakan untuk memicu kerusuhan.
Sementara itu, puluhan pelajar yang terjaring razia pada Kamis akan dimintai keterangan. Polisi juga masih terus mengumpulkan sejumlah fakta dan keterangan dari lapangan terkait bentrok tersebut.
Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama Lampung Tri Susilo mengatakan, pelajar STM yang ikut dalam aksi pada Rabu (7/10/2020) bukan merupakan bagian dari kelompok demonstran. Dia mengaku tidak mengetahui alasan para pelajar STM itu ikut dalam unjuk rasa.