Mahasiswa Kalsel Tuntut Presiden Keluarkan Perppu untuk Batalkan ”Omnibus Law”
Aksi menolak Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja juga dilakukan di Kalimantan Selatan. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kalsel menuntut Presiden mengeluarkan perppu untuk membatalkannya.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kalimantan Selatan menuntut Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk membatalkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat menjadi undang-undang.
Dalam Pasal 73 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dikatakan, Presiden mempunyai waktu paling lama 30 hari untuk menandatangani ataupun tidak menandatangani RUU yang sudah disetujui DPR menjadi UU sebelum diberlakukan. Jika tidak ditandatangani Presiden dalam jangka waktu itu, RUU tetap sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Menyikapi pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan DPR dalam rapat paripurna pada Senin pekan ini, mahasiswa Kalsel melakukan aksi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja di Banjarmasin, Kamis (8/10/2020). Lebih dari 1.000 mahasiswa turun ke jalan dan bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Kalsel di Jalan Lambung Mangkurat.
”Kami meminta Pelaksana Tugas Gubernur dan DPRD Provinsi Kalsel agar mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu Pencabutan Omnibus Law Cipta Kerja disebabkan bisa menyebabkan kegentingan nasional di semua daerah,” kata Koordinator Wilayah Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Kalimantan (BEM Seka) Ahdiat Zairullah.
Menurut Ahdiat, massa akan tetap mogok di jalan secara damai sampai ada kepastian Presiden mengeluarkan perppu. ”Perjuangan kami adalah meminta perppu sekarang juga. Untuk itu, kami minta DPRD Kalsel berangkat ke Istana Negara pada hari ini. Kami tetap menunggu dan tidak lagi melakukan aksi dorong-dorongan,” ujarnya.
Kami meminta Pelaksana Tugas Gubernur dan DPRD Provinsi Kalsel agar mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu Pencabutan Omnibus Law Cipta Kerja disebabkan bisa menyebabkan kegentingan nasional di semua daerah. (Ahdiat Zairullah)
Massa yang melakukan aksi dijaga ketat oleh aparat kepolisian sehingga tidak bisa mencapai depan Gedung DPRD Kalsel. Di depan gedung itu juga sudah dipasang kawat berduri untuk mengantisipasi terobosan massa. Ketika aksi massa berlangsung, di Gedung DPRD Kalsel juga berlangsung rapat paripurna.
Setelah rapat paripurna, Ketua DPRD Kalsel Supian HK bersama Pelaksana Tugas Gubernur Kalsel Rudy Resnawan langsung menemui massa di jalan. Mereka mendengarkan aspirasi massa dan berjanji akan menyampaikan tuntutan itu kepada Sekretariat Presiden. ”Tugas kami hanya menyampaikan. Hari ini juga kami akan berangkat untuk menyampaikan tuntutan rakyat Kalsel,” kata Supian.
Menurut Supian, suara penolakan dari BEM dan buruh Kalsel terhadap Omnibus Law Cipta Kerja sudah disampaikan sejak Januari ke Komisi IX DPR. ”Setelah enam kali pertemuan dengan BEM dan pihak terkait, saya langsung menyampaikan aspirasi rakyat Kalsel ke Fraksi PKS di Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan,” kata politisi Partai Golkar itu.
Meskipun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU, rapat paripurna DPR pada akhirnya tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU dengan persetujuan tujuh fraksi lainnya di DPR. Gelombang penolakan pun terjadi di banyak daerah.
Kepala Kepolisian Resor Kota Banjarmasin Komisaris Besar Rachmat Hendrawan menuturkan, sekitar 1.000 personel dikerahkan untuk mengamankan aksi massa di Gedung DPRD Kalsel. ”Saya berterima kasih kepada mahasiswa karena melakukan aksi dengan kondusif sehingga tidak ada bentrokan dengan aparat. Kita semua harus menjaga jangan sampai tumbuh kluster baru Covid-19 karena aksi seperti ini,” katanya.