Jokowi Datang, Ratusan Mahasiswa Palangkaraya Sambut dengan Aksi Penolakan RUU Cipta Kerja
Presiden Jokowi datang ke Palagkaraya untuk melakukan penanaman perdana megaproyek lumbung pangan nasional atau ”food estate”. Namun, di sela-sela kunjungan itu, ratusan mahasiswa melakukan aksi penolakan ”omnibus law”.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Di sela-sela kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, ratusan mahasiswa beraksi di depan kantor DPRD Provinsi Kalteng untuk menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka rela beraksi di tengah pandemi Covid-19 demi memperjuangkan hak rakyat, khususnya buruh.
Presiden Jokowi tiba di Banda Udara Tjilik Riwut, Kota Palangkaraya, Kalteng, sekitar pukul 09.00 WIB. Ia disambut oleh Pelaksana Tugas Gubernur Kalteng Habib Said Ismail.
Tiba di bandara, Presiden langsung menggunakan helikopter menuju Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau. Di sana ia berencana menanam benih padi untuk membuka dan memulai megaproyek lumbung pangan nasional atau yang dikenal dengan food estate.
Di Kota Palangkaraya, ratusan mahasiswa dari semua universitas dan beragam organisasi kemahasiswaan melakukan aksi demonstrasi. Mereka berjalan dari Jalan Yos Sudarso menuju Jalan Ahmad Yani di depan kantor DPRD Provinsi Kalteng.
Mereka dikawal ketat oleh aparat kepolisian. Sejak tiba di depan DPRD Provinsi Kalteng, salah satu peserta aksi yang diduga memprovokasi langsung diamankan petugas lantaran coba membuat rusuh di tengah kerumunan. Setelah diperiksa, ternyata oknum tersebut bukan mahasiswa dan berasal dari salah satu organisasi masyarakat di Palangkaraya.
Sekarang saja masih ada pekerja yang di-PHK sepihak, tanpa jaminan kesehatan, belum lagi persoalan jaminan keselamatan, dan fasilitas kerja. Kondisi yang sudah buruk ini akan jauh lebih buruk lagi karena jika RUU itu kelak diterapkan.
Para mahasiswa berorasi bergantian dengan membawa semua atribut aksi, seperti bendera dan poster-poster yang bertuliskan berbagai seruan penolakan omnibus law.
Obi, dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangkaraya Santo Dionisius yang juga merupakan juru bicara aksi, menyampaikan, RUU Cipta Kerja merupakan bentuk kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat. Kebijakan itu dibuat demi kepentingan perusahaan yang sudah merasuki sendi-sendi legislatif dan birokrasi.
”DPR tidak lagi mewakili masyarakat, tetapi mewakili kepentingan perusahaan. Banyak narasi yang dibangun juga hoaks, kami sudah menganalisis seluruh isi RUU itu dan banyak sekali pasal bermasalah,” kata Obi.
Selain Obi, perwakilan dari Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), Nurul Sufika, mengungkapkan, RUU Cipta Kerja yang belum disahkan oleh pemerintah harus ditolak. Banyak pasal yang tidak menguntungkan buruh, khususnya pekerja perempuan.
”Kami meminta Presiden jangan menandatangani RUU dan tidak boleh disahkan. Itu akan merenggut hak buruh, terutama buruh perempuan makin terpuruk, contohnya soal hak cuti dan melahirkan,” kata Nurul.
Upah rendah
Ketua Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies atau Lembaga Penelitian dan Pelatihan terkait Lingkungan dan HAM (Progress) Kartika Sari mengungkapkan, pihaknya masih menemukan buruh harian lepas (BHL) yang diupah Rp 84.000 per hari seperti yang terjadi di Kabupaten Seruyan. Padahal, mereka sudah bekerja bertahun-tahun.
”Sekarang saja masih ada pekerja yang di-PHK sepihak, tanpa jaminan kesehatan, belum lagi persoalan jaminan keselamatan, dan fasilitas kerja. Kondisi yang sudah buruk ini akan jauh lebih buruk lagi karena jika RUU itu kelak diterapkan,” kata Kartika.
Kartika mengungkapkan, Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law akan semakin menguatkan perusahaan dalam perlakuan buruk terhadap buruh. ”Dengan disahkannya UU ini, kondisi buruh kebun akan semakin membenarkan sikap perusahaan yang memperlakukan buruh harian dengan buruk,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Kota Palangkaraya Komisaris Besar Dwi Tunggal Jaladri mengungkapkan, peserta aksi tidak bisa menemui anggota DPRD Provinsi Kalteng lantaran tidak ada anggota yang hadir di kantor.
”Kami sudah mengupayakan semaksimal mungkin untuk memfasilitasi peserta aksi agar aksi ini berjalan damai dan kondusif,” ujar Jaladri.
Sampai berita ini diturunkan, ratusan peserta aksi masih bertahan di depan kantor DPRD Provinsi Kalteng dan memaksa masuk ke halaman kantor DPRD.