Gelombang Unjuk Rasa di Padang Berlanjut, 84 Perusuh Ditangkap
Gelombang unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Padang, Sumatera Barat, berlanjut hingga Kamis (8/10/2020) sore. Di sela-sela unjuk rasa, polisi menangkap sedikitnya 84 perusuh.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Gelombang unjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Padang, Sumatera Barat, berlanjut hingga Kamis (8/10/2020) sore. Di sela-sela unjuk rasa, polisi menangkap sedikitnya 84 pemuda berseragam sekolah menengah tingkat atas dan berpakain bebas karena berupaya merusuh di sekitar lokasi.
Unjuk rasa di Jalan S Parman dekat pintu barat kantor DPRD Sumbar itu berlangsung sejak Kamis tengah hari hingga maghrib. Massa dari kalangan mahasiswa di Sumbar itu datang bergelombang dengan total pengunjuk rasa ribuan orang. Unjuk rasa diwarnai pembakaran ban di tengah jalan.
Setidaknya ada tiga kelompok massa berdemonstrasi, yaitu Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sumbar, Cipayung Plus Kota Padang (HMI, PMII, PMKRI, GMNI, GMKI, dan IMM), dan Aliansi Lingkaran Mahasiswa Minangkabau Raya (Lima Mira). Meskipun inti tuntutan mereka hampir sama, menolak RUU Cipta Kerja, kelompok tersebut berunjuk rasa secara bergantian.
Massa PMII Sumbar menyampaikan empat tuntutan terkait penolakan RUU Cipta Kerja. Tuntutan itu, antara lain, menolak RUU Cipta Kerja karena tidak pro rakyat kecil, meminta presiden tidak menandatangani RUU Cipta Kerja, dan mendukung Pengurus Besar PMII mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
PMII Sumbar juga mengecam tindakan represif aparat kepolisian dalam mengamankan massa di sejumlah provinsi di Indonesia. ”Kami meminta Polri menginstruksikan jajaran agar tidak represif dan menindak tegas anggota yang melakukan tindakan tersebut,” kata Rodi Indra Saputra, Koordinator Umum PMII Sumbar.
Sementara itu, Aliansi Lima Mira menuntut DPRD Sumbar sebagai perwakilan masyarakat Sumbar menyatakan sikap tidak setuju terhadap RUU Cipta Kerja menjadi UU. Mereka juga meminta bukti otentik dan visual dari pernyataan sikap penolakan dari DPRD Sumbar itu.
”Ketiga, kami meminta Presiden RI mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai bentuk sikap peduli terhadap aspirasi rakyat agar tidak melanjutkan tahapan RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU,” kata Kelvin Nanda Permana, orator Aliansi Lima Mira.
Ketua DPRD Sumbar Supardi tiga kali naik turun kantornya untuk menemui kelompok massa itu. Intinya, DPRD Sumbar mulai Jumat (9/10/2020) pagi mengirimkan aspirasi tiap-tiap kelompok kepada pemerintah pusat.
”Saya pastikan sekali lagi, aspirasi yang adik-adik sampaikan kami kirimkan ke Jakarta. Kami memberikan surat pengantar untuk aspirasi tersebut,” kata Supardi.
Akan tetapi, kata Supardi, DPRD Sumbar tidak punya wewenang menyatakan sikap menolak ataupun mendukung RUU Cipta Kerja. Sebab, aturan itu disusun, dibahas, dan disetujui pemerintah pusat dan DPR di Jakarta.
Janji Supardi sama dengan yang disampaikan kepada massa yang berunjuk rasa pada Rabu (8/10/2020) . Rabu itu, ribuan orang dari kalangan mahasiswa dan siswa SMK serta buruh berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja. Demonstrasi sempat diwarnai aksi pelemparan batu, kayu, dan botol minuman kemasan ke arah polisi dan Supardi.
Perusuh ditangkap
Unjuk rasa pada Kamis di kantor DPRD Sumbar kembali diwarnai aksi pelemparan batu oleh ratusan orang. Sebanyak 84 pemuda berseragam sekolah menengah kejuruan (SMK) dan berpakaian bebas ditangkap Kepolisian Resor Kota Padang. Para pemuda itu merusuh karena tidak diperkenankan mendekat ke lokasi demonstrasi.
”Ada sekitar 84 orang perusuh kami tangkap. Mereka, antara lain, pelajar SMK, residivis, dan mantan narapidana asimilasi (2-3 orang),” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Padang Ajun Komisaris Besar Imran Amir.
Terhadap siswa SMK, kata Imran, polisi memanggil orangtua mereka dan menyurati pihak sekolah. Sementara itu, bagi residivis, polisi sedang mengecek statusnya di lembaga permasyarakatan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Komisaris Rico Fernanda menjelaskan, ada dugaan para perusuh itu merupakan pihak yang melempar batu kepada polisi saat unjuk rasa pada Rabu sore. Agar tidak terjadi kasus serupa, polisi mengantisipasi dengan tidak mengizinkan mereka ikut dalam kelompok yang berunjuk rasa pada Kamis ini.
Polisi menangkap para perusuh yang tersisa di sekitar lokasi hingga Kamis malam. Sebelumnya, perusuh berulang kali melempari polisi dengan batu serta mengacungkan tongkat kayu dan senjata tajam, seperti celurit, kemudian lari ketika dikejar polisi. Polisi berulang kali menembakkan gas air mata ke arah para perusuh.
Perusuh berulang kali melempari polisi dengan batu serta mengacungkan tongkat kayu dan senjata tajam, seperti celurit.
Kepala Kepolisian Daerah Sumbar Inspektur Jenderal Toni Harmanto, di sela-sela meninjau unjuk rasa, mengharapkan masyarakat tidak melakukan tindakan anarkistis ketika menyampaikan pendapat. Anak-anak sekolah yang tidak tahu pokok masalah juga diminta tidak terprovokasi dengan orang-orang yang punya kepentingan tertentu.
”Hindarkan tindakan anarkistis. Kami tidak ingin massa pengunjuk rasa terprovokasi. Ada beberapa orang diamankan karena membawa barang-barang berbahaya bagi masyarakat dan anggota polisi,” ujar Toni.