90 Persen Desa di Malaka Belum Memenuhi Standar Sanitasi
Sebanyak 90 persen desa di Kabupaten Malaka belum memenuhi standar sanitasi total berbasis masyarkat. Selain kesadaran hidup bersih yang terus didorong, masalah kekurangan air bersih ikut menjadi penyebab.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
BETUN, KOMPAS — Sebanyak 114 desa atau sekitar 90 persen dari total 127 desa di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, belum memenuhi standar sanitasi total berbasis masyarakat. Desa-desa dimaksud terus berupaya mencapai sejumlah standar yang ditetapkan. Salah satu kendala terbesar adalah ketersediaan air bersih.
Hal itu terungkap dalam acara deklarasi sanitasi total di Betun, ibu kota Kabupaten Malaka, Kamis (8/10/2020). Deklarasi itu diinisiasi Yayasan Pijar Timur Indonesia selaku pelaksana program dari Yayasan Plan Internasional. Hadir juga sejumlah pejabat kabupaten setempat, kepala puskesmas, dan kepala desa.
Direktur Yayasan Pijar Timur Indonesia Vinsen Kia Beda mengatakan, pada kesempatan itu, 9 desa mengikuti deklarasi, sebelumnya 4 desa. Artinya, dari 127 desa di Malaka, baru 13 desa yang mendeklarasikan sanitasi total berbasis masyarakat. Hal itu berarti 114 desa yang lain belum memenuhi standar sanitasi total.
Vinsen menjelaskan, suatu desa sudah dapat dideklarasikan jika telah memenuhi lima pilar dalam hal kesehatan lingkungan. Pertama, warga tidak lagi membuang air besar sembarangan. Hal itu ditunjukkan dengan setiap rumah memiliki jamban. Kedua, cuci tangan pakai sabun yang ditandai dengan tersedianya khusus air cuci tangan dan sabun di rumah.
Pilar ketiga, pengolahan air minum dan makanan yang sehat. Itu ditandai dengan ketersediaan air minum yang sudah dimasak. Makanan yang diolah juga bersih. ”Makanan disimpan dalam lemari makan atau tudung saji agar tidak dihinggapi lalat yang membawa kuman penyakit,” ujar Vinsen.
Sementar pilar berikutnya adalah pengelolaan sampah rumah tangga yang ditunjukkan dengan ketersediaan tempat sampah dan proses pembuangan sampah. Pilar terakhir adalah pengolahan limbah cair. Contoh sederhana adalah tidak ada air yang tergenang di permukiman, seperti halaman rumah dan gorong-gorong.
Menurut Vinsen, sanitasi sangat berperan besar dalam tumbuh kembang anak. Anak yang stunting atau tengkes, 70 persen disebabkan oleh sanitasi lingkungan. Faktor gizi hanya 30 persen. ”Meski makanan itu bergizi, penyajiannya tidak bersih atau dimakan tanpa cuci tangan, hasilnya akan sama saja. Makanan itu terkontaminasi kuman kemudian menimbulkan penyakit,” katanya.
Sebagaimana catatan Kompas sebelumnya, upaya menekan angka stunting merupakan program prioritas Provinsi NTT. Tahun 2018, angka stunting mencapai 42,6 persen atau sekitar 281.160 anak balita dari total 660.000 anak balita di NTT. Dari jumlah itu, angka stunting anak balita di Malaka hampir mendekati 5.000.
Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Malaka Zakarias Nahak meminta agar semua pihak mendorong secepatnya desa-desa yang lain ikut mendeklarasikan sanitasi total berbasis masyarakat setelah memenuhi lima pilar dimaksud. "Tolong dipahami, kebersihan itu untuk diri kita sendiri. Bukan untuk dokter, bukan untuk perawat atau orang-orang puskesmas," ujarnya.
Zakarias mendorong agar para kepala desa menerbitkan peraturan desa yang mewajibkan masyarakat memenuhi standar sanitasi yang ditentukan. Selain kewajiban dan sanksi yang mengikuti, juga ada hak yang diterima jika terpenuhi. Ia juga menyarankan setiap desa menggelar lomba kebersihan.
Namun, di sisi lain, banyak daerah di Malaka masih kesulitan air bersih. Warga di desa-desa di pegununungan, seperti di Kecamatan Sasitamean, mengandalkan air hujan dan air kali untuk kebutuhan cuci atau mandi. ”Pemerintah bilang masyarakat wajib mandi dan cuci tangan, tapi pemerintah tidak membantu masyarakat mendatangkan air bersih," kata Marsel, warga Desa Manulea.
Menurut pantauan Kompas di Desa Kateri, misalnya, jeriken berjejeran di tempat pengambilan air. Di daerah itu banyak dibangun fasilitas air bersih, tapi tidak ada air. Warga setempat sering mengambil air dari kali dengan berjalan kaki lebih dari 2 kilometer.