Lapangan Merdeka Medan Diperingati sebagai Situs Proklamasi
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan mengingatkan agar Lapangan Merdeka Medan ditetapkan sebagai cagar budaya dan situs proklamasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan memperingati hari pertama kalinya kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan secara terbuka di Sumatera Utara di Lapangan Merdeka Medan, Selasa (6/10/2020).
MEDAN, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan memperingati hari pertama kalinya kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan secara terbuka di Sumatera Utara, di Lapangan Merdeka Medan, 6 Oktober 1945. Mereka mengusulkan agar ke depan pemerintah mengadakan upacara peringatan itu setiap tahun.
”Upacara ini juga sekaligus mengingatkan agar Lapangan Merdeka Medan ditetapkan sebagai cagar budaya dan situs proklamasi,” kata Koordinator Pengarah Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kota Medan Profesor Usman Pelly seusai melaksanakan upacara pengibaran bendera Merah Putih di Lapangan Merdeka Medan, Selasa (6/10/2020). Upacara diikuti para jejaring koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi dan perseorangan.
Usman mengatakan, Lapangan Merdeka Medan seharusnya menjadi situs proklamasi karena di tempat itu Proklamasi Indonesia diumumkan untuk pertama kali di wilayah Sumatera Timur (yang sekarang Sumatera Utara) secara resmi dan terbuka. Proklamasi kemerdekaan ketika itu diumumkan langsung oleh Gubernur Sumatera Teuku Muhammad Hasan yang sekarang sudah menjadi pahlawan nasional.
”Gubernur Hasan bersama Achmad Tahir, Ki Soegondo Kartodiprojo, seluruh Barisan Pemuda Indonesia (BPI), serta seluruh pejuang rakyat Sumatera Timur mengibarkan bendera Merah Putih sekaligus mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Jepang,” kata Usman yang merupakan antropolog itu.
Warga berolahraga di Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Selasa (6/10/2020). Lapangan itu kian sempit karena didominasi kawasan komersial.
Setelah pengibaran bendera di Lapangan Merdeka, para pejuang kemerdekaan juga menurunkan bendera Jepang dari sejumlah kantor pemerintahan dan menaikkan bendera Merah Putih. Karena itu, Lapangan Merdeka Medan dinilai menjadi monumen bersejarah yang sangat penting dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia. KMS Peduli Kota Medan pun meminta agar upacara resmi dilakukan setiap 6 Oktober di Lapangan Merdeka Medan.
Koordinator KMS Peduli Kota Medan Miduk Hutabarat mengatakan, upacara itu juga mengingatkan kembali perjuangan untuk mengembalikan kembali fungsi Lapangan Merdeka sebagai ruang publik dan ruang terbuka hijau. Mereka juga meminta lapangan itu ditetapkan sebagai cagar budaya. Pada Agustus lalu koalisi pun sudah menyampaikan notifikasi gugatan warga negara atau citizen lawsuit terhadap Pemerintah Kota Medan agar Lapangan Merdeka Medan ditetapkan sebagai cagar budaya.
”Saat ini, Lapangan Merdeka Medan semakin sempit karena kian didominasi pusat jajanan Merdeka Walk, tempat menjual buku, dan lapangan parkir. Kami meminta agar luas Lapangan Merdeka dikembalikan sepenuhnya untuk publik,” kata Miduk.
Dari 4,8 hektar luas Lapangan Merdeka Medan, kini 2,2 hektar sudah beralih fungsi menjadi restoran, area parkir, dan kantor. Lapangan yang mulai aktif digunakan sejak 1880 pada masa penjajahan Belanda itu awalnya bernama De Esplanade, lapangan di tengah kota. Namanya sempat berubah menjadi Fukuraido pada masa pendudukan Jepang.
Warga beraktivitas di pusat jajanan Merdeka Walk di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Senin (17/8/2020).
Sekretaris Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Burhan Batubara mengatakan, harapan untuk mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka kini menguat setelah Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyatakan keinginannya ”memerdekakan” Lapangan Merdeka. Ia pun berharap komitmen itu diikuti Pemerintah Kota Medan sebagai pemilik aset.
Saat ini, Lapangan Merdeka Medan semakin sempit karena kian didominasi pusat jajanan Merdeka Walk, tempat menjual buku, dan lapangan parkir.
Burhan mengatakan, masyarakat Medan pernah menikmati alun-alun kota sebagai tempat bermain, berolahraga, belajar, dan tempat duduk santai melihat pohon trembesi yang rindang dan burung-burung yang indah. ”Namun, ruang publik kini semakin sempit sejak kawasan komersialisasi semakin mendominasi,” katanya.
Lapangan Merdeka kini kehilangan rohnya. Pohon-pohon yang mengelilinginya kini meranggas. Pemkot Medan mendirikan bangunan parkir yang kumuh dan tidak terawat. Di lantai dua bangunan parkir dibuat tempat jual-beli buku bekas.
Bangunan parkir itu menempel dengan Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia yang kini tidak terawat.