Dua kapal ikan dari Filipina ditangkap di perairan WPP 717 Samudra Pasifik. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menambah armada kapal pengawas demi mengintensifkan pemberantasan penangkapan ikan ilegal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua kapal ikan dari Filipina ditangkap di perairan zona ekonomi eksklusif Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 717 Samudra Pasifik dalam operasi Kapal Pengawas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jumlah armada kapal pengawas akan ditambah untuk memaksimalkan pencegahan pencurian ikan di WPP 717.
Dalam konferensi pers daring, Selasa (6/10/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, dua kapal ikan berbendera Filipina itu ditangkap pada Kamis (1/10/2020) dalam operasi menggunakan Kapal Pengawas Orca 04. Penangkapan ini adalah yang pertama dalam setahun terakhir di Samudra Pasifik yang masuk WPP 717.
Kapal pertama adalah FB VMC 118 berukuran 105,9 gros ton (GT) beralat tangkap purse seine yang mengangkut 18 awak kapal, semua berkewarganegaraan Filipina. Kapal kedua adalah kapal lampu F/B LB Vient-21 berukuran 20,62 GT yang diawaki tiga warga negara Filipina pula. Kapal ditangkap sekitar 80 mil laut (148,16 kilometer) dari garis zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
”Pelaku IUU Fishing (penangkapan ikan ilegal, tak terlaporkan, dan tak teregulasi) tidak mengenal masa pandemi karena mereka terus beraksi. Covid-19 justru jadi peluang untuk mereka. Jadi, penting bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan di laut,” kata Edhy.
Edhy menambahkan, pergerakan kapal ikan asing juga sangat dinamis. Ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat pengawasan di Laut Sulawesi di WPP 716, mereka berpindah ke tempat yang lebih jauh, yaitu WPP 717. Kedua kapal dan para awaknya pun kini ditahan di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung. ”Ke depan, kami akan intensifkan pengawasan di WPP 717 dan WPP lainnya,” ujar Edhy.
Hampir setahun kepemimpinan Edhy di KKP, sebanyak 74 kapal pelaku penangkapan ilegal telah ditangkap, 57 di antaranya kapal ikan asing. Kapal-kapal itu berasal dari sejumlah negara, antara lain Vietnam (27), Filipina (16), Malaysia (13), dan Taiwan (1). Salah satu kapal bahkan ditenggelamkan karena melawan ketika hendak ditangkap.
Saat ini, 17 kapal telah disita dengan putusan in kracht, 4 kapal sedang dalam proses banding, 22 kapal dalam persidangan, 3 kapal selesai penyidikan, 7 kapal dalam sedang dalam penyidikan, dan 5 kapal dalam pemeriksaan pendahuluan. Selain satu kapal yang ditenggelamkan, 15 kapal lainnya mendapatkan sanksi administrasi sebagai bentuk pembinaan bagi nelayan Indonesia.
”KKP akan selalu serius menjaga kedaulatan pengelolaan perikanan di Indonesia. Tidak ada ruang bagi pencuri ikan di Indonesia. Semua ini pun dimungkinkan karena kami bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari TNI, Polri, Bakamla, KPLP (Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai), hingga Bea dan Cukai,” kata Edhy.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Dirjen PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, dua kapal yang ditangkap tidak akan ditenggelamkan sebagaimana populer di masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti. Kapal-kapal asing yang ditangkap akan diserahkan kepada perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
”Negara sudah menyita, lebih baik kita maksimalkan memanfaatkannya untuk mencerdaskan bangsa. Mahasiswa perikanan nantinya bisa mengenal alat tangkap dan jenis-jenis ikan, bukan hanya mengerti teori,” ujar Pung.
Tambah armada
Nakhoda Kapal Pengawas Orca 04, Eko Priyono, mengatakan, dua kapal ikan berbendera Filipina yang ditangkap terkait dengan Kapal FB Louie 17 berukuran sekitar 150 GT pada Juni lalu. Ada sebuah ponton yang telah dipasang di wilayah ZEE Indonesia sebagai pusat wilayah penangkapan.
Hal ini, kata Eko, menunjukkan besarnya risiko penangkapan ikan ilegal di WPP 717. Karena itu, ia meminta Dirjen PSDKP untuk menambah frekuensi pengawasan di wilayah di utara Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua itu. ”Lautnya sangat luas dengan sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah,” katanya.
Data KKP pada 2018, produksi daerah dari WPP 717 mencapai 91.827 ton. Perairan itu menghasilkan rata-rata 44.796 ton ikan demersal, 31.194 ton pelagis besar, dan 27.426 ton pelagis kecil selama 2014-2018. Adapun potensi sumber daya perikanan dan kelautannya mencapai 1,05 juta ton.
Namun, potensi yang besar ini tak diiringi kapasitas keamanan yang memadai. Pung Nugroho mengatakan, Indonesia hanya memiliki 28 kapal pengawas, jauh dari kebutuhan minimal 70 kapal dari Aceh sampai Papua. Di Pangkalan PSDKP Bitung yang mencakup wilayah timur Indonesia hanya memiliki empat kapal yang aktif digunakan berpatroli.
”Tahun depan, kami akan pengadaan satu atau dua kapal lagi. Ada bantuan dari Jepang dua kapal untuk memperkuat armada kami. Kita harus memperbesar armada dan memperkuat sumber daya manusianya pula,” kata Pung.
Pung menambahkan, WPP 716 dan WPP 717 di utara Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua sulit diawasi karena lautnya yang luas dan sangat terbuka, bahkan lebih terbuka ketimbang WPP 711 di Laut Natuna yang kerawanannya lebih tinggi. Namun, eksploitasinya masih rendah, terutama di wilayah ZEE. Karena itu, diperlukan lebih banyak kapal ikan, terutama yang berukuran di atas 100 GT. KKP juga telah mempermudah perizinan kapal ikan hingga 300 GT demi meningkatkan aktivitas di ZEE Indonesia.