Sekitar 57 persen populasi dunia hidup di perkotaan saat ini dan akan menjadi 67 persen pada 2035. Pengelolaan perkotaan terutama penyediaan hunian, penataan kawasan, dan antisipasi pandemi jadi tantangan berat ke depan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Sekitar 57 persen populasi dunia hidup di perkotaan saat ini dan akan menjadi 67 persen pada 2035. Pengelolaan perkotaan terutama penyediaan hunian, penataan kawasan, dan antisipasi pandemi menjadi tantangan hebat di masa depan.
Demikian benang merah dalam jumpa pers peringatan Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/10/2020). Surabaya merupakan tuan rumah peringatan internasional yang selalu digelar tiap hari Senin pertama Oktober dengan prakarsa United Nations-Habitat (UN-Habitat), Badan Program Pemukiman Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Masyarakat memerlukan rumah yang amat layak, tidak cuma atap dan lantai. Dalam situasi saat ini, rumah penting misalnya ketika ada kebijakan lockdown sehingga masyarakat bisa merasa aman dari ancaman pandemi (Maimunah Mohd Sharif)
Peringatan yang secara resmi dibuka pada Senin malam di Balai Kota Surabaya ini mengusung tema “Pemukiman untuk Semua: Masa Depan Perkotaan yang Lebih Baik”. Salah satu fokus pembahasan dalam rangkaian perayaan ini adalah mencari solusi permukiman yang baik di tengah pandemi Covid-19. Permukiman menjadi faktor penting yang harus dijamin oleh pemerintah demi keselamatan warga.
Direktur Eksekutif UN Habitat Maimunah Mohd Sharif dalam jumpa pers secara dalam jaringan (online) internet melalui aplikasi Zoom mengatakan, permasalahan permukiman menjadi penting dan mendesak di tengah pandemi Covid-19. Masyarakat membutuhkan perlindungan yang cukup di dalam rumah serta fasilitas sanitasi yang memadai saat wabah dan selama upaya penanganan.
“Masyarakat memerlukan rumah yang amat layak, tidak cuma atap dan lantai. Dalam situasi saat ini, rumah penting misalnya ketika ada kebijakan lockdown sehingga masyarakat bisa merasa aman dari ancaman pandemi,” kata Maimunah.
Saat ini, 57 persen populasi dunia tinggal di perkotaan. Pada 2035, perkotaan menanggung beban lebih berat sebagai tumpuan hidup 67 persen populasi global. Pada 2050, perkotaan kian menjadi pusat kehidupan umat manusia.
Antisipasi potensi wabah
Situasi ini, lanjut Maimunah, menuntut desain, perencanaan, model bisnis, kebijakan, kesehatan terintegrasi, dan pengelolaan luar biasa dalam konteks normal baru. Paradigma otoritas yakni para wali kota juga harus memperhatikan antisipasi potensi wabah berulang dalam bentuk yang lain.
Pemukiman kumuh dan tunawisma serta ancaman generasi milenial terancam kian sulit mengakses tempat tinggal akan menjadi tema-tema pembahasan diskusi daring dan luar jaringan (off line) yang akan diikuti oleh 900 peserta dari 193 negara.
Maimunah mengatakan, Surabaya dipilih sebagai tuan rumah karena dianggap sebagai salah satu contoh baik oleh UN-Habitat tentang pengelolaan perkotaan yang inklusif. “Dalam pandangan kami, Surabaya tak meninggalkan kaum marjinal dan pengelolaan perkotaannya telah diakui sehingga pada 2018 mendapat penghargaan,” katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, perkampungan menjadi salah satu kunci penyelesaian penanganan wabah Covid-19. Dengan tidak mengubah budaya perkampungan di tengah kota, masyarakat lebih bisa bertanggung jawab untuk penanganan Covid-19 di lingkungan terdekatnya masing-masing.
“Kami merealisasikan ini dengan program yang namanya Kampung Tangguh. Jadi bagaimana permukiman bisa dimanfaatkan juga sebagai sarana penanganan Covid-19,” pungkasnya.
Risma memaparkan, penduduk Surabaya sebanyak 3,3 juta jiwa. Namun, sebagai pusat pertumbuhan dan ekonomi Jatim, pada siang, mobilitas di dalam kota bisa menembus 6 juta karena pergerakan pekerja komuter dari Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Lamongan, Bangkalan bahkan dari Malang Raya.
Dengan penduduk amat besar sudah menjadi tantangan hebat dalam penataan. Kampung-kampung tumbuh tetapi juga banyak yang kumuh. Selama memimpin Surabaya dua periode dan akan berakhir pada Februari 2021, Risma telah memperbaiki penataan di 1.139 lokasi yakni sekolah, taman, kantor umum, lapangan olahraga, kampung, sekaligus jaringan instalasi air dan pengolahan limbahnya.
Surabaya menekan pendekatan penggusuran suatu kawasan khususnya kampung kumuh dengan misalnya struktur yang modern dan wah. Di kampung, masyarakat didorong untuk menata sendiri kawasannya, ditumbuhkan semangat m penghijauan bahkan pertanian urban, dibantu penyediaan instalasi komunal pengelolaan limbah, didorong pemberdayaan usaha ekonomi, dan dihidupkan kembali nuansa-nuansa budaya.
“Dengan demikian, masyarakat tidak merasa tercabut akar budayanya akibat program penataan,” kata Risma.
Kunjungan ke taman
Seusai menggelar jumpa pers tentang pembukaan perayaan Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengajak delegasi menuju Taman Harmoni di Jalan Keputih Surabaya. Mengunjungi taman terluas dari lebih 400 taman di kota dengan penduduk 3,3 juta jiwa ini, rombongan berangkat dari Balai Kota Surabaya dengan menggunakan Suroboyo Bus yang ongkosnya menggunakan botol plastik bekas.
Setiba di lokasi, rombongan disambut hangat oleh jajaran dari Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH). Dengan rasa penasaran, rombongan mengelilingi taman seluas 85.000 meter persegi itu. Mulai dari pintu masuk, berbagai keindahannya setiap tanaman mencuri pandangan mereka. Bahkan saat berkeliling, mereka kerap kali mengabadikan momen dengan berswafoto.
Saya rasa ini projek yang sangat bagus untuk lingkungan (Armando Gonzalo Alvarez Reina)
Pada kesempatan itu, Duta Besar dari Meksiko untuk Indonesia, Armando Gonzalo Alvarez Reina mengatakan, projek pembuatan Taman Harmoni dalam bidang lingkungan dan ekologi dinilai sangat luar biasa. Sebab, dari yang sebelumnya kawasan ini adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kini telah berubah menjadi destinasi yang indah.
“Saya rasa ini projek yang sangat bagus untuk lingkungan,” kata Armando Gonzalo.
Dilihat prespektif kota cerdas, konsep seperti ini lah yang memang dibutuhkan. Berawal dari sesuatu yang tidak bernilai menjadi sesuatu yang bernilai. Selain itu, ia menyebut taman ini bukan lah sekadar taman biasa melainkan
taman yang sangat indah. "Tempat ini bagus untuk lingkungan karena mengubah lokasi TPA sampah menjadi taman yang sungguh indah,”