Pak Pos Mengantar Bantuan sampai ke Kayangan
Program bantuan sosial tunai yang diluncurkan pemerintah saat pandemi sangat berarti bagi sebagian masyarakat terdampak. Namun, tak sedikit warga yang tidak bisa mengambil, hingga petugas pos harus mengantarkannya.
Program bantuan sosial tunai yang diluncurkan pemerintah di masa pandemi menjadi salah satu penyelamat yang sangat berarti bagi sebagian masyarakat terdampak. Namun, tak sedikit warga yang tidak bisa mengambil atau mencairkannya.
Salehana (48) berjalan tertatih ketika hendak membersihkan baju dan seprai yang ia jemur di halaman samping rumah. Kaki sebelah kanannya tak mampu menopang kokoh tubuhnya. Bahkan, saat berjalan, kaki kanan tersebut tak mampu ia angkat. Salehana hanya bisa menyeretnya.
Lima tahun lalu, ketika sedang bertani tiba-tiba saja Salehana tak mampu menggerakkan kakinya. Sejumlah tetangganya menyebut Salehana terkena stroke. Salehana juga pernah menjalani operasi di kepala dan perut. ”Criyose pak dokter, kula niki sakit saraf (kata pak dokter, saya ini sakit saraf),” ucap ibu dua anak tersebut.
Kedua anak Salehana sudah berkeluarga dan tinggal terpisah, sedangkan suaminya hilang tanpa kabar sejak Salehana jatuh sakit. Salehana kini hanya tinggal bersama ibunya, Misati (75), di sebuah rumah semipermanen berukuran 4 meter x 3 meter.
Mereka tinggal di daerah terpencil di Dusun Kayangan, Desa Segobang, Kabupaten Banyuwangi. Dusun Kayangan berada di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut di balik bukit di sebelah tenggara Gunung Ijen.
Sehari-hari Salehana dan Misati hanya bertumpu pada hasil panen sawah mereka yang berukuran tak lebih dari 10 meter persegi. Kadang Misati mencari tambahan pemasukan dengan menjadi buruh petik kopi di kebun milik tetangganya.
Selain untuk makan, kebutuhan pokok yang rutin dikeluarkan ialah berobat. Butuh biaya Rp 250.000 untuk sekali berobat. Namun, ia lupa kapan harus memeriksakan kesehatannya. ”Ya, pokoknya kalau sakit dan punya uang, baru saya berobat,” kata Salehana.
Baca juga : Mereka yang Luput dari Bantuan Sosial
Pada masa pandemi seperti ini, pemerintah melalui Kementerian Sosial menyalurkan bantuan sosial tunai. Namun, karena kondisi kesehatannya, Salehana selalu tidak bisa mengambil atau mencairkan dana tersebut di kantor pos atau kantor desa terdekat.
Salehana tidak bisa mewakilkan kepada siapa pun pengambilan bantuan tersebut karena ia merupakan pemilik kartu keluarga (KK) tunggal. Kendati tinggal bersama Misati, ia sudah tidak satu KK dengan ibundanya tersebut. Anak-anaknya yang sudah menikah juga sudah memiliki KK terpisah darinya.
Beruntung ada ”Pak Pos” atau ”Tukang Pos” yang diamanatkan oleh negara untuk mengantar bantuan tersebut. Mereka akan mengirimkan dana bantuan tersebut kepada penerima yang karena kondisi kesehatannya tidak bisa mengambil sesuai jadwal penyerahan.
Ke Kayangan
Slamet Utomo (42), tukang pos, empat kali mengantar dana bantuan sosial tunai (BST) untuk Salehana dan beberapa warga di Dusun Kayangan. Sesuai namanya, Dusun Kayangan memang terletak di daerah terpencil di dataran tinggi. Jalan curam dengan jurang di kanan dan kiri harus dilalui Utomo.
”Sewaktu mendapat tugas mengantar ke Dusun Kayangan, saya pikir bakal bertemu bidadari. Ternyata, saya harus mengantar dana bantuan sosial, he-he-he,” ujar Utomo terkekeh.
Baca juga : Evaluasi Data, Cara Pembagian, dan Jenis Bantuan Sosial di Jakarta
Utomo perlu menempuh perjalanan 35 kilometer melewati jalan berbatu yang menanjak untuk bisa sampai ke lokasi tujuan. Perjalanan itu ia tempuh menggunakan kendaraan dinas Kantor Pos yang khas dengan warga oranye dan tas kain kotak di kedua sisi kanan-kiri di belakang.
Mengantar dana BST menjadi pengalaman pertama Utomo ke Kayangan. Tugas mengantar dana BST ia lakukan setelah tugas-tugas di kantor pos selesai pukul 15.00. Butuh waktu 4 jam hingga akhirnya Utomo menemukan rumah Salehana. Hingga akhirnya Utomo baru keluar dari Dusun Kayangan pukul 23.00 untuk kembali ke rumah.
Utomo mengatakan, ia sudah empat kali mengantarkan dana BST hingga ke rumah-rumah penerima. Dalam setiap tahapan pencairan, ia mengantar ke 60 hingga 80 penerima.
Banyak kejadian berkesan yang pernah dialami Utomo. Kehabisan bensin, ban bocor, atau bahkan terjatuh di jalan terjal merupakan hal biasa. Cukup dengan sambutan yang ramah dan suguhan kopi, Utomo sudah merasa cukup bahagia.
”Pernah suatu ketika, penerima sampai menangis memeluk saya setelah saya mengantarkan dana BST. Dia berterima kasih karena merasa saya memberinya uang bantuan. Padahal, saya, kan, cuma tugas nganter, ini uang dari negara,” tutur Utomo.
Utomo juga pernah mengantar uang kepada salah satu penerima di Desa Tamansari. Sayangnya dana bantuan tersebut belum sempat diterima karena sang penerima lebih dahulu meninggal 5 menit sebelum Utomo tiba.
Pengantaran dana BST merupakan tugas tambahan bagi Utomo dan rekan-rekannya sesama tukang pos. Untuk setiap tugas tambahan tersebut, Utomo mengaku tidak mendapat tambahan insentif.
Tugas pengantaran ia lakukan dengan penuh rasa tanggung jawab dan ikhlas. Ia juga tak pernah mengeluhkan kondisi ini. Utomo justru bersyukur bisa mengantarkan dana bantuan yang dinantikan dan dibutuhkan warga terdampak.
Pada pencairan pertama tahap satu pada bulan Juni, Utomo mengantarkan dana BST kepada para penerima masing-masing Rp 600.000. Sementara pada pencairan kedua untuk tahap kedua dan ketiga, setiap penerima menerima Rp 1,2 juta.
Baca juga : Warga Bregas Cairkan Bantuan Sosial
Pada pencairan ketiga untuk tahap keempat dan kelima, Utomo kembali mengantar Rp 600.000 bagi para penerima. Bulan September pada pencairan keempat untuk tahap keenam, Utomo mengantarkan Rp 300.000 untuk para penerima.
Kendati hanya Rp 300.000 yang ia antarkan, Utomo tetap melakukan itu dengan penuh tanggung jawab. Itu dilakukan bukan demi uang yang akan ia nikmati, melainkan demi uang yang diamanahkan kepadanya untuk orang yang membutuhkan.
”Semuanya lillahi ta’ala. Mau tidak mau, ya saya harus mengantarkan BST. Ini tugas negara. Seberat apa pun medan, seberapa pun jauh jarak harus saya tempuh. Ini semua amanah,” tuturnya.
Kepala Kantor Pos Banyuwangi Vicky Vidianto mengatakan, di Banyuwangi terdapat 45.000 keluarga penerima manfaat. Sebanyak 1 persen hingga 2 persen di antaranya kerap tidak bisa datang ke lokasi pencairan dana BST.
”Penerima yang meninggal atau di luar kota bisa diwakilkan oleh anggota keluarga yang terdaftar dalam satu kartu keluarga. Sementara pengantaran dana BST ke rumah kami lakukan bagi penerima manfaat yang sakit atau lansia yang memiliki kartu keluarga tunggal,” tuturnya.
Vicky mengatakan, pengantaran dilakukan karena penerima manfaat yang sakit atau lansia tidak ada yang bisa mewakilkan. Upaya ini dilakukan untuk memastikan dana tersebut diterima oleh keluarga yang tepat.
Banyak yang menilai Kantor Pos sudah dilupakan karena semakin jarang orang yang berkirim surat. Namun, untuk mengantar bantuan sosial dari pemerintah, Kantor Pos masih bisa diandalkan sekalipun mereka harus mengantar hingga ke Kayangan.