Ancaman terhadap Aktivis Lingkungan, Masyarakat Adat, dan HAM Menguat
Ancaman terhadap aktivis lingkungan hidup, masyarakat adat, dan hak asasi manusia terus meningkat dalam beberapa tahun belakangan. Semakin banyak aktivis yang mendapat kriminalisasi dan intimidasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ancaman terhadap aktivis lingkungan hidup, masyarakat adat, dan hak asasi manusia menguat dalam beberapa tahun belakangan. Semakin banyak aktivis yang mendapatkan kriminalisasi dan intimidasi. Di Medan, kejanggalan kasus kematian aktivis Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara, Golfrid Siregar, hingga kini belum terjawab meskipun kepolisian telah menyimpulkan kematiannya akibat kecelakaan lalu lintas.
”Sepanjang tahun ini, kami mencatat sudah ada 12 kasus konflik dan kriminalisasi yang dihadapi pejuang lingkungan hidup, masyarakat adat, dan hak asasi manusia,” kata Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati dalam diskusi melalui video konferensi, Senin (5/10/2020).
Tersambung dalam diskusi itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik, Direktur Walhi Sumut Dana Prima Tarigan, dan Staf Pembela HAM di Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy.
Hidayati mengatakan, beberapa konflik dan kriminalisasi pejuang lingkungan hidup dan HAM yang belum terselesaikan antara lain penangkapan Kepala Adat Laman Kinipan Effendi Buhing di Kalimantan Tengah, penangkapan aktivis lingkungan Hermanus dan penyiksaan hingga meninggal di Kalteng, serta penyemprotan racun dengan drone oleh perusahaan ke lahan milik warga di Desa Lubuk Madrasah di Jambi.
”Di Sumut, kasus kematian Golfrid pada Oktober 2019 langsung ditutup dan dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas tanpa mendalami kemungkinan penyebab lain dalam kaitan dia sebagai aktivis lingkungan dan HAM,” kata Hidayati.
Hidayati mengatakan, penyelidikan kematian Golfrid seharusnya dilakukan dalam konteks sebagai pejuang lingkungan hidup yang sedang mengadvokasi sejumlah kasus, seperti gugatan pembangunan pembangkit listrik tenaga air di Tapanuli Selatan.
Taufan mengatakan, Komnas HAM juga mencatat peningkatan kriminalisasi dan konflik terhadap pejuang lingkungan hidup, masyarakat adat, dan HAM. ”Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kasus kriminalisasi terhadap pejuang HAM. Tidak saja di level nasional, tetapi hingga level daerah,” katanya.
Selain meningkatnya jumlah kasus, kompleksitas kasus ancaman terhadap pejuang HAM juga meningkat. Saat ini, ancaman terhadap aktivis dilakukan dengan cara melakukan kejahatan siber, seperti peretasan, hacking, dan doxing. ”Hal ini bahkan dialami wartawan ataupun media level nasional yang ikut memperjuangkan HAM,” kata Taufan. Namun Taufan tidak memerinci angkanya.
Saat ini, ancaman terhadap aktivis dilakukan dengan cara melakukan kejahatan siber, seperti peretasan, hacking, dan doxing. (Ahmad Taufan Damanik)
Khusus untuk kasus kematian Golfrid, kata Taufan, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan dari Polda Sumut, RSUP H Adam Malik, RS Bhayangkara Medan, keluarga Golfrid, dan para saksi. ”Namun, hingga kini memang belum ada bukti atau fakta baru yang bisa membantah langsung kesimpulan penyelidikan Polda Sumut,” kata Taufan.
Meski demikian, menurut Taufan, masih tetap terbuka kemungkinan untuk kembali menyelidiki kematian Golfrid. Hal itu penting untuk melihat apakah ada kemungkinan lain penyebab kematian Golfrid.
Dana mengatakan, penyelidikan kasus itu tidak bisa dilakukan dengan cara biasa karena Golfrid merupakan aktivis lingkungan dan HAM yang bersinggungan langsung dengan banyak kepentingan. ”Golfrid merupakan kuasa hukum Walhi dalam sejumlah kasus gugatan lingkungan hidup. Ia ditemukan kritis di Jalan Underpass Titi Kuning, Medan, Kamis (3/10/2019),” kata Dana.
Golfrid ditemukan pada pukul 00.15-00.30 sesaat setelah pulang dari rumah pamannya di Jalan Bajak I, Marindal. Ia pun diantar ke Rumah Sakit Umum Mitra Sejati oleh lima orang yang sedang melintas dengan becak bermotor.
Golfrid pun langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik. Setelah dirawat intensif dan menjalani beberapa kali operasi, Golfrid meninggal pada Minggu (6/10/2019).
Dana mengatakan, hingga kini polisi belum bisa menemukan rekaman kamera pengawas (CCTV) yang menunjukkan perjalanan Golfrid dari rumah pamannya hingga ditemukan terkapar bersama sepeda motornya di Titi Kuning. Polisi juga belum menunjukkan hasil visum, otopsi, dan analisis kecelakaan lalu lintas kepada keluarga Golfrid. ”Hingga kini juga tidak ada saksi yang melihat langsung Golfrid mengalami kecelakaan tunggal. Para saksi hanya melihat setelah Golfrid terkapar,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, kesimpulan sementara yang mereka ambil merupakan hasil penyelidikan secara menyeluruh terhadap analisis kecelakaan lalu lintas, reserse kriminal, dan laboratorium forensik. ”Fakta di lapangan menunjukkan dugaan kuat korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas,” katanya.
Tatan mengatakan, penyebab kecelakaan diduga karena Golfrid membentur median jalan di sisi kanan. Hal ini terlihat dari adanya goresan di bagian bawah peredam kejut depan sebelah kanan. Kerusakan sepeda motor juga hampir seluruhnya berada di sisi kanan. Lampu sein kanan patah, setang kanan tergores, peredam kejut depan kanan rusak, pedal rem bengkok, dan knalpot tergores. Ini sejalan dengan luka yang ditemukan di tubuh korban yang sebagian besar berada di tubuh bagian kanan.