Hujan Ekstrem Dapat Terulang, Warga Ambon Bersiap Hadapi Kondisi Terburuk
Hujan ekstrem yang terjadi dalam dua hari terakhir di Ambon, Maluku, diperkirakan akan terulang. Warga yang tinggal di daerah yang sering dilanda banjir dan longsor bersiap menghadapi kondisi terburuk.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Selama dua hari terakhir, Kota Ambon, Maluku, dilanda hujan lebat tergolong ekstrem. Air sungai meluap, jalanan di pusat kota lumpuh, permukiman terendam, dan sejumlah warga terjebak. Sejauh ini, tak ada korban jiwa. Cuaca buruk semacam itu dapat terulang sehingga warga diminta bersiap menghadapi kondisi terburuk.
Hingga Minggu (4/10/2020) siang, hujan yang mengguyur Ambon kembali reda, tetapi mendung masih membayangi daerah itu. Sejumlah permukiman seperti di Batu Merah, Batu Meja, dan kawasan yang berada di bantaran sungai masih terendam. Ketinggian air mulai turun hingga di bawah 50 sentimeter.
Norina Rehata (40), warga Kota Ambon, lewat sambungan telepon menuturkan, pada Jalan AY Patty yang berada di pusat kota itu sempat direndam air hingga ketinggian hampir 1 meter. Kondisi serupa juga terjadi di Jalan Jenderal Sudirman. ”Kami terjebak pada Sabtu malam selama hampir lima jam. Kami tidak bisa keluar dari kota. Sepeda motor tidak bisa tembus,” ujarnya.
Menurut dia, terendamnya Jalan AY Patty disebabkan di pusat kota itu tidak ada lagi area penyerapan air hujan. Lapangan Merdeka, ruang terbuka hijau di pusat kota yang sebelumnya menjadi satu-satunya tempat penyerapan air hujan, oleh Gubernur Maluku Murad Ismail diubah menjadi lapangan beton. Areal itu dipasang paving block pada Agustus 2019.
Sementara titik lain yang terendam, seperti permukiman Batu Merah dan Batu Meja, disebabkan meluapnya air sungai. Bahkan ada warga yang dilaporkan terjebak di tengah gang sempit dan di dalam rumah. ”Ada orang lanjut usia yang dievakuasi tim SAR (pencarian dan pertolongan) dari dalam rumah. Ia baru bisa dibawa keluar pada Sabtu malam,” tutur Kepala Kantor SAR Ambon Djunaidi.
Ia menuturkan, hingga Minggu siang, tak ada korban jiwa akibat banjir. Personel SAR ditugaskan di sejumlah lokasi yang dianggap rawan. Mereka membantu evakusi warga yang sakit dan lanjut usia pindah ke rumah keluarga atau kerabat. Sejauh ini, tidak ada pos komando untuk menampung korban banjir dimaksud.
Ada orang lanjut usia yang dievakuasi tim SAR dari dalam rumah. Ia baru bisa dibawa keluar pada Sabtu malam.
Prakirawan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Pattimura Ambon, Rion S Salman, yang dihubungi secara terpisah menuturkan, hujan yang terjadi pada Sabtu hingga Minggu masuk kategori ekstrem. Curah hujan dalam 24 jam sempat melampaui 200 milimeter. Normalnya, batas atas curah hujan per hari adalah 100 milimeter.
Secara klimatologis, musim hujan yang terjadi di Pulau Ambon dan sekitar sejak Mei lalu seharusnya sudah berakhir pada September. Hujan yang terjadi pada Oktober ini dipengaruhi oleh masih tingginya peguapan di Laut Banda yang berada di selatan Pulau Ambon. Penguapan itu mendorong terbentuknya awan hujan.
Dari citra satelit, langit di Pulau Ambon dan sekitarnya terdapat awan hujan tebal. Rion memperkirakan, hujan lebat masih bakal terjadi selama beberapa hari ke depan sehingga otomatis memicu banjir di sejumlah lokasi. Banjir bisa lebih tinggi karena kondisi tanah sudah jenuh.
”Oleh karena itu, kewaspadaan semakin ditingkatkan demi mencegah korban jiwa,” ujarnya.
Hujan ekstrem di Ambon memang sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juli tahun 2013, menjadi mometum terburuk di mana banjir mengepung daerah itu. Longsor pun terjadi di sejumlah lokasi, merusak puluhan rumah penduduk. Belasan orang meninggal dalam peristiwa tersebut.
Permukiman yang terendam itu kebanyakan berada di lereng bukit dan pinggir sungai. Hampir semua sungai di Ambon dangkal akibat sedimen dan sampah yang dibuang warga sembarangan. Kondisi itu semakin diperburuk dengan alih fungsi lahan di kawasan hulu menjadi permukiman.