Pasien Positif Pesantren di Sleman Bertambah, Pelacakan Digencarkan
Jumlah santri yang menjadi pasien positif Covid-19 dari pondok pesantren di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus bertambah. Penelusuran kontak erat melalui pengambilan sampel usap digencarkan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Jumlah santri yang terpapar Covid-19 dari pondok pesantren, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus bertambah. Hingga Jumat (2/10/2020), tercatat 62 santri positif. Penelusuran kontak erat melalui pengambilan sampel usap masih berlangsung.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, terdapat penambahan 14 pasien positif Covid-19 dari salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan penambahan itu, total terdapat 62 santri yang menjadi pasien positif. Di Sleman, terdapat tiga pondok pesantren yang terjadi penularan Covid-19.
”Dengan temuan kasus positif, kami melanjutkannya dengan tracing di pondok pesantren. Tracing masih terus berlangsung hingga saat ini,” kata Joko, lewat pesan singkat, Jumat (3/10/2020).
Penelusuran kontak erat (tracing) telah dilakukan terhadap 295 santri dari tiga pondok pesantren tersebut. Ketiga pondok pesantren tersebut berada di dua kecamatan berbeda, yakni Kecamatan Ngaglik dan Prambanan. Dua pesantren berada di Kecamatan Ngaglik, sedangkan satu pesantren lain berlokasi di Prambanan.
Joko menyampaikan, saat ini, santri dari pondok pesantren di Kecamatan Ngaglik menjalani isolasi mandiri di pondok tersebut. Pengelola pesantren telah menyediakan satu gedung khusus untuk karantina. Pengawasan terhadap pasien dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 dari pondok tersebut, didukung pula puskesmas setempat. Sementara itu, santri dari pesantren di Kecamatan Prambanan dirawat khusus oleh pihak yayasan yang mengelola pesantren itu.
Saat ini, ada 25 ponpes yang menggelar pembelajaran tatap muka dari total 145 ponpes di Kabupaten Sleman, DIY. Jumlah tersebut sudah termasuk pesantren yang di dalamnya terjadi penularan Covid-19.
Joko menjelaskan, ponpes harus mendapatkan surat rekomendasi khusus dari Gugus Tugas Covid-19 Sleman sebelum kembali menggelar pembelajaran tatap muka. Surat rekomendasi itu menuntut pengelola pesantren memenuhi sejumlah syarat, mulai dari penerapan protokol kesehatan ketat hingga pembentukan Satgas Covid-19 tingkat pesantren.
”Satgas Covid-19, di tingkat pesantren, akan diminta melakukan pengawasan ketat protokol kesehatan. Ini termasuk melakukan penanganan cepat apabila ada salah seorang santri yang mengalami gejala Covid-19. Sudah harus tahu apa saja tindakannya,” kata Joko.
Protokol kesehatan yang wajib diterapkan di pesantren, yakni jaga jarak dan pemakaian masker. Pesantren juga diminta menyediakan instalasi cuci tangan di tempat-tempat tertentu. Tempat tidur pun diharuskan berjarak minimal 1,5 meter. Kamar tidur hanya boleh diisi 50 persen dari kapasitas aslinya. Ini untuk memastikan jaga jarak aman bisa benar-benar diterapkan.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Sleman, Harda Kiswaya, menyatakan telah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sleman mengenai langkah antisipasi agar tidak terjadi lagi penularan di pondok pesantren. Risiko penularan yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran tatap akan dikaji kembali. Pihaknya juga bakal semakin ketat dalam mengeluarkan izin rekomendasi bagi pondok pesantren yang ingin kembali menggelar pembelajaran tatap muka.
”Ini mengingat santri itu datangnya hampir dari selurh penjuru daerah. Dari ujung barat sampai ujung timur ada semua. Ini yang perlu dipertimbangkan. Yang penting, bagaimana penularan di tempat-tempat pendidikan bisa diantisipasi dan tidak merebak lagi,” kata Harda.