Padamnya Api Abadi Mrapen Diduga akibat Aktivitas Pengeboran Tanah
Berkisar 150-200 meter dari titik api abadi Mrapen memang ada semburan gas bercampur air pada September lalu. Gas diduga bermigrasi. Ahli meyakini, gas masih melimpah dan bisa dialirkan ke Mrapen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
GROBOGAN, KOMPAS — Api abadi Mrapen di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, padam sejak Jumat (25/9/2020). Ketiadaan suplai gas diduga menjadi penyebab. Salah satunya terkait aktivitas pengeboran oleh warga untuk mencari sumber air yang memicu semburan gas di sekitar lokasi.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, di Kota Semarang, Jumat (2/10/2020), mengatakan, pihaknya telah meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jateng untuk meninjau dan mengkaji apakah memang ada pengaruh aktivitas di sekitar lokasi dengan padamnya api Mrapen.
”Kalau cadangan (gas) habis, pasti akan mati. Atau mungkin ada gangguan dari kanan-kirinya. Misalnya, ternyata di sebelahnya ada orang yang melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu. Jadi, bocornya ke sana. Ini yang sedang dicek,” kata Ganjar.
Kepala Seksi Energi Cabang Dinas ESDM Provinsi Jateng Wilayah Kendeng Selatan Sinung Sugeng Arianto menuturkan, pada Minggu (20/9/2020), nyala api di api abadi Mrapen menurun. Pada Jumat, api sepenuhnya padam.
Sinung membenarkan, berkisar 150-200 meter dari api abadi Mrapen, memang terjadi semburan gas bercampur air sejak beberapa waktu lalu. Hingga Jumat (2/10) siang, gas masih muncul di titik itu. Adapun semburan gas terjadi setelah ada warga yang mengebor tanah untuk kebutuhan air.
”Kami masih memetakan titik-titik sumber gas karena memang ada warga yang mengebor (untuk mendapatkan air). Sedang dikaji. Pada 1990-an, (nyala api abadi) menurun, tetapi kemudian dibor di sekitarnya dan kemudian api ada lagi,” katanya.
Berdasarkan catatan Kompas, sumber api di kompleks tersebut pernah padam pada 1996. Kendati demikian, masih terasa adanya udara yang terbakar. Sekitar 75 sentimeter dari titik itu, ditemukan sumber api baru yang menyala lebih besar (Kompas, 9 Mei 1996).
Dosen Teknik Geologi dan Pertambangan Institut Teknologi Adhi Tama, Surabaya, yang meneliti gas rawa atau gas dangkal di Grobogan, Handoko Teguh Wibowo, memperkirakan, ada kaitan antara semburan gas hasil pengeboran air dan padamnya api.
”(Gas) migrasi, pindah lubang keluar. Di bekas lubang sumur terlihat jelas gas metana, sejenis gas yang terbakar di Mrapen. Tekanannya cukup besar. Jadi, berasal dari kantong gas yang sama karena jaraknya relatif dekat,” kata Handoko yang meninjau langsung ke lokasi.
Handoko menuturkan, solusi dan mitigasi yang bisa dilakukan adalah memisahkan air dan gas yang keluar di sumur. Kemudian, gas yang keluar disalurkan kembali ke lubang api Mrapen. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan separator air dan gas.
Menurut Handoko, sumber gas rawa di Mrapen masih banyak. Keluarnya gas ini indikasi ketersediaan gas yang melimpah. Oleh karena itu, pengeboran oleh masyarakat harus benar-benar diperhatikan dan mesti mendapat izin.
Handoko mengatakan, di Grobogan, terutama di Godong dan sekitarnya, masih banyak terdapat gas rawa dengan kedalaman hingga sekitar 100 meter. Bahkan, di Desa Rajek, Godong, sejumlah warga memanfaatkan gas rawa sebagai pengganti gas elpiji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.