Implementasi Sanksi Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan Butuh Konsistensi Tinggi
Implementasi sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan butuh konsistensi tinggi untuk mempercepat terbentuknya budaya baru hidup bersih dan sehat mencegah Covid-19. Sanksi ringan dikhawatirkan tak berefek jera.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Implementasi sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan memerlukan konsistensi tinggi untuk mempercepat terbentuknya budaya baru hidup bersih dan sehat dalam mencegah penyebaran Covid-19. Pemberian sanksi yang lebih ringan di tengah masih tingginya kasus pelanggaran dikhawatirkan tidak mampu memberikan efek jera.
Sidang massal tindak pidana ringan (tipiring) pelanggaran protokol kesehatan pekan kedua di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (2/10/2020), menyidangkan 794 pelanggar. Jumlah pelanggar yang mayoritas tertangkap petugas karena tidak bermasker ini meningkat dibandingkan dengan yang disidangkan secara massal pada pekan pertama operasi yustisi sebanyak 733 orang.
Namun, secara kumulatif, jumlah pelanggar protokol kesehatan pekan kedua ini turun sekitar 10 persen dibandingkan dengan pekan sebelumnya. Pada periode lalu, banyak pelanggar yang menjalani sidang di tempat di mana mereka ditangkap. Pelanggar bisa perseorangan atau pelaku usaha seperti pemilik kafe.
Satgas Covid-19 menyepakati nilai denda perseorangan Rp 150.000. Namun, penjatuhan sanksi kepada terdakwa pelanggar protokol kesehatan merupakan kewenangan hakim yang harus dihormati. (Widiyantoro Basuki)
Majelis hakim dari Pengadilan Negeri Sidoarjo yang menyidangkan perkara tipiring mendakwa para pelanggar melanggar Peraturan Daerah Provinsi Jatim Nomor 2/2020. Para pelanggar ketentuan bermasker disanksi denda sebesar Rp 50.000 per orang, subsider pidana kurungan selama tiga hari.
Nilai denda yang dijatuhkan itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan saat sidang massal pekan lalu yang nilainya mencapai Rp 150.000 per orang. Berdasarkan Perda Provinsi Jatim tersebut, denda maksimal pelanggar protokol kesehatan perseorangan Rp 500.000, sedangkan untuk badan usaha atau korporasi Rp 100 juta. Tidak ada ketentuan denda minimal.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo Widiyantoro Basuki mengatakan penjatuhan sanksi termasuk besaran denda merupakan kewenangan majelis hakim yang menyidangkan perkara. Penurunan nilai denda bagi orang yang tidak bermasker baru-baru ini bukan merupakan hasil kesepakatan Satgas Covid-19 Sidoarjo seperti sebelumnya.
”Satgas Covid-19 menyepakati nilai denda perseorangan Rp 150.000. Namun, penjatuhan sanksi kepada terdakwa pelanggar protokol kesehatan merupakan kewenangan hakim yang harus dihormati,” ujar Widiyantoro Basuki.
Widiyantoro mengatakan, dalam mengambil keputusan, majelis hakim pasti telah mempertimbangkan berbagai hal. Salah satu dugaannya, kondisi ekonomi yang lesu karena dampak pandemi Covid-19. Target operasi yustisi tidak lain untuk menegakkan protokol kesehatan agar sebaran Covid-19 bisa dikendalikan, bukan meningkatkan pendapatan negara dari pembayaran denda.
Sekretaris Daerah Sidoarjo Achmad Zaini menilai, jumlah pelanggar protokol kesehatan di wilayahnya masih tinggi meski ada kecenderungan turun 10 persen. Secara kumulatif, total pelanggar yang ditangkap dalam operasi yustisi selama dua pekan ini lebih dari 2.000 orang. Mereka dikumpulkan dari 18 kecamatan.
Pelanggaran yang tinggi itu berisiko meningkatkan sebaran penyakit yang akan membawa Sidoarjo kembali ke zona merah. Sejak pertengahan September lalu, Sidoarjo berada di zona oranye peta epidemi. Risiko sebaran yang kembali meningkat tentu tidak diharapkan.
”Pemda telah berupaya maksimal dengan mengerahkan segala daya untuk mengendalikan sebaran Covid-19 agar masyarakat bisa produktif,” kata Zaini.
Perlu diwaspadai
Zaini menambahkan pelanggaran yang tetap tinggi hingga pekan kedua operasi yustisi perlu diwaspadai. Hal itu mengindikasikan sanksi denda Rp 150.000 yang dijatuhkan ke pelanggar, belum berdampak signifikan. Padahal, sanksi denda diharapkan memberikan efek jera, setelah sanksi sosial yang diberlakukan sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar, tak mempan.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan penanggulangan pandemi Covid-19 menjadi prioritas pemda. Semua kegiatan seperti pelayanan masyarakat hingga usaha untuk menggeliatkan ekonomi harus dilandasi dengan penerapan protokol kesehatan pengendalian dan pencegahan Covid-19.
Oleh karena itulah pihaknya mendukung operasi yustisi digiatkan untuk menekan pelanggar protokol kesehatan. Sejauh ini operasi yustisi dinilai efektif mendisiplinkan masyarakat. Sanksi denda yang tinggi diharapkan memberikan efek jera bagi pelanggar dan membuat masyarakat berpikir ulang sebelum melanggar.
Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Sidoarjo hingga saat ini menembus 6.301 orang. Sebanyak 5.210 orang di antaranya sembuh, 420 orang lainnya meninggal. Penambahan kasus masih terjadi setiap hari, tetapi tidak sebanyak sebelumnya. Dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, penambahan kasus diharapkan terus menurun.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, upaya penanggulangan Covid-19 juga ditempuh dengan meningkatkan pengetesan massal dan menggiatkan pelacakan kontak erat. Contohnya pengetesan massal terhadap pegawai di lingkungan kantor pemda Sidoarjo, dan kalangan pendidik tingkat Sekolah Dasar serta Sekolah Menengah Pertama untuk mencegah merebaknya kluster perkantoran.