Kasus positif Covid-19 di kawasan industri Batam bertambah menjadi 317 pekerja dari 17 pabrik. Meski demikian, Pemkot justru batal menghentikan operasi pabrik karena ditentang pengusaha.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 di kawasan industri Muka Kuning, Batam, Kepulauan Riau, bertambah menjadi 317 orang. Jumlah perusahaan yang pekerjanya terpapar juga bertambah dari dua pabrik menjadi 17 pabrik. Meski demikian, Pemerintah Kota Batam justru batal menghentikan operasi pabrik karena ditentang pengusaha.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi, Selasa (30/9/2020), mengatakan, operasi pabrik batal distop karena pengelola bersedia melakukan tes usap kepada para buruh yang menunjukkan gejala Covid-19. Adapun buruh yang tidak menunjukkan gejala, tetapi menjalin kontak dekat dengan pasien positif, kini sudah dikarantina.
Rencana Pemkot Batam menutup pabrik yang terpapar Covid-19 mendapat penolakan dari para pengusaha. Mereka beralasan penutupan operasi pabrik akan berdampak panjang karena mereka terikat kontrak produksi dengan perusahaan luar negeri. Jika mereka gagal memenuhi kapasitas produksi yang telah disepakati, kontrak akan diputus.
Sebelumnya, Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri Kepri (HKI) OK Simatupang mengatakan, penghentian operasi bagi perusahaan yang pekerjanya terpapar Covid-19 bukan solusi yang tepat. Ia menilai, yang lebih mendesak dilakukan oleh gugus tugas adalah pengetatan protokol kesehatan disertai sanksi denda bagi pelanggar sesuai dengan Peraturan Wali Kota Batam Nomor 49 Tahun 2020.
Selama pandemi, perekonomian Batam, Kepulauan Riau, sangat bergantung pada industri manufaktur. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam yang dipublikasikan pada 2 September menunjukkan, nilai ekspor kumulatif pada Januari hingga Juli besarnya mencapai 5,27 miliar dollar AS. Ekspor non-migas menyumbang 90,21 persen dari total nilai tersebut.
”Kalau perusahaan dihentikan operasinya, ribuan pekerja akan dirumahkan. Tidak ada yang bisa menjamin mereka akan tertib menerapkan protokol kesehatan selama beraktivitas di luar lingkungan kerja. Hal ini justru sangat berbahaya,” ujar Simatupang.
Kalau perusahaan dihentikan operasinya, ribuan pekerja akan dirumahkan. (OK Simatupang)
Menanggapi hal itu, anggota Komisi IV DPRD Batam, Tumbur Sihaloho, menyatakan, penularan di kawasan padat, seperti pabrik manufaktur, semakin sulit diantisipasi karena virus SARS-CoV-2 bisa menular dari orang tanpa gejala. Pelacakan kontak saja tidak bisa menjamin para buruh aman dari Covid-19.
”Penularan dari orang tanpa gejala ini yang sebenarnya justru paling bahaya karena sulit dipetakan. Maka, kami sudah lama mendesak gugus tugas untuk segera melakukan tes PCR massal, tetapi belum juga didengar,” ujar Tumbur.
Tes PCR massal memang belum digelar, tetapi kini Kepri telah mendapat tambahan dua alat PCR baru. Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Batam Budi Santosa mengatakan, kapasitas tes PCR meningkat dari sebelumnya 186 sampel per hari menjadi 372 sampel per hari.
Dengan kemampuan uji 372 spesimen per hari, dalam satu pekan, ada 2.604 sampel yang diperiksa. Jumlah itu sudah memenuhi standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 orang per 1.000 penduduk per pekan.
Mengacu pada standar itu, dengan jumlah penduduk Kepri 2,14 juta jiwa, rata-rata jumlah pasien yang diperiksa menggunakan metode PCR minimal 2.140 orang per pekan. Meski demikian, pemeriksaan PCR di Kepri masih juga memakan waktu hingga tiga hari atau lebih.
Kepala Dinas Kesehatan Bintan Gama Isnaeni menyebutkan, sampai saat ini baru sekitar 25 persen santri di Pondok Pesantren Darussilmi yang hasil tes PCR-nya sudah diketahui. Padahal, kasus pertama di ponpes itu telah diketahui sejak 11 September. Kini, jumlah pasien di kluster tersebut mencapai 85 orang. Menurut Kepala Ponpes Darussilmi Imran Abdul Rasyid, di sana total terdapat 430 santri.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kepri menunjukkan, hingga 29 September, terdapat 2.233 pasien dengan Covid-19. Kasus positif terbanyak terjadi di Batam (1.607) diikuti Tanjung Pinang (293) dan Bintan (186).