Pembelajaran Tatap Muka Pondok Pesantren di Sleman Bakal Dievaluasi
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka di pondok pesantren di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, perlu dievaluasi setelah munculnya kasus positif Covid-19 dari lingkungan pendidikan tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka di pondok pesantren di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, perlu dievaluasi setelah munculnya kasus positif Covid-19 dari lingkungan pendidikan itu. Pemerintah Kabupaten Sleman akan semakin berhati-hati memberikan izin pembelajaran tatap muka bagi sekolah berasrama.
Sejauh ini, tercatat ada 48 santri positif Covid-19 dari tiga pondok pesantren di Kecamatan Ngaglik dan Kecamatan Prambanan. Di Ngaglik, ada 220 santri yang ditelusuri kontaknya. Sementara di Prambanan, penelusuran kontak ada 50 orang di Kecamatan Prambanan. Proses penelusuran kontak hingga kini masih berlangsung.
Sekretaris Daerah Sleman Harda Kiswaya menyampaikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Sleman untuk mengantisipasi penularan di ponpes. Risiko yang berpotensi muncul dari sana masih terus dikaji.
”Santrinya datangnya dari hampir seluruh daerah, dari ujung barat sampai ujung timur. Ini yang perlu dipertimbangkan. Yang penting, bagaimana penularan di tempat-tempat pendidikan bisa diantisipasi dan tidak merebak lagi,” kata Harda di Kabupaten Sleman, DIY, Rabu (30/9/2020).
Harda menyampaikan, temuan kasus positif dari lingkungan sekolah berasrama hendaknya menjadi perhatian bersama. Para pengelola ponpes diminta semakin ketat mengawasi penerapan protokol kesehatan. Pemberian izin terhadap ponpes untuk kembali menggelar pembelajaran tatap muka juga akan semakin diperketat.
Ponpes yang akan menggelar pembelajaran tatap muka diwajibkan memohon surat rekomendasi dari Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Sleman. Dalam surat rekomendasi itu, pengelola ponpes harus menyanggupi penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekitarnya.
Misalnya, penggunaan masker setiap aktivitas dan penyediaan fasilitas cuci tangan. Lalu, santri yang baru saja tiba dari luar daerah harus melakukan karantina mandiri di gedung yang telah disediakan ponpes.
Selain itu, kapasitas kamar tidur yang boleh digunakan juga hanya 50 persen saja. Ranjang susun pun tidak boleh digunakan. Ranjang yang boleh digunakan hanya ranjang satuan dengan jarak antara satu ranjang dengan lainnya berkisar 1,5 meter.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, pembentukan Satuan Tugas Covid-19 tingkat pondok pesantren termasuk salah satu yang diwajibkan sebelum keluar rekomendasi pembelajaran tatap muka. Satgas itu yang akan memastikan penerapan protokol kesehatan berjalan dengan baik dalam aktivitas di pondok pesantren.
”Kami ingin mengingatkan kembali kepada seluruh pondok pesantren mengenai protokol kesehatan. Pengawasannya harus ditingkatkan lagi,” kata Joko.
Di Sleman, terdapat 145 pondok pesantren. Dari jumlah itu, 60 pondok pesantren telah mengajukan pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19. Sejauh ini, 25 pondok pesantren dudah mendapat persetujuan. Tiga pondok pesantren yang ditemukan kasus penularan itu termasuk yang sudah mendapat izin menggelar pembelajaran tatap muka.
Ke depan, Joko menyampaikan akan melakukan tes acak terhadap santri-santri di pondok pesantren lainnya yang sudah kembali menggelar pembelajaran tatap muka. Tujuannya, mengetahui bagaimana kondisi penularan di lingkungan tersebut. Namun, pihaknya terkendala besarnya jumlah penelusuran kontak kasus positif dan keterbatasan laboratorium penguji.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Edhi Gunawan mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi proses pembelajaran tatap muka di pondok pesantren. ”Nanti akan kami evaluasi lagi. Kalau sudah bisa berjalan dengan baik, bisa terus (pembelajaran tatap muka). Namun, bila ada kasus di tempat yang lain dan sebagainya, nanti akan kami buat kebijakan baru,” ujar Edhi.
Edhi menuturkan, jumlah ponpes di DIY sekitar 300 pondok dengan jumlah santri mencapai puluhan ribu orang. Namun, dia menyebut, jumlah pondok pesantren di DIY yang sudah menggelar kegiatan pembelajaran tatap muka baru sekitar 30 pondok. ”Memang jumlahnya belum banyak,” katanya.
Edhi menyebut, seluruh ponpes yang menggelar pembelajaran tatap muka itu harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Protokol kesehatan itu mencakup kewajiban memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Ponpes juga harus dilengkapi sarana pendukung, misalnya tempat cuci tangan serta alat pengukur suhu.
”Kami menginstruksikan seluruh ponpes yang sudah memulai pembelajaran tatap muka untuk betul-betul menerapkan protokol kesehatan ketat. Semua penghuni pesantren, baik para ustaz maupun santri, harus menerapkan protokol kesehatan dengan ketat,” kata Edhi.
Selain itu, setiap pondok pesantren juga harus membentuk tim atau satgas untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan. Keberadaan satgas ini penting untuk memastikan protokol kesehatan benar-benar diterapkan secara ketat di pondok pesantren. ”Tim atau satgas itu yang bertugas mengawal penerapan protokol kesehatan agar bisa berjalan dengan baik,” ujar Edhi.