Ironi Korupsi dan Kerusakan Alam Jambi
Provinsi Jambi dihadapkan pada persoalan krusial terkait pemberantasan korupsi, serta kerusakan lingkungan akibat praktik pertambangan ilegal dan perambahan hutan. Asa bertumpu Pilkada 2020 untuk menghadirkan solusi.
Hubungan kekerabatan mewarnai politik di Jambi. Seperti pandangan Thomas Hobbes dalam Leviathan, manusia dilahirkan membawa hasrat berkuasa. Hasrat itu mewarnai kekuasaan dari satu periode ke periode lainnya.
Dua generasi pernah menduduki tampuk kekuasaan di Provinsi Jambi. Almarhum Zulkifli Nurdin yang memimpin Jambi hingga dua periode, 1999-2004 dan 2005- 2010, mengorbitkan putra sulungnya Zumi Zola untuk terjun ke politik.
Dalam Pilkada 2011 Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kampung halaman Zulkifli, Zumi Zola yang sebelumnya bintang film memenangi kontestasi. Belum selesai periode kepemimpinan 2011-2016, Zumi Zola maju dalam Pilkada Provinsi Jambi dan menang. Sayang, kepemimpinannya di Jambi mesti berakhir karena perkara korupsi.
Kenangan masyarakat Jambi akan kejayaan keluarga Zulkifli kembali mencuat dalam Pilkada Jambi kali ini. Istri almarhum Zulkifli alias ibu tiri Zumi Zola, yakni Ratu Munawaroh, maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Cek Endra, Bupati Sarolangun. Pasangan Cek-Ratu didukung dua partai besar, PDI-P dan Golkar.
Isu kekerabatan dalam politik juga tak lepas dari calon petahana Fachrori Umar yang berpasangan dengan Syafril Nursal. Pasangan ini didukung empat partai, Gerindra, Demokrat, PPP, dan Hanura.
Baca juga: Setengah Juta Pemilih Sementara di Jambi Tak Penuhi Syarat
Fachrori turut mewarisi politik kekerabatan kepada istri dan anaknya. Sang istri, Rahima, saat ini menjabat anggota DPRD Jambi dari Fraksi Nasdem Hanura. Putri Fachrori, Ria Mayang Sari, menjabat anggota DPD.
Pengamat Politik dari IAIN Sultan Thaha Saifuddin, Yulfi Alfikri, menyatakan, konstitusi memang membenarkan setiap individu mempunyai hak memilih dan dipilih, kecuali ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang mencabut hak politiknya. Masalahnya, dalam politik kekerabatan, kapasitas dan kapabilitas cenderung diabaikan. Hubungan darah mengalahkan kriteria prestasi. ”Jabatan-jabatan politis digilir dalam lingkaran trah,” katanya.
Politik kekerabatan tidak hanya mengemuka di tingkat provinsi, tetapi juga menjadi fenomena pada level kabupaten/ kota di Jambi. Di antaranya di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Batanghari. Dalam penelusuran Yulfi, daerah-daerah yang memiliki rekam jejak politik kekerabatan cenderung terhambat pembangunannya. Kekhawatiran juga melingkupi masyarakat karena di sejumlah kasus muncul potensi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Jabatan-jabatan politis digilir dalam lingkaran trah.(Yulfi Alfikri)
Juru Bicara Tim Pemenangan Pasangan Cek Endra-Ratu, Desi Ariyanto, menepis anggapan bahwa yang terjadi pada Zulkifli, Zumi, dan Ratu merupakan potret dinasti politik, tetapi justru demokrasi. Sebab, masing-masing turut bertarung dalam pemilihan. Dengan demikian, menjadi pemimpin bukan warisan yang mutlak diterima. ”Apalagi masyarakat memiliki hak memilih calon yang dipandangnya layak. Itulah potret demokrasi,” katanya.
Desi pun melihat keinginan Ratu untuk maju tak terkait dengan urusan kekerabatan. Sejauh ini, Ratu memiliki kepedulian dan keseriusan untuk membangun, khususnya dalam upaya pelestarian budaya, tradisi, ataupun pembangunan ekonomi lokal.
Tantangan berat
Di tengah kondisi pandemi Covid-19, Jambi memiliki tantangan berat dalam mengatasi resesi. Perekonomian masyarakat hancur. Kondisi itu memicu beragam aktivitas ilegal demi mengeruk keuntungan cepat.
Di Jambi beragam aktivitas ilegal kian marak terjadi seiring panjangnya masa pandemi. Mulai dari pembalakan liar hingga tambang minyak, emas, dan batubara tanpa izin.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rudi Syaf menilai ada kecenderungan saat berada pada tampuk kepemimpinan, kepala daerah terpilih tak cukup berani bersikap. Contohnya pada banyak kasus pertambangan emas liar, tambang minyak ilegal, serta tambang dan penimbunan batubara tanpa izin. Sebagian besar kasus itu tak mampu distop secara tegas dan tuntas.
Baca juga: Negara Didesak Serius Atasi Tambang Liar Emas
Penegakan hukum pun masih terkesan tebang pilih. Akibatnya, potensi sumber daya alam di Jambi lebih banyak digerogoti dengan tanpa mendatangkan pemasukan resmi daerah. Pemasukan justru mengalir ke pundi-pundi segelintir orang. Ekses lain yang tak kalah krusial, terjadi kerusakan lingkungan.
Ketua Lembaga Adat Batu Kerbau di Kabupaten Bungo Datuk Picak mengisahkan masyarakat yang menanggung derita ketika air sungai yang selama ini menjadi sumber air minum mendadak berubah keruh. Ikan dalam lubuk-lubuk larangan di sungai mati dan sebagian lari ke hilir.
Setelah warga menelusuri lebih ke hulu, ternyata didapati praktik tambang emas liar tengah marak di sepanjang tepian sungai yang berhilir ke Sungai Batanghari itu. Air di Sungai Batanghari yang semula jernih menjadi berwarna coklat pekat sejak 2010.
Penegakan hukum pun masih terkesan tebang pilih. Akibatnya, potensi sumber daya alam di Jambi lebih banyak digerogoti dengan tanpa mendatangkan pemasukan resmi daerah. Pemasukan justru mengalir ke pundi-pundi segelintir orang. Ekses lain yang tak kalah krusial, terjadi kerusakan lingkungan.
Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berkunjung pada 2015 secara gamblang menyinggung soal keruhnya air Sungai Batanghari sebagai buah dari lemahnya keseriusan pimpinan daerah. Jika ada tambang liar di hulu sungai, seharusnya cepat ditangani. Meski saat itu pula Wapres meminta kepala daerah segera menuntaskan persoalan tersebut, nyatanya keruhnya air di sungai terpanjang di Sumatera itu tak kunjung teratasi, bahkan kondisinya kian parah.
Baca juga: Pemberantasan Sumur Minyak Ilegal di Batanghari
Kondisi kehancuran lingkungan akibat pembalakan, perambahan, ataupun tambang liar yang tergolong parah juga terjadi di sejumlah daerah. Okupasi hutan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, misalnya, menimbulkan gelombang pendatang dari luar daerah untuk merambah hutan hingga puluhan ribu orang jumlahnya. Praktik yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun itu tak selesai ditangani. Belum lagi tambang emas liar di Pangkalan Jambu yang marak menggunakan merkuri.
Persoalan sama terjadi di Kabupaten Sarolangun. Tambang liar marak di sepanjang kawasan Sungai Limun dan Batang Asai. Belum lagi perambahan liar yang kerap menciptakan konflik sosial di wilayah itu.
Oleh karena itu, menurut Rudi, siapa pun yang nantinya terpilih diharapkan serius memimpin daerah dengan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Pembangunan sumber daya manusia, serta perbaikan pelayanan publik juga perlu menjadi prioritas.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berkunjung pada 2015 secara gamblang menyinggung soal keruhnya air Sungai Batanghari sebagai buah dari lemahnya keseriusan pimpinan daerah. Jika ada tambang liar di hulu sungai, seharusnya cepat ditangani.
Catatan Ombudsman Provinsi Jambi menyebutkan, sejumlah daerah di Jambi masih lemah dalam penerapan pelayanan publik daerahnya. Dari 11 kabupaten/kota yang masuk ke dalam penilaian kepatuhan pelayanan publik, empat di antaranya masih masuk dalam rapor kuning atau kurang baik. Tujuh daerah masuk dalam rapor hijau atau sudah baik.
”Daerah lainnya sudah masuk kategori hijau, kecuali 4 daerah, yakni Sarolangun, Merangin, Kerinci, dan Sungai Penuh,” kata Jafar Ahmad, Kepala Ombudsman Provinsi Jambi. Ke depan, lanjutnya, kandidat terpilih perlu mengimplementasikan reformasi birokrasi dan pelayanan publiknya.
Faktor kekerabatan dalam politik di daerah menghadirkan tantangan berupa sulitnya mewujudkan substansi demokrasi. Dalam sejumlah kasus, politik kekerabatan juga berpotensi menghadang pembangunan dan kemajuan daerah itu.
Oleh karena itu, selayaknya masyarakat kritis sebelum memilih kandidat. Dan sepantasnya pula kandidat sungguh- sungguh menjalankan amanat rakyatnya, menghadirkan kesejahteraan di ”Negeri Jambe”.