Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Maritim Lampung memperingatkan bahaya gelombang tinggi dan angin kencang di perairan Lampung. Nelayan diimbau untuk tidak nekat melaut saat cuaca buruk.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Maritim Lampung memperingatkan bahaya gelombang tinggi dan angin kencang di perairan Lampung. Nelayan diimbau untuk tidak nekat melaut saat cuaca buruk untuk mengantisipasi kecelakaan laut.
Data prakiraan cuaca BMKG Maritim Lampung menyebutkan, gelombang tinggi disertai angin kencang terjadi di beberapa wilayah, yakni di Perairan Barat Lampung, Selat Sunda bagian barat, dan Samudra Hindia barat Lampung. Kondisi itu diperkirakan masih akan terjadi selama tiga hari ke depan.
Gelombang paling tinggi terpantau di wilayah perairan barat Lampung dan Samudra Hindia barat Lampung. ”Gelombang laut di kawasan itu dapat berkisar 2,5 meter-6 meter,” ujar Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Lampung Andi Cahyadi di Bandar Lampung, Selasa (29/9/2020).
Angin kencang di wilayah perairan barat dan Samudra Hindia barat Lampung juga dapat mencapai 25 knot atau setara 46,3 kilometer per jam. Kondisi itu dapat membahayakan keselamatan nelayan.
Hingga saat ini belum ada laporan terkait dampak cuaca buruk di perairan Lampung. Kendati begitu, BMKG tetap mengimbau nelayan tidak nekat melaut apabila angin kencang datang untuk mengantisipasi kecelakaan laut.
Dia menambahkan, cuaca ekstrem selama beberapa hari ke depan juga patut diwaspadai. Peralihan musim dari kemarau ke penghujan masih berlangsung. Kondisi itu dapat memicu hujan lebat dalam durasi singkat disertai petir dan angin kencang.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pesisir Barat Agus Edwar mengatakan, gelombang tinggi dan angin kencang mengganggu aktivitas pelayaran nelayan. Selain itu, cuaca buruk juga membuat akses transportasi dari Krui menuju Pulau Pisang, pulau terpencil di Pesisir Barat, menjadi terkendala.
”Kapal-kapal kecil yang berukuran kurang dari 10 GT tidak berani berlayar,” ujar Agus.
Saat ini masyarakat yang bermukim di Pulau Pisang hanya dapat memanfaatkan kapal bantuan dari pemerintah daerah sebagai akses transportasi. Kapal itu bisa mengangkut sekitar 20 penumpang.
Sementara itu, sebagian nelayan memilih tidak melaut untuk sementara waktu. Kalaupun terpaksa harus tetap mencari ikan demi nafkah keluarga, nelayan hanya memancing ikan di daerah berkarang di pinggir pantai.
Selama ini, kata dia, nelayan sudah melengkapi diri dengan alat pelindung diri berupa pelampung. Nelayan juga telah diimbau untuk selalu mencari perkembangan informasi cuaca di perairan Lampung.
Budi Mulya (42), nelayan di Pulau Pasaran, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung menuturkan, sebagian besar nelayan di pulau itu memilih untuk tidak melaut hingga cuaca membaik. Untuk sementara, warga bertahan dengan memanen kelapa atau mengandalkan bantuan tunai dari pemerintah. Namun, ada pula keluarga nelayan yang terpaksa meminjam kepada pengepul ikan.