47 Orang Positif, Dua Pondok Pesantren di Sleman Jadi Tempat Penularan Baru
Dua pondok pesantren menjadi tempat penularan baru Covid-19, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelusuran kontak erat dengan pengambilan sampel usap tenggorok telah dilakukan. Sebanyak 47 orang positif.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS—Dua pondok pesantren menjadi tempat penularan baru Covid-19 di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelusuran kontak erat dengan pengambilan sampel usap tenggorokan telah dilakukan. Hingga Selasa (29/9/2020), tercatat 47 orang positif Covid-19 dari dua pesantren tersebut.
Dua pondok pesantren tersebut berlokasi di dua kecamatan berbeda, yakni Kecamatan Ngaglik dan Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Sejauh ini, terdapat 47 santri terkonformasi positif. Rinciannya, sebanyak 41 santri dari pondok pesantren di Kecamatan Ngaglik, sedangkan enam santri lainnya dari pesantren di Kecamatan Prambanan.
Sekretaris Daerah Pemkab Sleman, Harda Kiswaya, menjelaskan, di Kecamatan Prambanan, penularan tersebut bermula dari salah seorang santri berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Yang bersangkutan mengalami gejala berupa hilangnya indera penciuman. Namun, santri tersebut tidak langsung melaporkan gejala yang dialaminya kepada pengasuh pondok pesantren. Setelah diperiksa, baru diketahui santri tersebut positif Covid-19. Akibatnya, penularan sudah terjadi pada santri-santri lainnya.
“Dari pihak pengelola pondok pesantren langsung melakukan penanganan cepat. Sudah ada satuan tugas yang dibentuk pondok pesantren tersebut. Santri yang positif (Covid-19) sudah dipisahkan dengan santri-santri lain di gedung yang jaraknya juga berjauhan. Pemantauan dilakukan satuan tugas dari pondok pesantren itu dan Dinas Kesehatan Sleman,” kata Harda, saat ditemui di kantornya, di Kabupaten Sleman, DIY, Selasa.
Harda mengungkapkan, dari kasus tersebut, hendaknya segenap masyarakat bisa mengambil pelajaran. Penularan terjadi akibat ada seorang santri yang mengalami gejala Covid-19, tetapi tidak segera melaporkannya kepada pengelola. Padahal, santri tersebut seharusnya melaporkan gejala yang dialaminya agar penanganan bisa dilakukan secepat mungkin.
Santri tersebut seharusnya melaporkan gejala yang dialaminya agar penanganan bisa dilakukan secepat mungkin.
“Ini bagaimana tentang mendisiplinkan diri. Saya yakin, pondok pesantren tersebut akan semakin disiplin. Ini pelajaran yang cukup baik bagi anak didik di sana,” kata Harda.
Dinas Kesehatan Sleman telah melakukan penelusuran terhadap kontak erat dari penularan di pondok pesantren tersebut. Saat ini, masih ada 50 orang santri lain yang masih menunggu hasil uji usap tenggorokan. Selama menunggu hasil itu, para santri dikarantina di pondok pesantren dengan pengawasan langsung dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 yang dibentuk pesantren tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo menyampaikan, terdapat sekitar 25-30 pondok pesantren dari total 145 pondok pesantren yang sudah diberi izin menggelar pembelajaran tatap muka. Keberadaan Satgas Covid-19 di tingkat pondok pesantren, merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi. Syarat lain, protokol kesehatan lain harus ditegakkan seperti pengenaan masker dan jaga jarak fisik.
“Dari surat yang kami berikan, kalau ada penambahan kasus, (kegiatan belajar mengajar) harus dihentikan sementara. Selama diliburkan, pondok pesantren akan disemprot disinfektan. Rekomendasi kami diliburkan minimal lima hari,” kata Joko.
Dia menjelaskan, pihaknya belum bisa menyebut penularan yang terjadi, di dua pondok pesantren tersebut, sebagai sebuah kluster baru. Dari hasil pelacakan, penularan baru terjadi hingga generasi kedua. Menurut dia, harus terjadi penularan pada generasi ketiga untuk mengategorikan suatu penularan menjadi sebuah kluster baru.