Mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, meneliti cangkang telur ayam untuk dijadikan pasta gigi. Pasta gigi dari cangkang telur tersebut diyakini mampu meredakan sensitivitas pada gigi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, meneliti cangkang telur ayam untuk dijadikan pasta gigi. Pasta gigi dari cangkang telur tersebut diyakini mampu meredakan sensitivitas pada gigi.
Para mahasiswa itu adalah Rhifa Siti Fauziah ND, Umi Laila Sari, Berliana Arifa Noer Shodiq, Dimas Teguh Prasetiyo (mereka semua dari Fakultas Peternakan), serta Izatannisa Nurma Ramadhani dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Mereka membuat penelitian dalam rangka Program Krativitas Mahasiswa (PKM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Dalam proses pembuatannya, cangkang telur akan diubah menjadi bubuk hidroksiapatit dengan teknologi nano. Teknologi nano berfungsi untuk memperkecil partikel kalsium cangkang telur ayam sehingga memudahkan dalam penyerapan. Bahan cangkang telur nanti akan diramu dengan chamomile (kamomil).
Cangkang telur dipilih menjadi bahan utama karena mengandung salah satu sumber kalsium karbonat terbesar, dengan konsentrasi 95 persen. Sedangkan kamomil merupakan anthipersensitifitas dentin yang bersifat aromatik sehingga membuat pemakai nyaman dan tidak mudah mual saat menyikat gigi.
”Kamomil juga berfungsi sebagai therapeutic agents karena memiliki antibakteria dan sebagai penyembuhan jaringan lunak sehingga baik untuk gusi sekaligus mengatasi peradangan pada gusi,” kata ketua tim, Rhifa Siti Fauziah, Senin (28/9/2020).
Oleh karena campuran bahan cangkang telur dan kamomil yang mengandung hidroksiapatit dan penyembuh jaringan lunak, maka menurut Rhifa, bahan tersebut sangat baik untuk pembentukan enamel pada gigi.
”Desain pasta gigi sensitif tersebut menjadi penting karena beberapa produk pasta gigi dentine treatment sensitifity mengandung detergen. Yang harus diwaspadai adalah kandungan detergen pasta gigi sodium lauryl sulfate (SLS). SLS sebagai detergen pasta gigi paling berisiko menyebabkan iritasi pada jaringan lunak dalam rongga mulut,” kata Rhifa.
Kelebihan produk tersebut, menurut dia, adalah penggunaan bahan-bahan alami yang memiliki lebih banyak zat aktif untuk menutupi jaringan gigi terbuka yang merangsang rasa ngilu. Timnya, menurut Rhifa, memberi nama produk pasta gigi mereka Denatalis. Denatalis masih berupa konsep produk.
”Meski sekarang baru berupa konsep produk, harapan saya sebagai pembimbing, ini bisa bermanfaat, efisien, dan lebih ekonomis. Apalagi jika dilakukan tindak lanjut untuk produksi. Melihat dari manfaat yang ditawarkan, maka produk ini saya rasa bisa bersaing,” kata Prasetyo Adi, dosen pembimbing tim tersebut.
Meski sekarang baru berupa konsep produk, harapan saya sebagai pembimbing, ini bisa bermanfaat, efisien, dan lebih ekonomis. Apalagi jika dilakukan tindak lanjut untuk produksi.
Gel untuk sembuhkan sariawan
Di tempat berbeda, tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya juga membuat terobosan dengan mengubah ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L) menjadi obat topikal herbal guna mempercepat penyembuhan sariawan.
Tiga mahasiswa itu adalah Irfa A’innurizza Wildah Irsya, Linda Risalatul Muyasaraoh, dan Shofi Ramadhani. Temuan itu juga sudah mendapat medali emas pada kompetisi Indonesia International Invention Festival 2020. Tim Program Kreativitas Mahasiswa tersebut berada di bawah bimbingan dosen Ariyati Retno Pratiwi.
”Pengolahannya dimulai dengan ekstraksi daun kersen menggunakan pelarut etanol dengan metode maserasi. Bahan kemudian dibuat sediaan topikal nano gel. Sediaan nano gel dipilih karena mudah untuk diaplikasikan dalam rongga mulut dan memunculkan sensasi dingin di area mukosa. Formulasi nano digunakan untuk membuat difusi jalan obat lebih cepat sehingga akan mempercepat proses penyembuhan sariawan,” kata Irfa.
Menurut Irfa, daun kersen kaya akan senyawa antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan. Hal ini dikarenakan ekstrak daun kersen mengandung senyawa seperti flavonoid, tanin, dan saponin.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia terjadi kenaikan prevalensi penyakit gigi dan mulut dari tahun 2013 sampai 2018, yaitu 25,9 persen menjadi 57,6 persen. Stomatitis (sariawan) menjadi salah satu penyakit mulut terbesar ketiga di Indonesia dengan prevalensi 8 persen dan mencapai 5-60 persen dari populasi dunia. Stomatitis adalah lesi di mukosa mulut dengan gejala kambuhan berbentuk ovoid, berwarna kuning, dan dikelilingi warna kemerahan.
Penyebab stomatitis tidak diketahui dengan pasti, tetapi berhubungan dengan faktor predisposisi, seperti stres, hormon, alergi, serta infeksi bakteri dan virus.