Sulawesi Utara Bangun TPA Regional Mengolah Sampah Jadi Listrik
Pemerintah Sulawesi Utara membangun tempat pembuangan akhir regional untuk menampung sampah yang dibuang setiap hari oleh warga Manado, Minahasa, Minahasa Utara, dan Bitung. Ratusan ton sampah akan diubah jadi listrik.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Sulawesi Utara memulai pembangunan tempat pembuangan akhir regional untuk menampung ratusan ton sampah yang dibuang setiap hari oleh warga Manado, Minahasa, Minahasa Utara, dan Bitung. Sampah akan diolah menjadi tenaga listrik untuk mencegahnya mencemari tanah dan laut.
Tempat pembuangan akhir (TPA) regional itu dinamai Mamitarang, singkatan dari empat kota/kabupaten sumber sampah yang akan ditampungnya. TPA regional itu akan dibangun di atas lahan seluas 30 hektar di Desa Wori, Kecamatan Wori, Minahasa Utara.
Proses pengerjaan dijadwalkan selesai dalam 400 hari kerja sehingga bisa mulai menampung sampah pada akhir 2021. Akan tetapi, kalau sudah ada bak-bak sanitary landfill (lahan urug), pada pertengahan tahun depan sepertinya sudah bisa menampung sampah.
Dihubungi dari Manado, Sabtu (26/9/2020), Kepala Unit Pelaksana Teknis Persampahan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sulut Yongky Tompudung mengatakan, proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini ditargetkan selesai pada akhir 2021. Pembangunan dimulai dengan upacara ground breaking, Kamis (24/9).
”Proses pengerjaan dijadwalkan selesai dalam 400 hari kerja sehingga bisa mulai menampung sampah pada akhir 2021. Akan tetapi, kalau sudah ada bak-bak sanitary landfill (lahan urug), pada pertengahan tahun depan sepertinya sudah bisa menampung sampah,” kata Yongky.
Menurut perhitungan Pemprov Sulut, TPA regional ini direncanakan menampung 312,29 ton sampah setiap hari. Penghasil sampah itu adalah 572.526 warga di empat kabupaten/kota yang terbagi dalam 143.131 keluarga.
Sejak 2019, Kementerian PUPR telah menyiapkan dana APBN sekitar Rp 152 miliar untuk pembangunan TPA Regional Mamitarang. Dana ini akan digunakan membangun landfill, instalasi pengolahan air lindi seluas 8,7 hektar, serta kolam pengolahan air lindi dengan berbagai instalasi, seperti bak ekualisasi, kolam anaerobik, fakultatif, dan maturasi.
Pembangkit listrik
TPA Regional Mamitarang juga akan dilengkapi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dengan kapasitas pengolahan hingga 800 ton. Yongky mengatakan, pembangkit itu bisa menghasilkan listrik 10 megawatt (MW) setiap hari. ”Sampah itu akan kami jual ke PT PLN sesuai Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 yang mengatur pengolahan sampah menjadi listrik,” katanya.
Saat ini, penjajakan (outline business case) dengan pihak investor masih berlangsung. Yongky berharap pihaknya bisa sampai ke tahap prastudi kelayakan akhir (final business case) pada akhir tahun ini. Sebab, sudah ada konsultan dan investor dari China. ”Menurut rencana, mesin yang akan digunakan adalah buatan jerman,” ucapnya.
Jika PLTSa sudah jadi, sanitary landfill hanya akan digunakan untuk menampung residu pembakaran sampah. Menurut Yongky, pembakaran akan menghasilkan abu terbang dan jenis residu lainnya dengan volume 5-15 persen dari total sampah yang dibakar.
Sampah dari Manado akan diprioritaskan untuk lebih dulu ditampung di TPA Regional Mamitarang. Sebab, TPA Sumompo di Tuminting, Manado, sudah tak dapat menampung sampah. Sekarang, lokasi pembuangan sampah seluas 6 hektar itu telah berubah menjadi gunungan sampah dengan bau menyengat. Metode sanitarylandfill telah berganti dengan open dumping.
Kepala Bidang Pengolahan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Manado Franky Porawouw mengatakan, setiap hari ada sekitar 450 ton sampah yang dibuang warga Manado ke TPA Sumompo. Pada libur Natal dan tahun baru, sampah yang dihasilkan bisa mencapai 800 ton.
Pembakar sampah
DLH Manado telah menyediakan empat insinerator (mesin pembakar) sampah umum dan satu insinerator sampah medis. Seharusnya, lima insinerator ini bisa mengurangi muatan sampah setiap hari dari Manado sampai 25 persen.
”Tetapi, belum bisa maksimal karena ada satu yang rusak, sedangkan sisanya tidak bisa difungsikan karena tidak ada dana untuk membeli BBM (bahan bakar minyak),” kata Franky.
Akhirnya, sampah tetap berakhir di TPA Sumompo. Franky mengatakan, pihaknya hanya bisa mengelola gunungan sampah itu dengan alat berat. Kendati begitu, sampah terus bertambah setiap hari.
Sebelumnya, Wali Kota Manado Vicky Lumentut telah menyatakan TPA Sumompo akan ditutup dan diubah menjadi taman kota. Ia menargetkan sebelas kecamatan di Manado masing-masing memiliki satu insinerator sampah. Saat ini, baru empat kecamatan yang punya insinerator umum.
”Jadi, sampah diselesaikan di tingkat kecamatan, tidak lagi ke TPA Sumompo. Sembari menunggu TPA regional di Minahasa Utara selesai dibangun,” ujarnya.
Pemkot Manado memutuskan insinerator terus digunakan sekalipun TPA Regional Mamitarang sudah jadi. Sebab, menurut rencana, setiap daerah akan dikenai biaya Rp 77.000 untuk setiap ton sampah yang dibuang di TPA itu.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw menyatakan optimistis pembangunan TPA Regional Mamitarang bisa berjalan lancar dan selesai tepat waktu. Sebab, kerja sama dengan pemerintah pusat telah direncanakan secara matang. Untuk itu masyarakat diminta tidak khawatir akan potensi pencemaran lingkungan.
”TPA ini akan dibangun dengan teknologi modern yang ramah lingkungan sehingga tidak akan mencemari lingkungan sekitar. Mudah-mudahan langkah ini dapat memberi kesejahteraan untuk semua,” kata Steven.