Banyak Pasien Tanpa Gejala, Pemkab Sleman Tambah ”Shelter” Isolasi
Pemkab Sleman menyiapkan Rusunawa Gemawang menjadi ”shelter” isolasi tambahan bagi pasien positif Covid-19 tak bergejala. Kebutuhan ”shelter” tambahan mendesak seiring maraknya pasien Covid-19 tak bergejala.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan Rusunawa Gemawang sebagai shelter atau bangunan tambahan untuk isolasi pasien positif Covid-19 tak bergejala. Shelter tambahan dibutuhkan seiring penambahan kasus pasien Covid-19 tanpa gejala di DIY.
”Kami antisipasi kalau nanti terjadi penambahan kasus yang banyak, sedangkan shelter yang sudah kami sediakan penuh (kapasitasnya). Untuk itu, kami mencari solusi dengan mencari shelter baru. Ini sudah disiapkan, tinggal diaktivasi saja,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo di Kantor Sekretariat Daerah Sleman, Kabupaten Sleman, DIY, Jumat (25/9/2020).
Tempat yang disiapkan menjadi shelter isolasi baru tersebut adalah Rusunawa Gemawang di Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Rusunawa itu memiliki 76 kamar. Setiap kamar terdapat dua kasur. Namun, menurut rencana, satu kamar hanya akan diperuntukkan bagi satu orang.
Sebelumnya, shelter isolasi yang digunakan lebih dulu, yaitu Asrama Haji Yogyakarta di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Gedung itu mampu menampung hingga 138 pasien tanpa gejala. Keterisian shelter itu sempat mencapai lebih dari 80 persen dari kapasitas pada Kamis (24/9/2020).
Meski demikian, jumlah penghuni shelter tersebut telah berkurang menjadi 86 orang, Jumat ini. Sebanyak 33 pasien sudah dipulangkan karena telah selesai menjalani masa isolasi. Adapun pasien tanpa gejala yang baru masuk hanya 8 orang.
Kami memperbolehkan isolasi mandiri dengan syarat ketat.
Joko mengungkapkan, keberadaan tempat isolasi baru cukup mendesak. Pasalnya, setiap hari kasus positif baru masih terus ditemukan. Kasus positif tak bergejala juga cukup mendominasi jumlahnya, yakni sekitar 85 persen dari kasus positif kumulatif yang berjumlah lebih dari 1.000 orang.
Joko menambahkan, pihaknya lebih memilih metode isolasi pasien tanpa gejala menggunakan shelter meski ada opsi bagi pasien untuk melakukan isolasi mandiri di rumahnya. Menurut dia, cara tersebut mampu memastikan pasien agar tidak bepergian dan benar-benar menjalani masa isolasi.
”Jika ada yang menginginkan isolasi di rumah sendiri, nanti akan ada petugas puskesmas yang datang melakukan penilaian. Kondisi rumahnya seperti apa. Kamarnya memungkinkan untuk isolasi atau tidak. Adakah yang bertanggung jawab memantau kondisi pasien dan siap dihubungi sewaktu-waktu. Puskesmas juga bisa memastikan pasien itu tidak ke mana-mana. Kami memperbolehkan isolasi mandiri dengan syarat ketat,” kata Joko.
Joko menjelaskan, apabila menjalani isolasi di shelter, dipastikan pengawasan lebih ketat. Setidaknya, ada seorang dokter yang disiagakan memantau kondisi pasien setiap hari. Dokter itu akan didampingi dua perawat setiap jadwal jaga. Para sukarelawan juga akan turut serta membantu mengawasi masa isolasi pasien.
Anggaran sebesar Rp 200 juta sudah disiapkan untuk melengkapi fasilitas rusun tersebut. Fasilitas yang masih perlu ditambahkan berupa kasur, seprei, perlengkapan mandi, dan peralatan kebersihan. Rusun itu ditargetkan bisa dimanfaatkan untuk isolasi pasien mulai 1 Oktober 2020.
Dihubungi terpisah, Camat Mlati Yakti Yudanto menyampaikan, pihaknya sesegera mungkin menyosialisasikan rencana penggunaan rusunawa tersebut terhadap penduduk sekitar. Sosialisasi diperlukan untuk mencegah terjadi penolakan warga atas rencana tersebut. Di sisi lain, ia menilai, letak rusunawa itu juga tidak berdekatan dengan permukiman.
”Secepatnya akan kami adakan rapat. Kami akan mengedukasi warga agar bisa menerima,” kata Yakti.