Kolaborasi Seni Budaya Cirebon-Korea Selatan Hasilkan Karya Inovatif
Pandemi Covid-19 tidak menghalangi kreativitas berkesenian. Di Cirebon, kolaborasi seni-budaya Korea dengan Indonesia dijalin dan menghasilkan aneka karya menarik, mulai dari animasi hingga instalasi seni.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tak menghalangi kreasi seni dan budaya antarbangsa. Salah satunya karya kolaborasi para pelajar di Kota Cirebon, Jawa Barat, dengan seniman-seniman Korea Selatan. Proyek bernama Made in Cirebon itu pun menghasilkan aneka karya, dari animasi hingga instalasi seni.
Berbagai karya siswa SMPN 1 Kota Cirebon tersebut ditampilkan secara virtual, Jumat (25/9/2020), di Cirebon. Para siswa mempresentasikan karyanya dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, pelindung wajah, dan sarung tangan.
Salah satu yang menarik adalah video stop-motion, animasi dari potongan-potongan gambar, yang menyajikan bagian gamelan dan megamendung, motif batik khas Cirebon. Setiap keping saron dipukul, motif gumpalan awan itu seperti menari-nari di atasnya dan menghasilkan instrumen tari topeng kelana.
”Gamelan dan megamendung, kan, khas Cirebon. Kami ingin melestarikan budaya Cirebon lewat stop motion,” kata Mazura (14), siswi kelas VIII SMPN 1 Kota Cirebon. Materi stop motion diperoleh dari seniman Korea Selatan dan Indonesia, sedangkan unsur budaya Cirebon merupakan sumbangsih seniman lokal.
Ia bersama empat temannya membuat karya tersebut dalam satu jam. ”Ada yang bertugas menggambar dan menghafal nada gamelan. Ini pengalaman baru bagi kami,” ujar Mazura yang ingin menggeluti dunia animasi.
Mereka termasuk dalam 23 kelompok yang berpartisipasi dalam proyek Made in Cirebon. Proyek itu merupakan bagian dari program Official Development Assistance (ODA) yang diinisiasi Ministry of Culture, Sports and Tourism of Republic of Korea (MCST) dan Korea Arts and Culture Education Services (KACES).
Pendidikan seni dan budaya harus selalu inovatif supaya relevan dan bisa dinikmati oleh masyarakat luas pada hari ini.
Program ini juga berkolaborasi dengan PT Ki Kunci Komunikasi, Arcolabs, yang fokus pada seni dan komunitas, Pemerintah Kota Cirebon dan Sinau Art asal Cirebon. Proyek ini berjalan mulai Mei hingga September 2020. Kolaborasi antara seniman, pemda, dan sekolah ini merupakan yang pertama kali.
Dalam siaran persnya, Kepala Tim Hubungan Internasional KACES Serin Kim Hong mengatakan, Cirebon dipilih sebagai lokasi program karena memiliki akar tradisi kuat dengan masyarakat multikultural. ”Pendidikan seni dan budaya harus selalu inovatif supaya relevan dan bisa dinikmati oleh masyarakat luas pada hari ini,” katanya.
Made in Cirebon melibatkan 82 siswa, 10 guru, serta 13 seniman. Mereka, antara lain, adalah Fransisca Retno, animator Alfi Zachkyelle, dan Boo Ji Hyun asal Korea. Dari Cirebon, ada Agoest Purnomo (film), Suryono (karawitan dan wayang), Viera Yulia (tari), Zainal Abidin (desain grafis), Daniel Adenis (seni lukis), dan Nicco Suparta (seni Kriya).
Hampir semua pertemuan dan pelatihan dilakukan secara virtual karena pandemi Covid-19. Meski demikian, aneka karya tetap lahir, seperti animasi tentang seni budaya dan pencegahan Covid-19 hingga alat penjernih air yang terbuat dari bahan sederhana.
Nin Djani, kurator Arcolabs, mengatakan, proyek Made in Cirebon menunjukkan, pandemi Covid-19 bukan hambatan untuk berkarya dan berkolaborasi antarseniman. ”Program ini bisa jadi model pengembangan pendidikan seni budaya yang kreatif, inovatif, dan relevan dengan tantangan zaman,” katanya.
Direktur Arcolabs Jeong Ok Jeon berharap program serupa bisa berlanjut dua tahun mendatang. Namun, pihaknya belum bisa memastikan hal tersebut dan menunggu hasil evaluasi MCST. ”Intinya, saya sangat senang dengan proyek Made in Cirebon,” ucapnya.