Cirebon Zona Merah, Wali Kota Turun ke Jalan Kampanye Protokol Kesehatan
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis bersama jajaran dan DPRD setempat turun ke jalan untuk kampanye pencegahan Covid-19. Langkah itu mesti diikuti penegakan aturan untuk mendisiplinkan warga menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis bersama jajaran pemerintah kota dan DPRD setempat turun ke jalan untuk mengampanyekan pencegahan Covid-19. Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup mengeluarkan Cirebon dari zona merah Covid-19. Selain surveilans, dibutuhkan regulasi yang mengikat masyarakat menjalankan protokol kesehatan.
Aksi para pejabat Kota Cirebon tersebut dilakukan dengan berjalan kaki sekitar 3 kilometer dari Jalan Siliwangi hingga Pekiringan, Kamis (22/9/2020) siang. Azis yang mengenakan tongkat sebagai alat bantu berjalan juga berorasi agar masyarakat mengenakan masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan. Beberapa kali ia memberikan masker kepada warga yang tidak bermasker.
Puluhan peserta aksi membawa spanduk, pataka, dan poster yang berisi imbauan menjalankan protokol kesehatan. Isi pesannya, antara lain, ”Korona lebih menyakitkan daripada mantan” dan ”Harga masker tak semahal harga skincare”. Warga yang melihat aksi itu pun tertawa dan merekamnya dengan telepon pintar.
Meski demikian, arus lalu lintas sempat terhambat karena massa menempati satu lajur jalan protokol. Sejumlah kendaraan pun membunyikan klakson agar mendapatkan jalan. Beberapa kali, peserta aksi juga kesulitan menjaga jarak.
”Ini aksi moral untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Cirebon saat ini menjadi kota yang sangat tinggi risiko penyebarannya, sudah masuk ke kluster rumah tangga. Ini bahaya besar. Masyarakat harus sadar, tidak perlu diawasi lagi,” papar Azis.
Ini aksi moral untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Cirebon saat ini menjadi kota yang sangat tinggi risiko penyebarannya, sudah masuk ke kluster rumah tangga. Ini bahaya besar. (Nashrudin Azis)
Hingga kini, kasus positif Covid-19 di kota seluas 37 kilometer persegi itu tercatat 214 orang. Virus korona baru tersebut tidak hanya menyerang masyarakat, tetapi juga pejabat, seperti Sekretaris Daerah Kota Cirebon Agus Mulyadi dan Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Fitria Pamungkaswati.
Sebanyak 14 orang yang positif tercatat meninggal dan 126 orang lainnya dinyatakan sembuh. Kota Cirebon menjadi daerah dengan kasus positif Covid-19 tertinggi kedua di Jabar timur setelah Kabupaten Cirebon.
Padahal, bulan lalu, kasus positif Covid-19 di Cirebon hanya 66 orang. Adapun cakupan tes usap tenggorokan di Cirebon saat ini sebanyak 5.230 orang atau melebihi 1 persen dari total penduduk kota, yakni sekitar 340.000 orang.
Saat ditanya apakah aksi tersebut efektif menekan laju penyebaran Covid-19, Azis mengatakan, hal itu merupakan langkah awal sebelum rancangan peraturan daerah terkait pencegahan dan penanggulangan penyakit disahkan oleh DPRD dan Pemkot Cirebon. ”Hari ini, upaya maksimal kami mencegah penyebaran Covid-19 tanpa harus menunggu perda,” ujarnya.
RT (rukun tetangga), RW (rukun warga), dan tokoh agama harus dilibatkan. Kalau ini berjalan, wali kota tidak perlu turun langsung. (Khaerudin Imawan)
Raperda tersebut, antara lain, mengatur tentang sanksi pelanggar protokol kesehatan, baik individu maupun pengelola tempat usaha. Dengan begitu, pemkot diharapkan lebih optimal menegakkan potokol kesehatan. ”Ini termasuk raperda pertama di Jabar untuk pencegahan penyakit menular,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Mohamad Handarujati Kalamullah.
Raperda yang muncul satu setengah bulan lalu itu ditargetkan rampung awal Oktober. Salah satu kendalanya, konsultasi terkait raperda yang tidak bisa digelar secara tatap muka karena pandemi. Padahal, acuan untuk membuat regulasi terkait protokol kesehatan sudah ada sejak akhir Juli melalui Peraturan Gubernur Jabar Nomor 60 Tahun 2020.
Khaerudin Imawan, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, menilai, pemda seharusnya mengoptimalkan komunikasi berjenjang untuk mengajak masyarakat menegakkan protokol kesehatan. ”RT (rukun tetangga), RW (rukun warga), dan tokoh agama harus dilibatkan. Kalau ini berjalan, wali kota tidak perlu turun langsung,” katanya.