Beda Data dengan Pusat, Pemprov Jateng Sebut Ada Perbedaan Sistem
Perbedaan data kematian dan kesembuhan Covid-19 antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih terjadi. Hal tersebut, antara lain, akibat perbedaan sistem pendataan saat awal perekaman data Covid-19.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Perbedaan data kematian dan kesembuhan Covid-19 antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih terjadi. Hal tersebut, antara lain, akibat perbedaan sistem pendataan saat awal perekaman data Covid-19.
Menurut data pada laman informasi Covid-19 Pemprov Jateng yang dimutakhirkan Kamis (24/9/2020) pukul 12.00, terdapat 20.646 kasus positif kumulatif dengan rincian 2.977 dirawat, 15.784 sembuh, dan 1.885 meninggal. Ada penambahan 251 kasus dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, dalam data yang dirilis Satgas Covid-19 pusat pada Kamis (24/9/2020), terdapat 20.673 kasus positif kumulatif di Jateng. Sementara angka kumulatif kesembuhan 14.772 orang dan angka kumulatif kematian 1.359 orang.
Dari kedua data itu, selisih pada kasus positif kumulatif Covid-19 hanya 27 kasus. Namun, ada selisih 1.012 kasus pada kesembuhan dan 526 kasus pada kematian. Angka yang dimiliki Pemprov Jateng lebih tinggi ketimbang data Satgas Covid-19 pusat.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo, Kamis (24/9/2020), mengatakan, data pada semua level masih berjalan sehingga dinamis. Perbedaan data, menurut dia, bukan sesuatu yang merepresentasikan keruwetan karena bisa jadi ada indikator dan kriteria yang berbeda.
Perbedaan data bukan sesuatu yang merepresentasikan keruwetan karena bisa jadi ada indikator dan kriteria yang berbeda.
Menurut Yulianto, data akan sama jika menggunakan sistem informasi yang sama. ”Masalahnya, sejak awal berangkat dari (sistem) yang berbeda. Kami juga menggunakan all record (Kementerian Kesehatan), tetapi tak semua indikator ada di situ,” ujarnya.
Sistem all record Kemenkes, lanjut Yulianto, merupakan rekapitulasi dari hasil uji reaksi rantai polimerase (PCR). Semua hasil uji yang positif maupun negatif terekam pada sistem itu. Namun, tak semua indikator, terkait kematian misalnya, ada pada sistem itu.
”(Sementara) kami mencatat mulai dari awal. Mungkin karena berganti sistem, berubah, lalu ada data yang perlu disinkronkan, termasuk kriteria dalam pendataan. Kemungkinan setelah pandemi baru kami bisa mencocokkan,” kata Yulianto.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat guna mengatasi perbedaan data. Ia mengaku membuka diri untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat.
”Termasuk mencatat sampai ke laboratorium-laboratorium. Saya meminta tolong kawan-kawan di internal, Dinkes, Diskominfo, serta masukan pakar untuk membuat sistem sederhana. Pokoknya, data masuk dulu. Pasti dulu. Lalu, konfirmasi pusat. Itu agar tidak banyak beda,” papar Ganjar.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, Budiyono mengatakan, data terkait dengan Covid-19 merupakan milik publik. Dengan demikian, publik berhak tahu dan mendapat penjelasan jika ada perbedaan atau kejanggalan terkait data yang disampaikan.
Data yang valid dan konsisten dibutuhkan masyarakat, juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani Covid-19. ”Data itu intinya harus bisa dipercaya, akurat, valid, dan konsisten karena akan dipakai untuk pengambilan keputusan. Data sebagai pendukung pengambilan keputusan,” kata Budiyono (Kompas.id, 3/9/2020).
Perkuat laboratorium
Hingga Kamis (24/9/2020), menurut data Dinas Kesehatan Jateng, rasio kepositifan (positivity rate) di provinsi tersebut adalah 10,51 persen. Uji PCR yang sudah dilakukan mencapai 295.000 tes.
Pemprov Jateng pun memperkuat peningkatan kapasitas, khususnya di tiga laboratorium, yakni Laboratorium Kesehatan Daerah di Semarang, laboratorium RSUD Dr Moewardi, Solo, dan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
”SDM kami tambah 35 asisten teknologi laboratorium medik. Kami harapkan kapasitas pemeriksaan di tiga laboratorium itu masing-masing 2.000 tes per hari dan beroperasi 24 jam. Dengan demikian, kapasitas tes PCR di Jateng bisa 8.000 per hari,” kata Yulianto.
Selain tiga laboratorium prioritas untuk meningkatkan jumlah tes PCR, 13 laboratorium lain di Jateng juga terus dioptimalkan. Selanjutnya, kata Yulianto, tinggal bagaimana pemerintah kabupaten/kota ikut meningkatkan jumlah spesimen melalui tes usap.
Ganjar mengatakan, peningkatan kapasitas tes bagian dari kerja para surveilans. ”Ini juga menunjukkan tracing-nya bagus. Tinggal sekarang menguatkan laboratorium agar kemudian lebih cepat,” tegasnya.
Pemprov juga mewaspadai berbagai kluster yang berkembang, salah satunya di pondok pesantren.
Di samping peningkatan tes PCR di sejumlah laboratorium di Jateng, pemprov juga mewaspadai berbagai kluster yang berkembang, salah satunya di pondok pesantren. Menurut Yulianto, baru-baru ini ditemukan kluster ponpes di Purwokerto dan Kebumen.
”Di situ ditemukan banyak kasus positif. Ini jadi pembelajaran. Namun, jumlahnya belum bisa disampaikan semua karena kami sedang verifikasi. Kami juga melapor ke Pak Gubernur untuk bagaimana kebijakan selanjutnya,” ujar Yulianto.