Upaya peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi Walhi membuat kawasan Pegunungan Meratus kembali dalam posisi terancam eksploitasi pertambangan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Kawasan Pegunungan Meratus di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, kembali dalam posisi terancam eksploitasi pertambangan. Hal itu lantaran adanya pihak yang mengajukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi.
Pada 15 Oktober 2019, Mahkamah Agung (MA) memutuskan mengabulkan kasasi yang didaftarkan Walhi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta.
Adapun obek sengketa yang digugat adalah Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang pemberian izin operasi produksi tambang batubara pada PT Mantimin Coal Mining (MCM). Izin tersebut seluas 5.900 hektar meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, pada 3 September 2020 PTTUN Jakarta menerima memori Peninjauan Kembali (PK) dari PT MCM dalam perkara nomor 47/G/LH/2018/PTUN-JKT melalui kuasa hukumnya di Jakarta. Pemohon mengajukan PK terhadap putusan MA Nomor 369K/TUN/LH/2019 tertanggal 15 Oktober 2019. Jika PK dikabulkan, maka SK Menteri ESDM tidak jadi dibatalkan.
”Pengajuan PK ini merupakan alarm sekaligus genderang perang bahwa aktor investasi berbasis eksploitasi atau perusak lingkungan berkeras mengubah bentang alam Pegunungan Meratus yang masih tersisa,” kata Kisworo dalam jumpa pers di Banjarbaru, Rabu (23/9/2020).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, menurut Kisworo, seharusnya menerima dan menjalankan putusan kasasi MA. Sebab, di lapangan sudah muncul banyak gelombang penolakan terhadap investasi yang merusak lingkungan Kalsel, khususnya penolakan terhadap eksploitasi Pegunungan Meratus.
”Kegiatan eksploitasi juga akan menjadi pemicu datangnya bencana ekologis yang masif ke depan. Selain itu, referensi speleologi karst (pengkajian ilmu tentang gua karst) yang berlimpah di Pegunungan Meratus juga terancam hilang,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Muhammad Yani menuturkan, pemerintah kabupaten hingga saat ini dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah terus menjaga dan mengawal keberadaan hutan Pegunungan Meratus. Sebab, di kakinya ada Irigasi Batang Alai yang berfungsi untuk mengairi lahan pertanian seluas 6.600 hektar.
Kami ingin sekali keberadaan hutan Meratus tetap terjaga. Sebab, sampai saat ini belum ada teknik ataupun teknologi pertambangan yang aman dan ramah lingkungan.
Menurut Yani, daerah tangkapan air baku untuk Irigasi Batang Alai berada di kawasan konsesi PT MCM. ”Kami ingin sekali keberadaan hutan Meratus tetap terjaga. Sebab, sampai saat ini belum ada teknik ataupun teknologi pertambangan yang aman dan ramah lingkungan. Pertambangan akan berdampak langsung pada Irigasi Batang Alai yang sangat vital bagi masyarakat kami,” katanya.
Yani mengatakan, Pegunungan Meratus adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Hulu Sungai Tengah. Karena itu, menambang Pegunungan Meratus bukanlah pilihan. Masih banyak pilihan lain yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ”Belum ditambang saja, kabupaten kami sudah kerap dilanda banjir,” ujarnya.