Jangan Ada Lagi “Jimat” dalam Seleksi Prajurit TNI AL
Dalam seleksi prajurit, terkadang berbagai cara dilakukan peserta agar lulus. Calon siswa pun ditekankan agar tak lagi menggunakan cara selain berusaha dan berdoa.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
Penerimaan calon siswa TNI Angkatan Laut setiap tahun biasanya diwarnai beragam upaya peserta agar bisa lulus dan menjadi prajurit. Selain berupaya maksimal, cara seperti percaloan, titip nama, hingga memakai ”jimat” dari dukun terkadang ditemukan. Panitia pun ditekankan agar mengedepankan profesionalitas serta calon siswa tak lagi menggunakan cara selain berusaha dan berdoa.
Saldi Saputra (20) rehat sejenak menunggu namanya dibagi dalam kelompok, di Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Kendari, Sulawesi Tenggara. Terik matahari mulai menusuk kulit, jelang siang, Rabu (23/9/2020).
Saldi telah datang sebelum pukul 08.00. Bersama rekannya, ia menginap di sebuah kamar kos seharga Rp 650.000 per bulan. Jarak rumah kosnya dengan Lanal Kendari lebih dari 15 kilometer. ”Dapat yang murah di sana. Kalau dari rumah bisa sampai tiga jam,” ucap warga Desa Ambowiu, Weonggeduku Barat, Kabupaten Konawe, ini.
Sulung empat bersaudara ini adalah satu dari 943 calon siswa bintara dan tamtama yang akan mengikuti seleksi penerimaan prajurit TNI AL saat ini. Jauh-jauh hari, Saldi telah mempersiapkan diri agar bisa mengikuti proses penerimaan. ”Kali ini belajar psikologi karena tahun lalu jatuh di tes psiko dua,” tambahnya.
Proses penerimaan saat ini memang pendaftarannya yang kedua kali. Sejak lulus SMA pada 2018, ia memutuskan untuk mendaftar menjadi prajurit TNI AL pada 2019. Hanya saja, ia tidak bisa melanjutkan ke tahap akhir.
Menurut Saldi, ia memang bercita-cita menjadi anggota TNI AL sejak kecil. Saat menonton televisi, ia selalu terkesima melihat pasukan berbaris, khususnya para prajurit penjaga laut Indonesia ini. Atau saat ada operasi laut, ia selalu membayangkan berada di salah satu kapal perang dan berpatroli menjaga wilayah laut.
Meski Syamsul Alam (50), ayahnya, seorang petani, dan ibunya, Rosnawati (44), ibu rumah tangga, ia tetap berusaha menjadi prajurit. Oleh karena itu, ia mempersiapkan diri dengan baik sejak tahun lalu. ”Banyak olahraga, lari, dan jaga fisik. Juga belajar yang rajin. Apalagi, tadi sudah dikasih tahu jika tidak ada lagi bayar-membayar atau titip nama. Jadi, tambah semangat,” ucapnya.
Jumran (19), calon siswa lainnya, menyampaikan, ia juga sangat senang mendengar arahan agar tidak ada yang mencoba bermain dalam seleksi prajurit TNI AL ini. Hal itu menjadi pelecut untuk berusaha lebih keras dan menyerahkan hasil akhir dengan berdoa.
Dua tahun terakhir, tutur Jumran, ia telah dua kali mendaftar sebagai bintara TNI AL. Saat pertama mendaftar tahun lalu, ia tidak lolos pemeriksaan kesehatan. Ia mengalami pembengkakan pembuluh darah sehingga harus dioperasi setelahnya. Beberapa bulan selanjutnya, ia kembali mengikuti seleksi gelombang kedua. Pada seleksi tersebut, ia tidak lolos tes psiko tahap kedua. Dua kali mendaftar, ia tidak pernah dimintai membayar apa pun.
Selama setahun terakhir, ia terus belajar, olahraga, dan menjaga kesehatan. Ia berharap bisa lulus menjadi prajurit TNI AL kali ini. ”Sama berdoa juga. Tadi sudah diarahkan oleh Danlanal (Komandan Lanal) agar berusaha dan berdoa dan jangan coba-coba untuk membayar agar bisa masuk. Bahkan, tadi sampai kasih tahu nomor telepon beliau,” katanya.
Komandan Lanal Kendari Kolonel Laut (P) Andike Sry Mutia menjelaskan, sebelum seleksi berlangsung, penandatanganan pakta integritas panitia seleksi terlebih dahulu dilakukan. Panitia diambil sumpah untuk bekerja secara profesional berdasarkan program kerja yang ada.
Seleksi kali ini, ucap Andike, dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Selain pemeriksaan kesehatan, peserta juga tidak diperkenankan bergerombol, membatasi berbicara, dan memakai masker. Pemeriksaan juga dilakukan bergelombang dengan pembatasan satu sesi maksimal 20 orang.
”Kita melaksanakan penerimaan secara terbuka. Jika ada yang terbukti melakukan praktik percaloan, bagi anggota atau PNS, itu sanksinya dipecat. Hal ini sesuai dengan arahan Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono juga, bahwa penerimaan prajurit harus benar-benar transparan,” terang Andike.
Penerimaan yang transparan dan profesional, tutur Andike, membuat kualitas prajurit akan semakin mumpuni. Kualitas individu yang semakin baik akan berpengaruh bagi prajurit keseluruhan sehingga bisa mengharumkan nama bangsa dan negara di berbagai bidang.
Kalau ada laporan, segera sampaikan ke saya. Nomor telepon saya juga sudah saya sebar ke semuanya.
Seorang prajurit, ia menambahkan, harus mempunyai karakter yang kuat. Tidak hanya pandai, sehat, dan kuat, tetapi juga jujur, tegas, mampu memimpin, dan mengambil keputusan yang tepat.
Oleh sebab itu, Andike melanjutkan, ia juga berharap agar wali calon siswa menumbuhkan asas kepercayaan dalam seleksi kali ini. ”Kalau ada laporan, segera sampaikan ke saya. Nomor telepon saya juga sudah saya sebar ke semuanya. Nanti akan ditempel di pengumuman sehingga semua bisa mengakses. Silakan laporkan jika ada informasi, juga bukti percaloan yang terjadi. Kita tidak main-main dengan ini,” ucapnya.
Seleksi penerimaan prajurit bukan hanya diwarnai praktik percaloan. Beberapa orang bahkan diketahui memakai ”jimat" agar bisa lolos. Menurut Andike, ”jimat” untuk lolos itu hanya berusaha dan berdoa. ”Kalau pakai jimat yang lain, itu mau jadi prajurit TNI AL atau mau jadi dukun?” selorohnya.
Andike pun menegaskan, kunci lolos seleksi itu adalah berusaha yang terbaik dan menyerahkan hasil akhir dengan berdoa. ”Masuk tentara itu gratis dan selama penerimaan tidak ada pemungutan biaya,” ujarnya.
Sebanyak 934 calon siswa bintara dan tamtama ini akan mengikuti seleksi selama sekitar satu bulan. Mereka adalah bagian dari ribuan pendaftar di seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat dari gelombang tahun lalu yang sebanyak 700 pendaftar. Seleksi akhir akan dilakukan di Malang, Jawa Timur, setelah seleksi daerah tuntas. Selamat berjuang!