Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, meniadakan tradisi Muludan tahun ini karena pandemi Covid-19. Tradisi yang mendatangkan ribuan orang tersebut berpotensi menjadi tempat penularan virus korona baru.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, meniadakan tradisi Muludan tahun ini karena pandemi Covid-19. Tradisi yang mendatangkan ribuan orang tersebut berpotensi menjadi tempat penularan virus korona baru. Apalagi, Cirebon merupakan zona merah penyebaran Covid-19.
Keputusan meniadakan acara Muludan tercantum dalam surat rekomendasi bernomor 450/1381-Adm.Pem.Um yang ditandatangani Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis pada Selasa (22/9/2020). Surat tersebut merupakan balasan atas surat Sultan Sepuh XV Nomor 001/SU/SSXV/IX/2020 tentang pemberitahuan rangkaian acara Maulid Nabi Muhammad SAW 1441 Hijriah.
”Dengan tidak mengurangi rasa khidmat dan menjunjung nilai-nilai luhur budaya, kegiatan Muludan yang rutin dilakukan setiap tahun ditiadakan pada masa pandemi Covid-19,” ungkap Azis dalam surat itu. Keputusan tersebut diambil demi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Tradisi Muludan digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sejak abad ke-15. Meskipun puncak acara pada akhir Oktober 2020, rangkaian tradisi sudah berlangsung sebulan sebelumnya. Di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, misalnya, berlangsung pasar malam selama sebulan.
Ratusan lapak pedagang berjejer di jalan raya sekitar keraton. Ribuan pengunjungnya pun berasal dari dalam dan luar Cirebon. Bahkan, saat acara puncak panjang jimat, pejabat pemerintah daerah hingga pusat turut serta.
Kegiatan ritual keraton bisa dilakukan dalam internal keluarga dan memperhatikan protokol kesehatan.
Menurut Azis, tidak ada yang bisa menjamin protokol kesehatan bisa dijalankan dengan ketat saat Muludan di tengah ribuan orang. Ia menilai akan sangat ironis jika Muludan tetap digelar saat warga diminta menjaga jarak dan tetap di rumah. ”Kegiatan ritual keraton bisa dilakukan dalam internal keluarga dan memperhatikan protokol kesehatan,” katanya.
Apalagi, laju kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Cirebon terus naik. Saat ini, misalnya, tercatat 187 kasus positif di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut. Sebanyak 13 orang di antaranya meninggal dan 100 orang dilaporkan sembuh. Padahal, bulan lalu, kasus positif tercatat masih 64 orang.
Adapun cakupan tes usap di Cirebon mencapai 5.011 orang atau lebih dari 1 persen jumlah penduduk. ”Kami akan terus melakukan tes dan tracing (pelacakan) hingga akhir tahun. Cirebon sekarang (zona penyebaran Covid-19) merah membara,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto.
Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Adipati (PRA) Luqman Zulkaedin dalam maklumatnya mengatakan, upacara tradisi panjang jimat tahun ini ditiadakan. Begitu pula dengan pasar Muludan. ”Ini berdasarkan imbauan Pemkot Cirebon demi melindungi masyarakat dari Covid-19,” ungkapnya.
Upacara panjang jimat akan diganti dengan pembacaan selawat, doa, dan barzanji oleh kaum Masjid Agung Sang Cipta Rasa serta keluarga keraton dalam jumlah terbatas. Tradisi silaturahmi juga tetap digelar dengan protokol kesehatan yang ketat. Adapun destinasi wisata religi seperti keraton, Astana Gunung Jati, dan Goa Sunyaragi tetap beroperasi dengan protokol kesehatan.
Pengamat sejarah Cirebon, Mustaqim Asteja, belum mengetahui pasti apakah tradisi panjang jimat pernah ditiadakan seperti saat ini. ”Namun, acara paling inti Muludan, yakni doa dan barzanji, tetap digelar,” katanya.