UKM di Kalteng Bersiasat untuk Bertahan Saat Pandemi
Pandemi Covid-19 memukul beragam sektor. Namun, ibu-ibu di Gandang Barat, Kalteng, menyiasatinya agar kopi dari lahan gambut mereka bisa bertahan di pasaran.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kelompok usaha kecil menengah di Kalimantan Tengah perlu bersiasat menghadapi pandemi Covid-19. Seperti yang dilakukan kelompok perempuan di Pulang Pisau memproduksi kopi liberika dengan kemasan yang jauh lebih kecil dari biasanya untuk konsumsi rumahan di desanya.
Di Kalteng, pandemi Covid-19 masih menunjukkan kekhawatiran. Pada Senin (21/9/2020) siang, data Tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng menunjukkan kenaikan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari 3.235 pada Minggu (20/9/2020) menjadi 3.263 kasus positif atau bertambah 28 kasus. Sementara jumlah kasus sembuh pun bertambah 22 orang dari hari sebelumnya menjadi 2.549 orang.
Peningkatan kasus terkonfirmasi Covid-19 itu kemudian membuat pemerintah mengeluarkan beragam kebijakan pembatasan kerumunan dan mobilisasi massa. Hal itu berpengaruh pada kelompok usaha, seperti warung kopi juga kafe.
Ketua Kelompok Perempuan Bersama Bisa Iin Darwati dari Desa Gandang Barat, Maliku, Kalteng, mengungkapkan, sejak Maret hingga Agustus pelanggan dari luar desa yang mayoritas dari warung kopi juga kafe tak lagi membeli kopi yang mereka buat. Penurunan produksi pun mencapai 60 persen. Biasanya mereka mampu menjual 10-15 kilogram dalam sebulan, tetapi kali ini hanya bisa menjual 5-6 kg.
”Namun, kami sekarang buat kemasan yang jauh lebih kecil untuk dijual di warung dan toko di sekitar desa, ternyata banyak juga yang pesan,” kata Iin.
Kompas juga menyaksikan proses pembuatan kopi oleh kelompok yang semua anggotanya ibu rumah tangga tersebut, mulai dari menjemur kopi hingga pengemasan. Kemasan 200 gram dijual dengan harga Rp 30.000, sedangkan ukuran 250 gram dijual dengan harga Rp 35.000.
Saat ini mereka membuat kemasan yang jauh lebih kecil sekitar 8-9 gram yang dijual dengan harga Rp 6.000-Rp 10.000. ”Kemasan ini banyak yang pesan di toko-toko,” kata Iin.
Salamah (52), salah satu anggota kelompok, mengungkapkan, kopi liberika itu merupakan tanaman yang mereka bawa dari Jawa saat program transmigrasi tahun 1982 silam. Salamah merupakan salah satu warga transmigran generasi pertama di Pulang Pisau.
”Dulu enggak bisa tanam padi karena gambutnya dalam sekali, jadi, ya, jualan kopi,” kata Salamah.
Kopi sudah menemani mereka puluhan tahun dan tetap menjadi penyelamat ekonomi di tengah pandemi.
Pendampingan
Iin dan tujuh anggota kelompoknya didampingi oleh Lembaga Kemitraan yang didukung oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) RI. Mereka mendapatkan paket revitalisasi ekonomi sebagai bagian dari Program Desa Peduli Gambut (DPG).
Direktur Program Sustainable Governance Lembaga Kemitraan Hasbi Berliani mengungkapkan, paket revitalisasi ekonomi menonjolkan potensi lahan gambut di desa-desa tempat lokasi restorasi gambut di Indonesia. Salah satu tujuannya memberikan alternatif mata pencaharian kepada masyarakat yang hidup di sekitar lahan gambut.
”Ini juga bagian dari mengurangi karhutla. Tak hanya itu, dalam program tersebut ada juga pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar,” kata Hasbi.
Tak hanya kopi, komoditas lain juga terdampak, seperti produk rotan yang dikelola Elisa Tukan (34) di Kota Palangkaraya.
Ini juga bagian dari mengurangi karhutla. Tak hanya itu, dalam program tersebut ada juga pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar. (Hasbi Berliani)
”Pembeli pasti berkurang karena biasanya saya menjualnya di tempat-tempat acara, seperti festival atau car free day,” kata Elisa.
Saat ini, Elisa hanya memanfaatkan penjualan daring untuk menjajakan produk kriya rotan miliknya. ”Tak sebanyak kalau kami ikut festival memang hasilnya, tetapi yang penting bisa bertahan, semoga sampai lewat pandemi,” katanya.
Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Perindustrian Kota Palangkaraya Margalis mengatakan, pihaknya saat ini berupaya untuk merangsang iklim produksi usaha kecil menengah di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya dengan memberikan peralatan dan pelatihan keterampilan.
”Kebijakan pemerintah ada banyak untuk membantu unit usaha kecil, tetapi mungkin tidak bisa semua karena banyak,” kata Margalis.
Margalis mengatakan, pelatihan yang diberikan tidak hanya untuk pengusaha kecil menengah, tetapi juga karyawan yang dirumahkan atau dipecat semasa pandemi Covid-19 agar tetap bisa produktif di rumah.
Kebijakan pemerintah ada banyak untuk membantu unit usaha kecil, tetapi mungkin tidak bisa semua karena banyak. (Margalis)
Setidaknya ada 20 paket kebijakan untuk pemulihan ekonomi di Kalteng. Kebijakan itu dibuat agar para pengusaha kecil bisa bertahan. Meskipun demikian, masih banyak pelaku usaha yang bertahan dengan upaya sendiri, yakni dengan siasat dan memanfaatkan peluang.